Biasakan membaca tulisan secara keseluruhan supaya bisa menangkap esensi dari tulisan.
Akhir-akhir ini saya terpanggil untuk menarasikan tentang kampung Kolang. Bagi saya narasi ini penting, karena tradisi lisan sudah berkembang di tengah-tengah orang kolang sementara tradisi tertulis masih sangat minim.
Setidaknya saya sebagai orang Kolang perlu menarasikannya secara tertulis perihal Kolang dan sejarahnya.
Kolang adalah nama sebuah desa yang terdapat di kecamatan Kuwus Barat, kabupaten Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah desa ini sekitar 4,21 km, dengan jumlah penduduk tahun 2020 sebanyak 1.109 jiwa. Sekitar 90% kawasan Kuwus Barat merupakan perbukitan (Wikipedia).
Ata Reba Kolang dan Minimnya Informasi.
Saya mengkritik diri saya sendiri, karena saya sebagai ata reba (anak muda) Kolang kurang memiliki atensi terhadap sejarah dari kampung ini.
Hal ini dibuktikan dengan ketidaktahuan saya akan sejarah kampung Kolang, mengapa ada kampung Kolang, mengapa dinamakan Kolang, dari mana datangnya orang-orang Kolang.
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan yang bernada tanda koma ini. Karena saya tidak tahu. Paling tidak saya mengakui ketidaktahuan saya, seperti kata Sokrates saya tahu bahwa saya tidak tahu sebagai bentuk kerendahan hati saya untuk mau belajar dan mengenal kampung saya.
Ketidaktahuan ini mengantar saya pada hasrat ingin tahu tentang kampung saya berasal karena pada dasarnya seperti Aristotoles katakan bahwasanya setiap manusia mempunyai hasrat untuk ingin tahu.
Di Kolang sendiri, setiap kali orang-orang Kolang membuat acara, dalam pembicaraan selalu diceritakan tentang Empo (nenek moyang) dan berbagai cerita yang berkaitan dengan orang Kolang. Hanya saja, tradisi lisan ini masih belum dinarasikan secara tertulis.
Apakah Ata Kolang berasal dari Minangkabau?
Menurut penuturan lisan yang saya dengar dari ata tu'a (orang-orang tua) Kolang bahwasanya nenek moyang kampung bernama Pesau.
Pesau ini berasal dari Minangkabau. Akan tetapi setelah saya menelusuri catatan dan silsilah orang Minangkabau, saya tidak menemukan silsilah tentang orang Minang yang menjadi asal-usul orang Kolang.
Setidaknya dari berbagai sumber baik lisan maupun tertulis, orang Kolang pertama berasal dari Minangkabau yang bernama pesau.
Pesau berlayar dari Minangkabau atau Sumatra Barat sekarang menuju Goa, Makassar. Ia menetap sementara waktu di Goa untuk kemudian berlayar ke Bima. Dari Bima dia berlayar ke Warloka, Labuan Bajo.
Dari Warloka menuju ke Nangalili dan kemudian melanjutkan ke Lembah Beo Kolang. Saya juga menjadi yakin karena masyarakat di wilayah Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur), bahkan sebagiannya di wilayah Pulau Flores mengaku nenek moyang mereka berasal dari Minangkabau.
Selain itu terdapat bukti sejarah kedatangan orang Minangkabau di kedaluan Kolang ribuan tahun lalu di Flores Barat yaitu di lembah kolang. Orang Minangkabau itu menyusuri lembah-lembah dengan melewati daerah aliran sungai Wae Impor.
Kemudian mereka tiba di Kampung Lembah Kolang dan menetap ke perkampungan itu hingga meninggal dunia. Hingga saat ini, bukti kuburannya masih bisa dilihat (Sumber ini diambil dari tulisan Markus Makur di Kompas.com).
Mbereh dan Pusu Wokok Data Kolang
Semasa kecil sampai saat ini, saya bisa melihat mbereh-nya orang-orang Kolang. Setiap pagi, orang-orang Kolang pergi ke kebun untuk mengolah pertanian dan perkebunan. Sorenya bapak-bapak membawa kayu dan ibu-ibu membawa roto.
