Mohon tunggu...
Hanny Kardinata
Hanny Kardinata Mohon Tunggu... Desainer -

Pendiri situs pengarsipan Desain Grafis Indonesia (dgi.or.id), penulis buku Desain Grafis Indonesia dalam Pusaran Desain Grafis Dunia (2016).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjalanan Kembali (1)

10 Juli 2017   12:30 Diperbarui: 11 Juli 2017   12:27 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1. Jakarta Clock, Hanny Kardinata dan Pradnya Paramita (Tim DGI), 2015.

Tentu ada masa-masa adaptasi yang harus dilalui oleh Hana terlebih dulu. Saat uang peninggalan suaminya hampir habis, ia mulai berpikir untuk bercocok tanam sendiri. Berbagai kesulitan pun menyertainya, karena ternyata belajar dari buku saja tidaklah cukup. Beruntung ada tetangga yang bersedia mengajarinya. Hana belajar hal baru setiap harinya. Seperti: "Tak ada pupuk. Pakai daun kering saja." atau "Jangan diberi air. Biarkan saja." Perlahan-lahan ladangnya pun membuahkan hasil. Di depan foto suaminya, ia bercurah hati: "Kami pindah kemari untuk menghindari pandangan orang, tapi kami menjadi akrab dengan penduduk desa. Awalnya memang sulit, tapi kami akan mengatasinya." (Gb. 4)

4. Sebuah adegan dalam film Wolf Children (2012), Mamoru Hosoda (1967). Kisah tentang seorang ibu yang baik hatinya dan sangat mencintai anak-anaknya walau fisik mereka berbeda (separuh-manusia separuh-serigala). Hana menggambarkan karakter seorang ibu yang kuat, berani, dan bersedia melakukan apa pun demi kehidupan yang lebih baik bagi kedua anaknya, Yuki dan Ame.
4. Sebuah adegan dalam film Wolf Children (2012), Mamoru Hosoda (1967). Kisah tentang seorang ibu yang baik hatinya dan sangat mencintai anak-anaknya walau fisik mereka berbeda (separuh-manusia separuh-serigala). Hana menggambarkan karakter seorang ibu yang kuat, berani, dan bersedia melakukan apa pun demi kehidupan yang lebih baik bagi kedua anaknya, Yuki dan Ame.
Bangsa Jepang memang banyak sekali melahirkan karya film, terutama animasi, yang berlatarbelakang kehidupan di pedesaan. Menggambarkan masyarakat pedusunan yang dekat dengan alam sekitarnya, atau dengan kebiasaan-kebiasaannya yang dirasa ganjil bagi orang kota. Beberapa di antaranya menonjolkan kontras antara gaya hidup di kota dan di desa, memperlihatkan bagaimana warga pendatang berusaha keras beradaptasi dengan tempo yang lebih lambat di desa.

Misalnya pada karya-karya animasi yang diproduksi oleh Studio Ghibli (1985), yang terkemuka melalui kedua pendirinya, Hayao Miyazaki (l. 1941), dan Isao Takahata (l. 1935). Keduanya memiliki kepedulian serupa terhadap lingkungan hidup, nilai-nilai tradisi pedesaan, dan spirit animisme yang terkandung di dalam cerita-cerita rakyat Jepang. Walau belakangan Studio Ghibli mengadopsi teknologi baru (komputer grafis), karya-karyanya tetap menunjukkan komitmen mereka untuk (sebagian besar) tetap digambar menggunakan teknik tradisional, yaitu dengan tangan (hand-drawntechnique).

---------

[1] Capra, Fritjof. 2002. Kearifan Tak Biasa: Percakapan dengan Orang-orang Luar Biasa. Yogyakarta: Bentang Budaya.

[Bersambung » ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun