Mohon tunggu...
Kanya Prasetyo
Kanya Prasetyo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pelajaran dari Reunifikasi Jerman untuk Dua Korea

14 November 2018   10:26 Diperbarui: 14 November 2018   13:34 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Getty Images - theguardian.com

Memperingati 29 tahun Runtuhnya Tembok Berlin (9 November 1989) dan 28 tahun Reunifikasi Jerman (3 Oktober 1990), penulis bertanya-tanya mungkinkah dua negara di Semenanjung Korea bisa bersatu kembali seperti Jerman Barat dan Jerman Timur? 

Kemungkinan reunifikasi Korea sering didengungkan di media tetapi kenyataannya reunifikasi masih menjadi harapan. Proses reunifikasi Jerman yang telah berlangsung selama 28 tahun mungkin bisa menjadi gambaran dan pelajaran bagi pemerintah Korea Selatan dan Korea Utara untuk membentuk negara yang bersatu. Penulis juga akan memaparkan persamaan dan perbedaan antara kondisi duo Jerman sebelum reunifikasi dan duo Korea.

Menilik ke masa lalu, Jerman yang kalah Perang Dunia II harus rela negaranya dibagi-bagi oleh 4 negara pemenang, AS, Inggris, Prancis dan Uni Soviet. Uni Soviet mendapat bagian Jerman Timur yang diubah menjadi rezim Komunis. Sedangkan AS, Inggris dan Prancis mendapat Jerman Barat yang tetap berhaluan Demokrasi Liberal. Terbentuknya negara Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) pada 1949 dan dibangunnya Tembok Berlin yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur adalah awal terpisahnya Jerman. 

Sekalipun demikian, kedua negara Jerman tidak benar-benar bermusuhan. Warga dari kedua negara tetap dapat berkirim surat, menonton TV, mendengarkan radio dan saling mengunjungi satu sama lain walaupun dengan pengawasan ketat. Melemahnya rezim Uni Soviet pada akhir 1980an membuat Jerman Barat dan Jerman Timur sepakat untuk bersatu kembali. Pada 9 November 1989 rakyat Jerman Timur berbondong-bondong menjebol Tembok Berlin dan beberapa hari setelahnya terjadi eksodus besar-besaran dari timur ke barat. Puncaknya pada 3 Oktober 1990 kedua Jerman resmi bersatu dan tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Penyatuan Jerman.

Di sisi lain, Perang Korea yang berlangsung 3 tahun (1950-1953) dan diakhiri dengan gencatan senjata telah menimbulkan luka di antara kedua negara. Pada 1945 Korea telah mendeklarasikan kemerdekaannya dari Jepang. Namun, Perang Dunia II juga berimbas ke negara baru ini, Uni Soviet dan AS masing-masing menduduki wilayah Korea, Uni Soviet di utara dan AS di selatan dan dipisahkan di Paralel 38. Di utara Kim Il Sung muncul sebagai pemimpin. Sedangkan di selatan Rhee Syngman terpilih sebagai presiden lewat pemilu yang diawasi PBB. Kedua pemimpin masing-masing mengaku memiliki kedaulatan penuh atas semenanjung Korea. Akibat tensi yang memanas, pada 1950 pasukan dari Korut menyerang Korsel dan Perang Korea pun berlangsung selama 3 tahun sampai gencatan senjata tahun 1953. Banyak pihak mengklaim Perang Korea secara teknis masih berlangsung karena hanya diakhiri dengan gencatan senjata.

Aspek Keamanan

Korea Utara memiliki kapabilitas dalam mengembangkan senjata nuklir dan gemar melakukan provokasi militer di Kawasan Asia Timur. Sampai saat ini kita masih belum tahu seberapa jauh Korut telah mengembangkan nuklir dan apa saja yang bisa mereka lakukan dengan senjata yang dimiliki. Korut juga seringkali melakukan provokasi di perbatasan antara Korut-Korsel yang mengancam stabilitas kawasan. Tak mengherankan bila Korsel pun tak tinggal diam menghadapi ancaman ini, Korsel bersekutu dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan perlindungan dari serangan dan gangguan militer Korut. Selain itu, Korsel juga mewajibkan setiap pria untuk wajib militer untuk menambah kekuatan militer jika sewaktu-waktu terjadi konflik.

Berbeda dengan kondisi di Semenanjung Korea, Jerman Barat dan Jerman Timur tidak memiliki sejarah perang di antaranya keduanya. Jerman Timur tidak pernah melakukan serangan atau provokasi militer ke Jerman Barat, begitupun sebaliknya. Kedua negara ini terpaksa bercerai karena Jerman kalah perang dan wilayahnya dibagi oleh para pemenang PD II. Namun, melemahnya rezim Uni Soviet membuat Jerman Timur yang berhaluan komunis berbalik arah ke sistem demokrasi dan pada akhirnya bersepakat untuk reunifikasi dengan Jerman Barat.

