BERSEPEDAÂ ke tempat salat Ied merupakan kegiatan yang saya lakukan sejak belasan tahun lalu setiap memasuki hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dilakukan selain sebagai pembiasaan juga dalam rangka memabawa misi kampanye bersepeda ke mana saja #biketokamanawae.
Tak hanya itu, bersepeda ke tempat salat Ied adalah salah satu bagian dari gerakan Lebaran Hijau yaitu gerakan tidak meninggalkan jejak persoalan lingkungan di moment hari raya khususnya Lebaran. Kemudian saya share atau disosialisasikan melalui media sosial untuk memotivasi yang lainnya.
Di lebaran tahun ini pun saya sudah mempersiapkan
A post shared by Cuham Hambali (@cuhaminstra)
mempersiapkan "> segala sesuatunya, sepeda, matras  buat alas sajadah, pakaian yang akan dikenakan, tas, dan tumbler atau tempat minum. Intinya berupaya tidak membawa jejak sampah seperti kantong keresek, koran bekas, dan minuman kemasan serta tidak membawa jejak polusi udara, dan suara
Gerakan bersepeda tersebut bahkan di mulai sejak menjelang datangnya bulan suci Ramadan, selama Ramadan, di hari Lebaran, hingga Halal bi Halal dengan harapan bisa memberikan keteladanan agar banyak yang tertarik selalu bersepeda dalam kegiatan atau moment apa pun. .
Lebaran Hijau, Sucikan Hati -- Hijaukan Bumi
LEBARAN HIJAU merupakan gerakan kepedulian para pegiat lingkungan sekaligus sebagai bentuk keprihatinan terhadap ledakan  persoalan lingkungan yang luar biasa di moment lebaran, baik lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha, yang tanpa di sadari sudah berlangsung lama dan semakin tak terkendali.Â
Masyarakat cenderung dilupakan oleh luapan kegembiraan menyambut datangnya hari kemenangan tanpa peduli bahwa banyak hal yang salah dilakukan, terutama prilaku konsutif masyarakat kita yang berlebihan.
Beberapa persoalan lingkungan yang kerap terjadi pada saat  lebaran adalah banyaknya masyarakat pergi ke tempat sholat ied untuk jarak yang pendek cenderung menggunakan kendaraan bermotor, padahal dengan bersepeda atau jalan kaki akan bermanfaat sebagai pengendalian persoalan macet dan polusi udara.
Lalu, banyak pula masyarakat yang membawa koran sebagai alas untuk sajadah dan usai sholat ied membiarkan berserakan dilapangan atau ditumpuk begitu saja, Seharusnya diupayakan dengan membawa samak atau karpet yang bisa dibawa kembali ke rumah dan bisa berguna lagi.
Selain itu, penggunaan kantok keresek yang berlebihan sebagai tempat barang belanjaan yang terkadang berlimpah, tanpa memanfaatkan tas belanjaan yang bisa digunakan berualang-ulang.Â
Ditambah, masyarakat cenderung selalu membeli pakaian baru setiap tahunnya, terutama pakaian untuk pergi ke tempat shalat ied, padahal yang tahun-tahun sebelumnya masih layak dan bagus untuk digunakan, karena pakaian agamis pasti tidak digunakan untuk sehari-hari.
Yang terjadi semakin menumpuk di dalam lemari dan tak dikenakan lagi, bahkan tidak disumbangkan kepada yang lebih membutuhkan sampai pakaian tersebut rusak dimakan usia yang akhirnya malah menjadi sampah tak berguna.
Begitu pula dengan peralatan dapur seperti keler-keler untuk tempat kue-kue khas lebaran, masyarakat banyak yang membeli baru, tidak memanfaatkan wadah-wadah lama yang sebetulnya bisa digunakan lagi, barang-barang tersebut semakin menumpuk dilemari dan hanya jadi hiasan semata.
Tak sedikit juga yang menggunakan gelas-gelas atau wadah terbuat dari pelastik yang sekali pakai buang seperti cup plastik untuk sirop atau mangkuk yang terbuat dari bahan styrofoam. Selalu mengkonsumi air mineral berkemasan dengan alasan praktis dan malas mencuci karena sang pembantu mudik.
Untuk lap pembersih, lebih banyak yang menggunakan tisyu yang terkadang berlebihan dalam penggunaannya, kurang memanfaatkan lap serbet atau saputangan yang tentu saja bisa digunakan berulang-ulang.
Tak hanya itu, banyak masyarakat yang tidak rajin atau faham pemilahan sampah antara sampah organik dengan unorganik, selalu terbiasa dengan pola menyatukan aneka sampah tanpa peduli bahkan tak mau tahu soal banyaknya manfaat dari sampah-sampah tersebut jika dikelola dengan baik.
Gagasan gerakan Lebaran Hijau mulai didengungkan sejak tahun 2011,  digagas oleh sebuah  lembaga /organisasi nonprofit profesional yang konsisten dalam mempromosikan serta mempraktekan pola hidup selaras dengan alam, untuk mencapai kualitas hidup yang baik dan berkelanjutan, khususnya konsentrasi terhadap pengelolaan sampah, yaitu Yayasan Pegembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung.
Seperti apa yang disampaikan oleh salah seorang pengurus YPBB, Anilawati Nurwakhidin bahwa kita sudah seharusnya merayakan Lebaran dengan gaya hidup ramah lingkungan, sebagai upaya dalam meminimalisir kontribusi sampah yang dihasilkan oleh kita menuju nol sampah atau zerowaste.
Harapannya, gerakan ini juga bisa diadaptasikan pada moment-moment perayaan agama lainnya, seperti Natalan Hijau, Waisak Hijau, Galungan Hijau, Imlek Hijau dan sebagainya.
Yuk, mari Sucikan Hati, Hijaukan Bumi dengan bergaya hidup ramah lingkungan di hari raya, untuk bumi menjadi lebih baik. Salam gowes dan go green.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H