Mohon tunggu...
Moh Syihabuddin
Moh Syihabuddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemikiran Islam dan Pemerhati Sosial Budaya

Peminat keilmuan dan gerakan literasi, peduli terhadap permasalahan sosial dan tradisi keislaman masyarakat Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perang Pasca-Covid-19 Harus Dicegah, Indonesia Perlu Ambil Langkah

8 Mei 2020   11:21 Diperbarui: 8 Mei 2020   11:29 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Melihat pertumbuhan dan kekuatan militer Rusia yang terus tumbuh membuat negara-negara Uni Eropa ketakutan dan memerlukan sebuah pertahanan diri yang mandiri tanpa terikat dengan Amerika Serikat.

Pada akhir tahun 2019 Presiden Perancis dan pejabat tinggi di Jerman mengusulkan agar Eropa mempunyai pertahanan sendiri yang bebas dari ikatan NATO. Walaupun sejauh ini belum ada persetujuan dari pihak Amerika Serikat.

Hal itu dilakukan oleh Perancis-Jerman dalam rangka merespon sikap Rusia yang semakin menakutkan dengan peningkatan senjatanya bagi eksistensi komunitas Eropa. Apalagi jika menyangkut dendam Rusia terhadap Ukraina pada 2014 yang bergabung dengan Uni Eropa, tentu masih membekas "rasa sakitnya" dan menjadi duri dalam daging yang akan membengkak dan bisa bergeser pada konflik bersenjata diantara keduanya.

Baik Rusia maupun Uni Eropa (yang dipimpin Jerman-Perancis) sama-sama melakukan memodernisasi alutistanya dengan hululedak nuklir yang bisa dioperasikan secara efektif dan efesien dalam jangkauan tembak. Salah satunya menembakkan saja maka dendam Perang Dunia II bisa-bisa terulang kembali, yang akan menegaskan sulitnya Eropa-Slavia berdamai dengan Eropa-Germanik. 

Di anak benua India, Pakistan dan India masih bersitegang dan terus melangsungkan "peperangan-gencatan senjata" yang tidak pernah ada perdamaian yang diusulkan. Keduanya mempunyai senjata nuklir yang kapan pun bisa diluncurkan untuk menghancurkan satu sama lainnya. 

Tidak heran jika kemudian India terus meningkatkan anggaran belanja militernya, karena was-wasa terhadap Pakistan yang didukung Cina---dimana Cina juga menjadi ancaman bagi pengaruh India di kawasan Asia Selatan.

Arab Saudi, sebagai pemimpin negara-negara Arab Masyrik yang berhadapan dengan Iran tentu tidak mau kalah dengan pertumbuhan persenjataan global. Negara petro dolar itu juga ingin menancapkan pengaruhnya di kawasan teluk Arab yang terus bergejolak dan tarik ulur dengan kepentingan Iran.

Apalagi kawasan buan sabit, yang membentang dari Iran, Irak dan Suriah sepenuhnya sudah menjadi kawasan yang dikendalikan oleh Iran semakin membuat Arab Saudi naik pitam untuk terus mengembangkan pengaruh militernya di kawasan itu.

Demikian pula dengan Iran. Sebagai negara yang kepentingannya menyebar di kawasan Arab tidak segan-segan untuk meningkatkan belanja militernya guna mengamankan aset-asetnya. Milisi-milisi dukungan Iran menyebar dihampir semua negara Arab Masyrik dan memiliki kekuatan militer yang sulit untuk dilumpuhkan.  

Perseteruan Iran vis a vis Arab Saudi nampak nyata di Yaman yang terus menderita akibat perang yang berkepanjangan. Dukungan militer yang nyata dan bantuan militer yang masif pada kedua belah pihak (yang konflik) di Yaman menjadikan Arab Saudi dan Iran terus melakukan modernisasi kemampuan militernya dan peningkatan alutistanya.

Belum lagi di kawasan Laut Natuna Selatan, yang melibatkan konflik kawasan Cina vis a vis negara-negara Asia tenggara membuat kepentingan Amerika Serikat dan Jepang terus dikembangkan di kawasan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun