TAK terasa Ramadan 1443 Hijriah sudah memasuki minggu ke-3, tentu sebagian besar umat muslim yang menjalankanya sudah melalui dengan berbagai aktivitas ibadah, aktivitas rutin mencari nafkah, dan amalan lainnya dalam rangka menunjang bobot pahala serta mendapat rido dari Sang Maha Kuasa.
Salah satu ibadah sunah muakkad yang selalu dilaksanakan selama Ramadan adalah salat tarawih, meski faktanya setiap tahun tak pernah berubah siklus atau fluktuasi jumlah Jemaahnya, selalu penuh di awal, mulai berkurang di tengah, dan makin menyusut di akhir, tinggal satu sampai dengan dua shaf.
Namun demikian, terlepas berbagai faktor yang menyebakan jumlah Jemaah tarawih makin hari makin berkurang, bagi yang sudah konsisten dan mengingat akan keutamaan faedeahnya, mereka selalu menjadikan salat tarawih sebagai ibadah sunah utama yang sayang atau merasa rugi jika dilewatkan.
Setiap bulan Ramadan, sejak menjadi pegiat sepeda belasan tahun lalu, selain ngabuburit (ngabuburide), hampir semua aktivitas yang saya lakukan diupayakan dengan bersepeda, seperti pergi ke tempat buka bersama, silaturahmi, ke Majelis Taklim, dan keliling ke beberapa masjid untuk melaksanakan salat tarawih alias bersepeda tarawih keliling (Bertaling).
Bertaling yang saya lakukan kemudian saya share di media sosial,  bukan bermaksud riya, semata-mata misi utamanya adalah kampanye bersepeda yang saya dengung-dengungkan  yaitu apapun aktivitasnya bersepedalah! ( #biketokamanawae ).Â
 Harapannya, bisa memotivasi yang lain untuk bersepeda ke mana saja minimal untuk jarak yang pendek, apalagi sekarang harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami penyusaian yang cukup besar, sejatinya disikapinya dengan mulai melawan ketergantungan terhadap penggunan kendaraan berbahan bakar fosil.Â
 Memang tidak dilakukan full setiap hari, bahkan hanya dalam hitungan jari, tergantung mood, keinginan yang kuat, kondisi fisik dan cuaca. Di hari pertama biasanya menuju masjid di luar dimana saya tinggal atau berdomisili.
Bertaling di Minggu Pertama
Di Ramadan tahun ini, saya adalah salah satu umat yang melaksanakan ibadah puasa pertamanya pada hari Sabtu, Â 2 Maret 2022. Tak ada masalah, karena hal seperti ini sudah sering terjadi dan dihadapi oleh umat Islam dengan tetap saling menghormati dan menghargai. Â Â
Dalam kesempatan kali ini, saya uraikan beberapa kali perjalanan bertaling di minggu pertama saja. Sebelumnya, saya cek kondisi sepeda dan mempersiapkan seperangkat alat salat yang selalu saya bawa kemana pun pergi.
Bertaling perdana dilaksanakan Jum'at, 1 Maret 2022 di Masjid KH. Ahmad Dahlan, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sukajadi, Kota Bandung. Saya dulu sering ke sini sewaktu masih aktif di PCM Bandung Wetan.
Masjidnya cukup luas, tapi saat itu Jemaahnya tidak begitu banyak hanya  2 saft kurang, karena masyarakat di sekitarnya sebagian besar mulai melaksanakan ibadah puasanya pada hari Minggu, 3 Maret 2022 sesuai keputusan pemerintah.
Sebelum melaksanakan tarawih ada pengumuman dan ceramah atau kuliah tujuh menit (kultum) yang disampaikan salah satu Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Â dengan tema sikap saling meghargai atas perbedaan waktu 1 Ramadan 1443 H.
Bertaling hari kedua dilaksanakan di Masjid Sabilussalam di daerah Cihampelas, Tamansari, tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan, serta menjadi aktivis di masjid itu saat berusia muda. Disana, selain mengenang juga ingin bersilaturahmi dengan para tetangga dan teman-teman.
Masjid yang lumayan luas dengan berkapasitas kurang labih 125 Jemaah tersebut saat itu dalam keadaan cukup penuh, dominan anak-anak, remaja dan pemuda. Para sesepuh yang berada disekitarnya sebagian besar melaksanakan di masjid satu lagi. masih satu Rukun Tetangga (RT), hanya berjarak sekitar 10 blok.
Kultum sebelum tarawih di sampaikan oleh ustaz pengurus DKM setempat, teman yang usianya lebih muda dari saya. Tema yang diambil adalah tentang peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Sang Maha Pencipta.
Memasuki hari ketiga, pagi harinya saya bersepeda ngabeubeurang (aktivitas menunggu waktu siang) ke Katapang, Kabupaten Bandung yang berjarak kurang lebih 25 kilometer dari rumah di Sukagalih, Sukajadi. Dari situ rencananya kembali ke Kota Bandung sore hari ngabuburide menuju lapak gorengan punya salah seorang teman pesepeda.
Sayangnya, sebelum waktu Ashar turun hujan besar dan tidak berhenti sampai menjelang buka, membuat saya tertahan yang akhirnya saya buka dan salat magrib di Katapang. Setelahnya saya langsung tancap pedal meski diiringi rintik hujan yang berangsur-angsur mengecil.
Di tengah perjalanan, saat tiba waktunya salat Isya, saya berhenti dan menuju sebuah masjid kecil di perbatasan antara Cangkuang dengan Sukamenak, Kabupaten Bandung, sekaligus menjadi Jemaah tarawih di masjid yang berkapasitas sekitar 70 orang tersebut.
Saat itu. Jemaah cukup penuh hingga kebagian selasarnya, pemateri kultum adalah ustaz setempat yang sudah berusia lanjut, Â beliau meyampaikan materi tentang ajakan lebih massif dalam memakmurkan masjid terutama selama bulan ramadan.
Di hari-hari selanjutnya hingga memasuki minggu ke-2 , saya tidak melakukan bertaling, tapi tarawih di masjid di mana saya berdomisili, Al-Mutaqin. Selain kondisi kesehatan dan fisik sedang kurang baik, tiap hari turun curah hujan cukup tinggi dan lama, dari sore hingga malam hari.
Sekali lagi, bertaling hanyalah sekedar aktivitas saya di moment Ramadan, bukan bermaksud pamer ibadah. Intinya saya tengah melakukan hal sederhana dalam rangka kampanye dan memotivasi gerakan budaya bersepeda kemana saja dan aktivitas apa saja kepada masyarakat untuk lingkungan yang lebih baik.
Salam sehat, semangat, dan selalu berdo'a. Selamat menuanikan ibadah-ibadah di bulan Ramadan bagi yang menjalankannya, semoga mendapat berkah dan keselamatan dunia dan akhirat. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H