Saya pun merasakan hal ini ketika hadir langsung di tengah-tengah kampung Kolang dan sungguh-sungguh merasakan nuansa mbereh ini dalam diri ata Kolang. Bagi saya, setiap kali mengingat atau menyebut kampung Kolang, pikiran pertama yang muncul adalah ata kolang, ata mbereh.
Saya hanya menyesali bahwa mbereh data Kolang ini tidak diimbangi dengan sistem, sarana dan prasarana pemerintah. Pemerintah kurang memperhatikan indikator proxy kesejahteraan petani (NTP).
Pemerintah juga kurang melihat perbandingan antara Indeks harga yang diterima petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib) ( NTP). NTP data Kolang selalu kurang lebih 100, artinya para petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Selain mbereh, ata kolang juga saya kaitkan juga dengan pusu wokok. Saya melihat dan merasakan juga banyak ata Kolang yang pusu wokok. Setidaknya, saya mengakui juga bahwa ayah saya adalah orang yang pusu wokok dan saya juga mempunyai kemungkinan untuk pusu wokok.
Pusu wokok mungkin berkonotasi negatif, akan tetapi pusu wokok bagi saya memiliki nilai dan muatan filosofis yang cukup mendalam. Seyogianya, Pusu wokok-nya orang Kolang demi semata-mata untuk kebaikan dan kebenaran.
Ata Kolang adalah orang yang mempunyai prinsip hidup. Saat berbenturan dengan ketidakadilan, di situlah muncul pusu wokok. Ata Kolang adalah orang yang tegas. Saat anak-anak mereka menyeleweng dari kebenaran hidup di situlah muncul pusu wokok. "Di mana ada Ata kolang, di situ ada pusu wokok".
Menjadi Ata Kolang
Saya pun kemudian tidak pernah berhenti berefleksi tentang arti "menjadi ata Kolang". Saya membawa nilai mbereh di mana saja saya berada dan menganut pusu wokok saat keadilan tidak tercapai.
Dalam perjalanan waktu, saya belajar bahwa nilai mbereh data Kolang sangat relevan untuk manusia-manusia zaman ini. Akan tetapi, pusu wokok menurut saya pribadi perlu dilihat secara mendalam lagi.
Orang-orang kolang yang pusu wokok, membela kebenaran dan keadilan, akan seperti sepert Sokrates dalam dunia Yunani kuno, ia dijauhi dan diadili. Mungkin juga akan seperti "Yesus yang pusu Wokok" demi kebenaran tetapi berakhir pada palang kematian.
Saya menyetujui nilai pusu wokok ini, hanya saja saya kurang menyetujui cara menyampaikan pusu wokok ini "karena daya refleksi manusia zaman ini". Ata Kolang ata pusu wokok melihat segala sesuatu secara ontologis.
Ata pusu wokok untuk kebenaran dan kebaikan tidak akan peduli dengan cara yang mereka sampaikan tetapi mereka memiliki hati yang tulus untuk menyampaikan kebenaran. Mereka mempunyai tujuan yang baik.
Walau begitu, cara pandang orang-orang saat ini hanya mementingkan sisi fenomen, sisi lahiriah saja. Secara fenomen baik dan halus tetapi secara ontologis licik dan menghanyutkan.
Meskipun begitu, untuk beradaptasi dengan dunia, orang-orang yang membela kebenaran dan kebaikan secara tegas atau ata pusuk wokok yang membela kebenaran dan kebaikan perlu mempelajari cara-cara baru untuk menyampaikan gagasan, maksud dan tujuan. Pada akhirnya "saya tetap bangga menjadi ata kolang".
*) Ata kolang: orang yang berasal dari kampung kolang. Ata Pusu wokok (pucu wokok): orang yang keras kepala, labil. Ata Reba: anak muda. Ata tu'a: orang tua. Mbereh : kuat (saya cendrung menafsirkan kata mbereh ini dengan kata tekun, semangat).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI