Mohon tunggu...
Karen
Karen Mohon Tunggu... Lainnya - Hi

Salam kenal!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Digugat 4,2 Miliar, Artis Jefri Nichol Terjerat Wanprestasi

5 Mei 2021   11:45 Diperbarui: 5 Mei 2021   12:03 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama anggota kelompok: 

1. Winnie Stevani - 2051001

2. Aguslina - 2051008

3. Adam Mahendra - 2051120

4. Suryani Ling - 2051033

5. Selina - 2051003

Dosen Pengampu: Shenti Agustini, S.H., M.H.

Universitas Internasional Batam

Kronologi Kasus Wanprestasi Jefri Nichol

Kasus ini bermula pada tanggal 1 Juni 2019, di mana Jefri Nichol dituduh melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kerja sama dengan Falcon Pictures. Jefri Nichol dan Ibunya beserta Baetz Agagon (Manajer Jefri) digugat oleh Falcon Pictures karena Jefri Nichol telah menerima honor awal sebesar Rp 280 juta, tetapi tidak menyelesaikan 4 film sesuai kontrak diantaranya Dear Nathan: Hello Salma, Ellyas Pical, Bebas, dan Habibie & Ainun, melainkan menerima tawaran film lainnya. Dikatakan Jefri Nichol sebenarnya sudah tidak menjalani kewajiban syuting filmnya sejak 2018 tetapi tidak terdapat itikad baik dari Jefri. Selain itu, pihak Falcon Pictures juga mengatakan bahwa Jefri tidak menjaga nama baiknya karena pernah tersandung kasus narkotika dan ditangkap pada 22 Juli 2019 silam akibat perbuatannya.

Dari pihak Jefri Nichol sempat melakukan mediasi dengan Falcon Pictures karena merasa tidak melanggar kontrak kerja sama, sebab ia tidak pernah diberi jadwal syuting oleh Falcon Pictures. Sayangnya, upaya mediasi ini gagal sehingga berlanjut kepada penggugatan terhadap Jefri Nichol dan dua tergugat lainnya yaitu Ibunya dan manajernya Baetz Agagon.

Pihak Falcon Pictures mengajukan gugatan terhadap Jefri Nichol, Ibunya, serta Baetz Agagon untuk mengganti 300% dari honorarium sesuai dengan kontrak kerjasama pada tanggal 4 April 2018 sebesar Rp 4,2 milyar. Uang denda ini merupakan pengganti atas kerugian materiil seperti biaya produksi, promosi, dan operasional, serta kerugian imateriil juga. Kemudian, pada tanggal 16 Desember 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan putusan bahwa Jefri Nichol beserta tergugat lainnya terbukti melakukan wanprestasi dan wajib membayar ganti rugi sesuai dengan gugatan penggugat yaitu sebesar Rp 4,2 milyar karena wanprestasi.

Kecewa dengan hasil putusan pengadilan, pihak Jefri Nichol memutuskan untuk mengajukan banding pada 23 Desember 2020 terhadap putusan Nomor 171/Pdt.G/2020/PN.JKT.SEL. Alasan pihak Jefri Nichol mengajukan banding karena dirasa putusan pengadilan tersebut kurang mencerminkan rasa keadilan, di mana pihak Jefri Nichol merasa bukti serta saksi yang dihadirkan dalam persidangan cukup untuk membuktikan tergugat tidak melakukan wanprestasi.

Apa Itu Wanprestasi?

Wanprestasi merupakan suatu perbuatan di mana adanya kewajiban yang tidak dilaksanakan atau tidak dipenuhi oleh debitur sebagaimana yang telah ditentukan di dalam perikatan khususnya perjanjian, baik secara sengaja dilakukan maupun karena kelalaian debitur. Sebagai konsekuensi karena wanprestasi, pihak debitur harus membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan atau pihak yang dirugikan bisa melakukan penuntutan pembatalan perjanjian. Wanprestasi dapat terjadi karena disebabkan oleh 2 faktor yaitu kelalaian debitur terhadap perikatan dan keadaan memaksa (overmacht atau force majeure) sehingga debitur tidak dapat disalahkan.

