Andrea Hirata, penulis novel fenomenal Laskar Pelangi yang terus menghadirkan karya baru. Bukunya yang berjudul Laskar Pelangi berhasil mengguncang dunia perbukuan Internasional dan telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Tak kalah, novelnya yang berjudul Ayah ini mengangkat tema yang sederhana namun dirangkai dengan narasi yang berhasil menyihir pembaca.
Novel ini menceritakan Sabari bin Insyafi yang awalnya tak kenal cinta, tiba-tiba bertemu dengan gadis bermata aduhai bak purnama kedua belas dan lesung pipit sedalam sumur bernama Marlena binti Markoni. Hari-harinya berubah saat itu, pikirannya dipenuhi Lena. Seluruh hidupnya didedikasikan hanya untuk Lena. Namun usaha Sabari ditolak mentah-mentah oleh Lena. Tak peduli seberapa kerasnya perjuangan Sabari, Marlena tetaplah Marlena yang keras kepala dan berjiwa pemberontak.
Suatu hari Marlena mengalami "kecelakaan yang harus dipertanggung jawabkan". Mendengar kabar tersebut, Sabari langsung menyerahkan diri dengan sukarela untuk menikahi Marlena.
Tiba saatnya Marlena melahirkan. Bayi laki-laki mungil yang lahir dirawatnya oleh Sabari dengan sepenuh hati. Meskipun bukan darah dagingnya namun Sabari sangat menyayangi bayi yang diberi nama Zorro itu. Ia menemukan seseorang yang selama ini bersembunyi di dalam dirinya. Orang itu adalah ayah.
Masih dengan latar Belitong dengan ciri khas laut dan pantainya, Andrea Hirata bernarasi dengan lepas, membuat pembaca terbawa suasana dan merasa ikut masuk dalam cerita. Alurnya yang campuran membuat pembaca mindblowing karena penulis cerdas mengaitkan kejadian yang satu dengan yang lain.
Andrea Hirata menggunakan prolog dengan alur mundur dan suasana yang sendu, menarik pembaca semakin penasaran untuk terus hanyut dalam setiap lembarnya. Uniknya, novel Ayah tak hanya menyoroti kehidupan cinta Sabari tapi juga kehidupan tokoh lain yang tak kalah seru dan menghibur. Dalam setiap bab/chapter semua tokoh berkesempatan menjadi tokoh utama namun tak melupakan tokoh utama Sabari. Pembaca tak akan bosan menelusuri setiap rekam jejak tokoh karena gaya bahasa yang ciamik.
Rasanya pembaca yang tak biasa dengan alur campuran ini akan bingung ke mana cerita ini akan berujung dan siapa tokoh utamanya. Andrea Hirata juga memasukkan beberapa candaan tua, yang mungkin tidak akan dimengerti oleh generasi muda. Meskipun begitu, Andrea Hirata berhasil menciptakan karakter yang kuat dari setiap tokohnya sehingga membuat novel terasa hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H