Lalu, banyak pula masyarakat yang membawa koran sebagai alas untuk sajadah dan usai sholat ied membiarkan berserakan dilapangan atau ditumpuk begitu saja, Seharusnya diupayakan dengan membawa samak atau karpet yang bisa dibawa kembali ke rumah dan bisa berguna lagi.
Selain itu, penggunaan kantok keresek yang berlebihan sebagai tempat barang belanjaan yang terkadang berlimpah, tanpa memanfaatkan tas belanjaan yang bisa digunakan berualang-ulang.Â
Ditambah, masyarakat cenderung selalu membeli pakaian baru setiap tahunnya, terutama pakaian untuk pergi ke tempat shalat ied, padahal yang tahun-tahun sebelumnya masih layak dan bagus untuk digunakan, karena pakaian agamis pasti tidak digunakan untuk sehari-hari.
Yang terjadi semakin menumpuk di dalam lemari dan tak dikenakan lagi, bahkan tidak disumbangkan kepada yang lebih membutuhkan sampai pakaian tersebut rusak dimakan usia yang akhirnya malah menjadi sampah tak berguna.
Begitu pula dengan peralatan dapur seperti keler-keler untuk tempat kue-kue khas lebaran, masyarakat banyak yang membeli baru, tidak memanfaatkan wadah-wadah lama yang sebetulnya bisa digunakan lagi, barang-barang tersebut semakin menumpuk dilemari dan hanya jadi hiasan semata.
Tak sedikit juga yang menggunakan gelas-gelas atau wadah terbuat dari pelastik yang sekali pakai buang seperti cup plastik untuk sirop atau mangkuk yang terbuat dari bahan styrofoam. Selalu mengkonsumi air mineral berkemasan dengan alasan praktis dan malas mencuci karena sang pembantu mudik.
Untuk lap pembersih, lebih banyak yang menggunakan tisyu yang terkadang berlebihan dalam penggunaannya, kurang memanfaatkan lap serbet atau saputangan yang tentu saja bisa digunakan berulang-ulang.
Tak hanya itu, banyak masyarakat yang tidak rajin atau faham pemilahan sampah antara sampah organik dengan unorganik, selalu terbiasa dengan pola menyatukan aneka sampah tanpa peduli bahkan tak mau tahu soal banyaknya manfaat dari sampah-sampah tersebut jika dikelola dengan baik.
Gagasan gerakan Lebaran Hijau mulai didengungkan sejak tahun 2011,  digagas oleh sebuah  lembaga /organisasi nonprofit profesional yang konsisten dalam mempromosikan serta mempraktekan pola hidup selaras dengan alam, untuk mencapai kualitas hidup yang baik dan berkelanjutan, khususnya konsentrasi terhadap pengelolaan sampah, yaitu Yayasan Pegembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung.
Seperti apa yang disampaikan oleh salah seorang pengurus YPBB, Anilawati Nurwakhidin bahwa kita sudah seharusnya merayakan Lebaran dengan gaya hidup ramah lingkungan, sebagai upaya dalam meminimalisir kontribusi sampah yang dihasilkan oleh kita menuju nol sampah atau zerowaste.
Harapannya, gerakan ini juga bisa diadaptasikan pada moment-moment perayaan agama lainnya, seperti Natalan Hijau, Waisak Hijau, Galungan Hijau, Imlek Hijau dan sebagainya.