Tindakan Wanprestasi Jefri Nichol Berdasarkan KUHPerdata

Kontrak kerja sama yang telah disepakati antara Jefri Nichol dengan Falcon Pictures telah memenuhi 4 syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat-syarat tersebut yakni kesepakatan yang mengikat, kecakapan hukum, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Apabila perjanjian telah sah maka selalu ada kemungkinan terjadinya wanprestasi. Berdasarkan fakta hukum, Jefri Nichol tersandung kasus wanprestasi terhadap kontraknya dengan Falcon Pictures karena diduga tidak menjalankan kewajibannya sebagai aktor di 4 film yaitu Dear Nathan: Hello Salma, Ellyas Pical, Bebas, dan Habibie & Ainun. Menurut Pasal 1239 KUHPerdata, wanprestasi yang dilakukan oleh aktor Dear Nathan ini berupa kelalaian prestasi untuk berbuat sesuatu yaitu melakukan syuting film dari Falcon Pictures.

Wanprestasi yang dilakukan oleh Jefri Nichol dikenakan Pasal 1243 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa debitur yang tetap lalai untuk memenuhi perikatan dan melampaui waktu yang telah ditentukan harus memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan yang diwajibkan. Akibat kelalaiannya yang mengakibatkan tindakan wanprestasi, Jefri Nichol digugat oleh Falcon Pictures di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain itu, sang aktor telah menerima honor sebesar Rp 280 juta, tetapi ia masih menjalin kontrak kerja sama dengan perusahaan lain sehingga menunjukkan bahwa Jefri Nichol tidak beritikad baik dengan perjanjiannya dengan Falcon Pictures.

Demi mengatasi kasus ini, Jefri Nichol membuka upaya perdamaian melalui mediasi, tetapi upaya tersebut tidak berhasil sehingga pihak Falcon Pictures tetap membawa gugatannya ke majelis hakim untuk diadili. Kemudian, hal yang sangat disayangkan dalam kasus ini bahwa Falcon Pictures tidak melayangkan somasi atau surat teguran kepada Jefri Nichol. Berdasarkan pengakuannya, Jefri Nichol tidak pernah mendapat panggilan dari pihak Falcon Pictures untuk melakukan syuting dan tanpa disadari ia telah melakukan wanprestasi.

 

Upaya Penegakan Hukum Wanprestasi Jefri Nichol Berdasarkan KUHPerdata

Dalam melakukan suatu perjanjian dengan seseorang, salah satu pihak pasti mengalami tindakan wanprestasi atau ingkar janji terhadap kesepakatan yang telah disepakati oleh dua belah pihak dari awal. Salah satunya yang dialami oleh aktor muda Indonesia yang bernama Jefri Nichol diduga telah melakukan tindakan wanprestasi terhadap perjanjian kerja sama dengan Falcon Pictures.

Ganti kerugian di dalam Pasal 1244-Pasal 1246 KUHPerdata memiliki 3 unsur yaitu biaya, rugi, dan bunga. Tuntutan yang dilayangkan oleh Falcon Pictures terhadap Jefri Nichol mempunyai kaitan ganti kerugian dalam KUHPerdata, diantaranya adalah:

  • Biaya

Mengembalikan dana yang telah diberikan oleh pihak Falcon Pictures sebagai honorarium kepada Aktor Jefri Nichol senilai Rp 280.000.000.

  • Rugi

Kerugian yang didapatkan oleh Falcon Pictures adalah akibat terhambatnya produksi ke-empat judul film (Dear Nathan: Hello Salma, Ellyas Pical, Bebas, dan Habibie & Ainun) yang di produksi oleh Falcon Pictures dan seharusnya diperankan oleh Jefri Nichol.

  • Bunga

Falcon Pictures berencana hendak memproduksi ke-empat judul film yang akan diperankan oleh Jefri Nichol. Kemudian, Falcon Pictures telah menghitung seluruh keuntungan yang akan diperolehnya. Namun, aktor Jefri Nichol telah melakukan suatu pelanggaran kontrak kerjanya dengan Falcon Pictures, maka keuntungan yang sudah diperhitungkan tersebut mengalami pengurangan dan menjadi terhambat. Atas dasar itu, Falcon Pictures menuntut Aktor Jefri Nichol sejumlah Rp 4,2 milyar ke pengadilan karena wanprestasi tersebut.

