Tiongkok sendiri berhasil menentang putusan arbitrase internasional sebab pengadilan tidak memiliki mekanisme penegakan selain mengandalkan tekanan internasional untuk memaksa kepatuhan Tiongkok. Komunitas internasional, khususnya negara-negara besar mengakui putusan arbitrase internasional mengikat secara hukum dan menekan Tiongkok, meskipun masyarakat internasional melihat pembangkangan Tiongkok sebagai fait accompli yang hanya bisa dibatalkan dengan paksaan. AS bersiap untuk mengambil tindakan koersif atas apa yang dianggap Tiongkok sebagai masalah kepentingan nasional bahwa hanya pemaksaan yang dapat menghasilkan nasionalisme Tiongkok yang meningkat dan mengarah pada peningkatan ketegangan dan eskalasi. Sanksi ekonomi juga tidak berhasil karena Tiongkok sebagai ekonomi terbesar di dunia.
Akibatnya, Beijing mengklaim bahwa setelah putusan lebih dari 70 negara dan organisasi internasional serta organisasi regional telah membuat pernyataan yang menunjukkan pemahaman dan dukungan mereka terhadap posisi Tiongkok. Klaim ini telah dikonfirmasi oleh Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI), menjelang putusan.Â
Pernyataan resmi adalah 31 negara menyuarakan dukungan untuk posisi Beijing, empat negara menyangkal dukungan, dan 26 abstain dalam klaim dukungan Tiongkok. 40 negara meminta putusan arbitrase perlu mengikat secara hukum. Namun, satu bulan pasca putusan, AMTI hanya mengidentifikasi tujuh negara yang secara terbuka menyerukan agar putusan arbitrase dihormati, 33 negara umumnya mengeluarkan pernyataan positif yang mencatat putusan tetapi meminta berhenti menyerukan para pihak untuk mematuhi, sembilan membuat pernyataan netral tanpa membahas putusan dan enam secara terbuka menolak putusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H