Beban sebesar 5 trilun juga harus dialokasikan pemerintah demi program awal 'bagi-bagi kompor listrik induksi'. Jaminan pembagian gratis tidak bisa begitu saja memicu perubahan perilaku masyarakat dalam proses penggunaan kompor sebagai alat masak sehari-hari. Apalagi kompor listrik yang rencananya dibagikan berdaya listrik paling kecil seribu watt. Â
Pertanyaan berikutnya memancing kegetiran hingga protes emak-emak, apakah harga 1,5 juta per satu buah kompor listrik induksi ini sudah termasuk dengan wajan memasak? Persoalan baru pun bertambah, ekosistem kompor listrik induksi dirasa belum memadai dan populer.Â
Walaupun diyakini oleh menteri BUMN masa transisi tidak akan begitu sulit, tapi pernyataannya kontradiktif dengan mbagaimana tidak perlu adanya keharusan pelanggan 950 VA menambah daya demi kompor listrik induksi.
Mengubah kebiasaan masyarakat dalam keseharian mereka memasak sangatlah penting ketimbang sekedar mengucurkan program 'bagi-bagi kompor listrik induksi'. Jangan sekedar 'One hit wonder', euforia pada awalnya dan berlangsung pendek.
Ambil contoh di Nusa Tenggara Timur sana, bagaimana sebanyak 100 ribu kepala keluarga masih 'gelap gulita' hidup di tengah sulitnya listrik. Titik simpulnya, bagaimana ekosistem penyebaran listrik sendiri masih belum merata, tidak menjangkau sepenuhnya masyarakat di seluruh Indonesia. Hal inilah yang saya rasa perlu diselesaikan dahulu sebelum berlanjut bicara konversi kompor listrik induksi.Â
Seringkali kita luput memerhatikan, bahwasanya sesuatu yang menjadi 'kebiasaan' sulit dientaskan dengan hal-hal baru yang secara teoritis itu lebih baik. Segmentasi psikografis masyarakat Indonesia begitu variatif. Saya sepakat untuk dikaji lebih mendalam, sehingga manfaat akan terlihat lebih besar ketimbang mudharat.
Saya sepakat kita memerlukan transisi energi ditengah fase krisis saat ini, saya juga lantang demi penghematan energi, namun semua rencana baik di masa depan memerlukan kehati-hatian, ojo kesusu kalau pak Jokowi bilang. Perlunya transisi kebiasaan, penyesuaian, hingga ekosistem yang saling menunjang adalah keharusan bagi pengelola negara demi masyarakat.
Semoga bermanfaat.Â
-AKK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H