Oleh karena itu, upaya dalam penegakan hukum dalam tindakan melawan hukum yang berupa wanprestasi pada kasus yang dialami oleh Jefri Nichol adalah:

  • Falcon Pictures sebagai pihak yang merasa dirugikan akibat tindakan wanprestasi yang telah diperbuat oleh aktor Jefri Nichol dapat melakukan penuntutan pemenuhan perjanjian serta meminta ganti kerugian kepada pihak yang telah melakukan tindakan wanprestasi. Ganti kerugiannya bisa mencangkup biaya kerugian yang timbul akibat dari adanya tindakan wanprestasi yang telah diperbuat oleh salah satu pihak.
  • Apabila menggalami tindakan wanprestasi maka tindakan yang dapat dilakukan adalah melayangkan somasi atas tindakan wanprestasi yang telah dilakukan oleh salah satu pihak.
  • Somasi memiliki tujuan tertentu untuk mengingatkan agar salah satu pihak yang hendak melakukan tindakan wanprestasi sehingga dapat melaksanakan kembali kewajibannya sesuai di dalam perjanjian/perikatan yang sah secara hukum.

Pandangan Penulis

Pada setiap hubungan perjanjian maupun hubungan kontrak, terdapat kemungkinan terjadinya konflik antara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Hal ini bisa terjadi karena salah satu pihak melanggar perjanjian, serta akibat dari perbedaan penafsiran terhadap kontrak. Dalam hal ini solusi yang dapat ditempuh salah satunya dengan jalan berdamai atau mediasi. Namun, apabila perdamaian tidak dapat dilakukan maka kasus wanprestasi dapat diselesaikan di pengadilan.

Kasus wanprestasi yang dialami oleh Jefri Nichol, Falcon Pictures selaku pihak yang merasa dirugikan menggugat Jefri Nichol atas wanprestasi yang dilakukannya. Falcon Pictures menggugat Jefri Nichol dan dua orang lainnya atas tuduhan wanprestasi. Namun, dari pihak Jefri Nichol sendiri beralasan bahwa ia tidak merasa melakukan wanprestasi terhadap kontraknya karena dari pihak Falcon Pictures tidak pernah memberikan jadwal syuting film.

Dalam menyelesaikan perkara wanprestasi seperti kasus Jefri Nichol, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah perundingan atau mediasi antara kedua belah pihak. Dalam mediasi, solusi untuk menyelesaikan masalah wanprestasi adalah berdamai dan tanpa proses lebih lanjut ke pengadilan. 

Para pihak dalam melakukan mediasi perlu mengkaji ulang hak dan kewajibannya sesuai dengan kontrak, dan mengapa wanprestasi tersebut dapat terjadi. Jika dirasa alasan-alasan terjadinya wanprestasi dapat diterima, maka salah satu pihak dapat diberikan kelonggaran untuk menjalankan kembali kewajibannya sehingga wanprestasi dapat terselesaikan secara non-litigasi.

Apabila mediasi tidak dapat meyelesaikan perkara, maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan secara hukum. Ini bertujuan untuk memaksa pihak lawannya dalam wanprestasi yang dianggap melanggar, agar dapat menepati kewajibannya, mengakhiri kontrak perjanjian, meminta ganti rugi, atau menuntut seluruhnya. Jika, mengajukan gugatan ke pengadilan dinilai terlalu sulit dan proses mengadili yang terlalu banyak memakan waktu, kasus wanprestasi dapat diselesaikan dengan cara arbitrase yaitu mengajukan perkara ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Kesimpulan

Sudah kesekian kali tidak pahamnya para pihak terhadap ketentuan dalam melakukan perjanjian serta tidak mengetahui hak dan kewajibannya menjadi penyebab seseorang digugat atas wanprestasi. Mudahnya menyetujui kontrak dan tidak ingin bertele-tele menjadi penyebab utama seseorang melakukan perjanjian dengan tergesa-gesa sehingga tidak paham terhadap perkara-perkara dalam perjanjian tersebut. Pada dasarnya kasus pelanggaran perjanjian atau wanprestasi disebabkan kelalaian atau ketidakpahaman para pihak. Hal ini seharusnya dapat dihindarkan dengan pemahaman secara hukum terhadap hak dan kewajiban sebelum melakukan kontrak, serta kejelasan perkara dan perjanjian di dalam kontrak agar dapat terhindar dari perbedaan penafsiran atau kerugian yang dapat timbul akibat wanprestasi tidak terduga dari kedua belah pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun