Mohon tunggu...
Moh Syihabuddin
Moh Syihabuddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemikiran Islam dan Pemerhati Sosial Budaya

Peminat keilmuan dan gerakan literasi, peduli terhadap permasalahan sosial dan tradisi keislaman masyarakat Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mencegah "Gejolak" Perang Arab Saudi vs Iran di Indonesia

21 Mei 2020   00:54 Diperbarui: 21 Mei 2020   01:08 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, identitas ke-Arab-an. Iran dan Arab Saudi merupakan negara yang sama-sama mengklaim sebagai negara Arab yang asli, dalam arti suku Arab paling beradab, paling cerdas dan paling berbudaya. Arab Saudi sebagai negara Arab di kawasan Jazirah "merasa" yang paling layak untuk menyandang sebagai pelindung agama Islam dan pemimpin dunia Islam, dengan (sedikit) mengesampingkan negara Arab di Suriah, di Afrika Utara dan di Persia.

Begitu juga Iran, "merasa" sebagai negara Arab yang mewarisi tingginya kebudayaan Persia, kekaisaran Sasaniah dan Parthiah. Iran pun menegaskan dirinya sebagai negara besar yang paling layak memimpin dunia Islam. Tidak heran jika kemudian berkobarnya Arab Spring mendorong Iran membentuk bulan sabit syi'ah yang membentang dari Iran, Iraq hingga ke Suriah yang memampukan membuka akses ke laut Mediterania.

(klaim) Identitas kepemimpinan dunia Islam dua negara Arab ini diperkuat dengan penguasaan dan branding "kota suci". Arab Saudi menguasai dua kota suci umat Islam sunni di Hejaz, Mekkah dan Madinah, yang kemudian "disambut" dengan Iran yang menjadikan Qum sebagai kota suci bagi muslim syi'ah serta Karbala di Iraq sebagai kota suci kedua.

Apalagi jika dikaitkan dengan perseteruan lama antara orang Nejed (asal usul wangsa ibnu Saud, penguasa Arab Saudi) dengan orang Persia maka jalannya konflik sektarian-muslim-global ini semakin nampak, semakin menegaskan dan sekaligus semakin memperluas jangkauan psikologis konflik antara Arab Saudi dan Iran di kawasan Asia Barat.

Sehingga menjadi jelas bahwa, pembelian senjata oleh Arab Saudi pada perusahaan Boeing tidak lain merupakan sebuah langkah untuk memupuk perseteruan di antara mereka, sekaligus menekankan hegemoni di antara kedua negara. Apalagi Iran yang tetap konsisten dengan program-program nuklirnya yang tidak bisa dicegah pasca mundurnya AS dari kesepakatan

Mencegah (Perang) Sunni-Syi'ah di Indonesia

Di Indonesia, pengaruh Arab Saudi dan Iran cukup besar. Keduanya merupakan kiblat yang "membina" komunitas muslim sunni-syi'ah di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan konflik Iran-Arab Saudi juga akan berimbas pada kehidupan keberagamaan dan toleransi masyarakat muslim Indonesia.

Konflik kecil-kecilan sudah pernah terjadi di Indonesia, namun pertempuran yang melibatkan kekuatan besar---milisi bersenjata---antara sunni-syi'ah tidak pernah terjadi. Paling-paling hanya pengusiran, kekerasan sepihak, dan perkelahian antar keluarga yang dimanipulasi sebagai konflik agama, seperti di Sampang-Madura.

Sedikit pengalaman yang pernah ada, dekade terakhir ini pertempuran di Suriah, Iraq dan Afghanistan telah menggerakkan para relawan di kedua belah pihak untuk terlibat langsung dalam pertempuran. Hal ini menjadi sebuah rambu-rambu bagi bangsa Indonesia bahwa konflik sunni-syi'ah juga bisa berdampak pada masyarakat muslim di Indonesia untuk melakukan gesekan. Apalagi jika melihat deretan teroris yang beroperasi di Indonesia---mulai dari Bom Bali I-II hingga Bom-bom lainnya---tidak lain merupakan para alumni kombatan dan milisi dari negara-negara konflik di Asia Barat.

Oleh sebab itu, penting mencegah dan menahan konflik-konflik dari negeri Arab itu masuk ke Indonesia agar tidak mempengaruhi opini publik muslim Indonesia. Dengan kata lain, identitas muslim Indonesia yang terbina melalui toleransi, akulturasi budaya, dan khazanah pemikiran khas-nya---yang sudah mengakar sejak pra-kolonialisme---harus dijaga dan dipelihara sebagai modal utama untuk menciptakan sebuah kehidupan bernegara dan beragama, 

Ada tiga hal yang mempertegas upaya itu mendesak untuk dilakukan, pertama, gagasan Asia Pasifik oleh Indonesia untuk kemakmuran kawasan yang melibatkan negara-negara Asia tenggara, India, Australia, Asia Timur dan Amerika Serikat memerlukan stabilitas dan keamanan yang bisa menjamin lancarnya lalu lintas perdagangan. Gagasan ini merupakan sebuah konsep penyatuan yang melibatkan kekuatan-kekuatan ekonomi dunia untuk bersama-sama membangun kemakmuran bagi negara-negara anggotanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun