Saya mempunyai teman yang sejak awal menikah dulu selalu membicarakan kekayaan. Cita-citanya adalah menjadi kaya secara "ajaib" dan kekayaannya nanti akan dibelanjakan untuk kepentingan "perjuangan" Islam.Â
Tiap hari dia bekerja dengan sangat aktif dan cukup rajin sehingga dalam pikirannya selalu muncul, uang, uang dan uang.
Sebagai seorang santri dia mempunyai "kedekatan" dengan para kiai-kiai yang menjadi langganan pengajian. Kendati tidak pernah belajar di pesantren dia merupakan putra seorang tokoh Nahdliyin di desa dan mempunyai kecenderungan sebagai keluarga santri.Â
Ayahnya merupakan sosok yang dijadikan tempat pengaduan dan konsultasi bagi warga desa yang membutuhkan doa, jalan keluar, solusi hidup, dan menentukan sebuah keputusan, walaupun tidak mengajar ngaji dan tidak punya santri.
Lucunya, pada setiap kesempatan sowan ke rumahnya kiai atau sedang berbincang-bincang dengan kiai dia selalu mendiskusikan ijazah, cara bisa kaya, dan amalan bisa mendatangkan uang.Â
Pertanyaan yang diajukan selalu "Kiai, minta amalan bisa kaya dan rizki barokah kiai!". Selalu berfokus pada "cara cepat menjadi kaya" dengan jalan lain dan mendapatkan banyak uang.
Tidak satu, dua, atau tiga kiai yang dia datangi dan dia mintai doa untuk kerja lancar, rizki cepat, dan awak sehat. Sudah lebih dari dua puluh kiai yang pernah dia ajak konsultasi untuk membuka rahasia cepat kaya dan cepat mendapatkan uang. Sehingga dia mempunyai koleksi doa "cepat kaya" yang sangat beragam dan macam-macam.
Selain salah, menurut hemat saya langkah teman saya itu merupakan "nomor yang salah sambung" dan bisa-bisa memberikan "jalan yang menyesatkan" bagi siapa saja yang melihatnya dan atau generasi muda setelahnya. Bahkan sangat berbahaya jika diikuti dan dijadikan sebagai pijakan berfikir.
Kiai sejak kecil itu merupakan sosok santri. Dia pekerjaannya hanya belajar dan menekuni ilmu. Selama di pesantren dulu para kiai adalah remaja-remaja yang giat mengkaji kitab-kitab salaf, fiqih, tauhid, dan tasawuf guna memperkuat dan menguatkan pemahaman islam-nya yang sesuai dengan ajaran para Ulama salaf.
Tiap siang dan malam pekerjaan santri itu sholat (sunnah dan maktubah), berdoa, membuka kitab, dan mengamalkan amaliyah-doa agar bisa mendalami hakekat keilmuan dan kedalaman makna agama.Â
Mereka tidak henti-hentinya berupaya keras agar menjadi orang yang bermanfaat, memiliki wawasan, berakhlak mulia, dan juga mempunyai pengetahuan dalam beragama yang lebih menyatu dengan hatinya. Â Â