Adanya kejadian yang dialami oleh suaminya kontan saja membuat seluruh rumahnya, ibunya dan kakeknya, serta bibi-bibinya ikut bimbang dan galau. Suaminya semakin tak bisa dikendalikan karena sudah seperti "mayat" yang tidak memiliki kesadaran dalam pikiran dan hatinya.
Singkat cerita, lenyaplah uangnya 7 juta rupiah itu dan tidak bisa dikembalikan secara utuh lagi.
***
Apa yang bisa kita ambil dari pelajaran kasus tersebut sangatlah penting dan sangat berharga pada masa-masa pandemik ini, lebih-lebih disaat bulan puasa (1441 H) ini.
Dalam kondisi yang serba bosan dan galau, pikiran melayang dan mengandaikan pekerjaan, berharap ada uang datang secara cuma-cuma, dan berupaya mendapatkan pekerjaan yang instans (akibat pengaruh internet yang mengisahkan kaya mendadak) menjadikan banyak orang mudah dipengaruhi dan berfikir tidak rasional. Apalagi dalam posisi menjalani puasa dan bayangan untuk memiliki uang di hari raya fitri membuat kondisi pikiran semakin tak terkendali terjun ke medan-medan irrasional.
Model-model penipuan melalui hadiah, tawaran pekerjaan, minta kiriman pulsa gratis, dan tawaran bonus dari lembaga tertentu menyebabkan pikiran orang mudah menerima dan mudah pula mengikutinya.
Sejatinya bukan sihir atau ilmu ghaib yang diterapkan oleh para penipu telpon tersebut, tapi lebih pada permainan sugesti dan pengelolaan pikiran bawah sadar untuk mendorong korban menuju "penyucian otak". Tehnik yang mereka lakukan menekankan "pengaruh" dan "pengendalian" terhadap ruang-ruang kosong dalam hati dan pikiran.
Metodenya cukup sederhana, yaitu melakukan pembicaraan secara terus menerus dan melangsungkan interaksi secara intensif membicarakan "peluang" atas tawaran yang diberikan. Ketika pembicaraan sudah terlihat akrab dan terasa dekat maka saat itulah mereka akan mulai beraksi dengan memulai pada nomor rekening. Jika pada tahapan ini sudah kena maka untuk seterusnya mudah saja mereka akan memberikan "arahan" dan intruksi untuk mentransfer uang korbanya menuju ke rekening mereka (jumlahnya sangat beragam dan acak untuk menciptakan kebimbangan).
***
Hati yang kosong, sepi dari spiritualitas dan kehadiran Tuhan akan mudah dipengaruhi oleh cara-cara kuno ini. Karena hatinya yang kosong akan kehadiran Tuhan mempengaruhi pikiran masuk pada kondisi diantara tidur dan terjaga, terjaga namun tidur atau sebaliknya, tidur tapi terjaga.
Kondisi hati seperti itu biasanya dihadapi oleh orang-orang yang galau dan pikirannya "menghayal" tanpa disertai dengan kegiatan-kegiatan yang mengembangkan perasaannya, semisal dzikir, membaca buku, intens diskusi, dan rajin menulis hal-hal mendalam (keilmuan). Kondisi hati seperti itu menggiring pada perasaan-perasaan yang kurang fokus, melayang pada khayalan, dan seolah berada dalam keadaan mimpi.