Mohon tunggu...
Moh Syihabuddin
Moh Syihabuddin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemikiran Islam dan Pemerhati Sosial Budaya

Peminat keilmuan dan gerakan literasi, peduli terhadap permasalahan sosial dan tradisi keislaman masyarakat Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minta Jadi Kaya, Salah Sambung Sowan Kiai

7 Mei 2020   02:37 Diperbarui: 7 Mei 2020   03:01 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Moen (kiri) dan Gus Mus (kanan) dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2018 (Foto: Dokumentasi NU Online)

Praktis dengan waktu yang dimilikinya selama menimbah ilmu di pesantren yang dilakukan kiai dahulu ketika menjadi santri adalah belajar, mendalami kitab, dan menulis catatan-catatan penting, yang artinya tidak mencari kekayaan, tidak mencari uang dan tidak pula belajar mendapatkan ilmu yang bisa mendatangkan uang dengan sendirinya.

Kiai, jelas sepanjang hidupnya hanya menjalani perjalanan mencari ilmu dan menggali pengetahuan agama serta meningkatkan cara-cara untuk bisa bermunajat kepada Allah. Tidak ada langkah-langkah dalam ibadahnya mereka "mempunyai target untuk menumpuk harta.

Hal ini pun nyambung dengan perintah Rasulullah kepada seluruh umat Islam untuk melakukan Uthlubal 'Ilma (carilah Ilmu-Agama, bukan Uthlubul Maal (Carilah harta). Rasulullah mengharuskan umatnya untuk belajar tentang agama, bukan belajar tentang menumpuk harta. Sehingga menjadi jelas bahwa para pengikut Rasulullah, Kiai dan santri haruslah dan memang sudah sewajarnya untuk mencari ilmu, bukan mencari harta.

Sepanjang sejarah, golongan-golongan yang menumpuk harta dan mengoleksi kekayaan adalah musuh-musuh para Nabi. Mulai dari Namruj, Fir'aun, sampai Abu Jahal dan Abu Lahab. 

Dan ini sangat bertentangan dengan misi-misi para Nabi yang mengharuskan umat manusia untuk mencari ilmu (agama), ilmu tentang taqwa, bukan cara-cara (yang diklaim sebagai ilmu) untuk mencari harta.

Dengan demikian jelas, upaya seseorang yang meminta kepada seorang kiai tentang ilmu mendapatkan harta, kekayaan, atau uang adalah sebuah salah sambung yang sangat jauh. 

Karena selain salah sasaran, juga salah dalam memanfaatkan jaringannya. Kiai (yang) sejak kecil belajar keilmuan malah dimintai cara-cara untuk mendapatkan harta. Para kiai itu gudangnya ilmu agama, bukan gudangnya harta.  

Seharusnya, jika konsultasi tentang harta dan kekayaan itu bukan kepada kiai, tapi kepada seorang pengusaha, seorang direktur perusahaan, atau orang yang mempunyai banyak properti dan aset pribadi. 

Kepada kiai seharusnya yang dikonsultasikan adalah tentang cara-cara mendapatkan keilmuan agama yang benar, cara sholat yang benar, dan cara-cara menjadi manusia yang meninggalkan dunia secara khusnul khatimah.

Orang yang setiap harinya berusaha untuk mencari harta dan menumpuk kekayaan mereka tak ubahnya pengikut para musuh nabi, kendati "pengakuannya" Islam sekalipun. Karena hatinya lebih condong pada Fir'aun, Namruj, atau Abu Jahal dari pada condong pada hatinya para Nabi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun