Cikapundung merupakan nama Sungai di Kota Bandung berasal dari bahasa Sunda, Ci/Cai (air) dan nama tanaman kapundung atau kepundung (Baccaurea spp). Â
Sungai ini membentang dari hulu di Maribaya, Lembang Kabupaten Bandung Barat ke hilir di sungai Citarum Bale Endah/Krapyak, Kabupaten Bandung sepanjang 28 kilometer.Â
Dalam satu anekdot orang Bandung, sungai Cikapundung merupakan sungai terpanjang di dunia karena membelah Asia -- Afrika, maksudnya sungai ini melintasi Jalan Asia Afrika Kota Bandung.Â
Selain memiliki riwayat unik dan bersejarah, sungai ini menjadi salah satu saksi perjalanan panjang Bandung dari masa ke masa. Mengalami berbagai terpaan seperti banjir, penyempitan lahan, pencemaran dan digerus zaman.
Saya lahir dan dibesarkan di salah satu wilayah yang dilintasi sungai Cikapundung , tepatnya di Kp. Cimaung RT.07 RW.07 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.Â
Tinggal di daerah tersebut selama 44 tahun dari tahun 1971 sampai dengan 2015, terpotong  tiga tahun karena saat SMP saya tinggal bersama kakak di Kabupaten Purwakarta, tahun 1985-1988.
Meskipun demikian, sebenarnya sejak kecil saya tidak terlalu sering berinteraksi di sungai selain karena dilarang orang tua bermain ke sana, posisi rumah saya tidak berada tepat di bantaran, jaraknya sekitar 25 meter dan terhalangi belasan blok-blok rumah.Â
Sesekali ke sungai untuk berenang diajak kakak tahun 80an saat airnya masih mengalir banyak dan masih lumayan jernih serta tidak terlalu banyak pencemaran dan perubahan warna pekat seperti sekarang. Â Â Â
 Cerita-cerita tentang sungai Cikapundung di daerah saya tersebut lebih sering didapat dari obrolan teman-teman tetangga yang rumahnya tepat dipinggir sungai dari mulai kisah lucu, seru, unik, romantisme, horor, mengerikan, hingga mistis.Â
Konon di pinggir sungai dekat rumah salah satu teman ada sebuah kerajaan jin, beberapa orang pernah mengalami hal-hal mistis di sana.
Setelah dewasa malah terbilang langka untuk bersengaja ke sungai apalagi kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kalau pun ke sana saat ada kerja bakti atau silaturahmi dengan tetangga-tetangga yang rumahnya berada dipinggir sungai.Â
Saya pun pernah beraktivasi atau berinteraksi di sungai Cikapundung meskipun bukan di lintasan sungai daerah tempat saya tinggal, kegiatan dilakukan dalam rangka pendidikan, pelatihan, bersepeda, fotografi, dan kampanye lingkungan khususnya terkait sungai dan air.Â
Pada saat kelas satu SMA di tahun 1989, saya mengarungi sungai Cikapundung yang melintasi daerah Bukit Jarian, Ciumbuleuit dalam kegiatan pramuka yaitu pelatihan oudoor (outbond istilah sekarang).Â
Jadi, setelah 22 tahun kemudian saya mengikuti arung jeram bersama teman-teman pesepeda di komunitas Sapedah Suka Suka (SaSuSu) dalam program Green Revolution Cikapundung River yang diadakan oleh sekelompok pegiat lingkungan tahun 2011.
Di tahun 2011 juga saya mengikuti renungan alam di daerah lintasan sungai Cikapundung , Kampung 200 Cisitu dalam peringatan Hari Amal Bakti (HAB) Kementrian Agama Kota Bandung. Kegiatannya pelepasan ratusan burung kutilang, dan bibit ikan serta arung jeram, dihadiri Wali Kota saat itu, Dada Rosada.
Selanjutnya di tahun 2014 bersama Earth Hour ngaprak (mengarungi) Cikapundung  dari PLTA Dago Bengkok, Ciumbuleuit, Cisitu, hingga Babakan Siliwangi. Diadakan dalam rangka Hari Air Dunia.Â
Dan di tahun yang sama mengikut kegiatan Boseh to Graphy Bike to Boseh"PR" bertajuk Kehidupan di Sungai.Â
Saat itu objek foto yang saya ambil adalah Kampung  200 di daerah Cisitu, kawasan pemukiman padat yang berada di pinggir sungai, tersusun sedemikian rupa hingga mirip kampung padatnya "Favela" Brazil. Sekarang menjadi objek wisata alam dengan nama Kampung Pelangi 200.
Sejak saat itu saya jarang bahkan belum pernah lagi beraktivasi di sungai Cikapundung, hanya sekedar melintas saja, melihat dari fly over pasupati, dan mengunjungi spot-spot yang berada di pinggir sungai seperti Cikapundung River Spot di Jalan Ir. Sukarno, Teras Cikapundung di Jalan Siliwangi, dan Taman Film di Tamansari. Â
Bahkan terkesan saya tidak lagi perhatian dan melupakannya terlena dengan aktivitas yang lain. Tapi jauh dari lubuk hati yang paling dalam berharap semoga sungai Cikapundung kedepan menjadi sungai yang humanis di Kota Bandung.
Salam lestari, tetap sehat, semangat, dan waspada. Semoga pandemi segera berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H