Aspek Politik

Jerman Barat menerapkan strategi engagement policy yang dianamakan Wandel durch Annäherung (perubahan melalui hubungan) dan Ostpolitik (politik Timur). Apa yang dilakukan Jerman Barat adalah berupaya terus menerus berhubungan dengan Jerman Timur melalui peningkatan hubungan bilateral, peningkatan kerjasama, dialog antarnegara, bantuan luar negeri. Oleh karena itu Jerman Barat berupaya menjaga hubungan baik dengan Jerman Timur sembari meningkatkan taraf hidup Jerman Timur melalui pemberian bantuan dan kerjasama ekonomi.

Strategi ini ditiru oleh Korea Selatan terutama pada masa pemerintahan Presiden Kim Dae Jung dan Roh Moo Hyun pada 1998-2007 yang dinamakan Sunshine Policy. Namun, pada masa pemerintahan Presiden Lee Myung Bak dan Park Geun Hye pada 2008-2017 strategi ini ditinggalkan. Begitu Presiden Moon Jae In yang orangtuanya berasal dari Korut menjabat pada 2017, strategi engagement policy mulai menjadi prioritas kembali. Terbukti dengan adanya pertemuan Kim-Moon pada bulan April lalu yang menghasilkan Deklarasi Panmunjom. 

Presiden Moon juga memberi sinyal akan membuka kembali Kompleks Industri Kaesong di perbatasan kedua negara yang dibuka pada 2002 namun ditutup pada era Park Geun Hye. Jika Kompleks Industri Kaesong kembali dibuka, ini akan menjadi sinyal terbukanya kembali hubungan ekonomi kedua negara mengingat kompleks ini mempekerjakan pegawai dari Korut dan Korsel. Meskipun jalan reunifikasi secara politik mungkin akan memakan waktu lama, perbaikan hubungan ekonomi dapat menandakan keinginan politik kedua negara untuk bersatu.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa reunifikasi Korea tidak hanya melibatkan kedua negara tetapi juga negara-negara lain, termasuk negara di kawasan. Dari reunifikasi Jerman kita melihat ada 2+4 negara yang terlibat, yakni Jerman Timur dan Jerman Barat, ditambah 4 negara (AS, Uni Soviet, Inggris, Prancis). Sekalipun pada saat itu Inggris dan Prancis menolak reunifikasi, namun negara adidaya AS di bawah Bush dan Uni Soviet di bawah Gorbachev mendukung reunifikasi sehingga Inggris dan Prancis yang merupakan sekutu AS pada akhirnya menyetujuinya.

Untuk reunifikasi Korea seperti yang tertera dalam Deklarasi Panmunjom, Korut dan Korsel bersepakat mengadakan pertemuan trilateral dengan AS atau 4 pihak dengan AS dan China. Tak hanya itu, AS juga akan meminta dukungan sekutunya di Asia Timur yaitu Jepang untuk mendorong proses reunifikasi. Sementara China akan berharap pada Rusia. Tarik ulur kepentingan antara kekuatan-kekuatan besar di Semenanjung Korea sangat mungkin terjadi dan justru menambah lama proses reunifikasi.    

Foto: Getty Images - theguardian.com
Foto: Getty Images - theguardian.com
Aspek Ekonomi

Seiring dengan strategi politiknya, Jerman Barat pun sebisa mungkin berhubungan baik dengan Jerman Timur dalam aspek ekonomi. Para pekerja dari Jerman Barat bisa bekerja di Timur dan negaranya bisa mengirim bantuan dengan relatif mudah ke Timur. Ketika Jerman Timur mengalami krisis, Kanselir Jerman Barat pada saat itu, Helmut Kohl memberikan pinjaman sebesar 1,95 M Deutschemark pada 1983-1984 dengan imbalan Jerman Timur memberikan kemudahan melewati perbatasan dan memperbaiki kondisi HAM. Berkat kebijakan itu, warga Jerman Timur dapat lebih mudah mengunjungi Jerman Barat dan memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik di Barat.

Sekalipun demikian, kondisi ekonomi di Jerman Timur kala itu tidak berbeda terlalu jauh dengan Jerman Barat dan negara mereka pun tidak menghadapi sanksi embargo ekonomi maupun krisis kelaparan. Hal ini berbeda dengan yang dialami di Korut. Akibat proyek nuklir, Korut menghadapi embargo ekonomi yang melumpuhkan perekonomian mereka. Praktis, mereka menghidupi diri mereka sendiri sesuai doktrin juche (kemandirian) atau meminta bantuan ke China dan Korsel saat terdesak. Hal ini menyebabkan krisis kelaparan di mana-mana karena rakyat tidak mampu untuk menghidupi diri mereka sendiri sementara hasil panen dan lahan dikuasai negara. Ditambah lagi perekonomian Korut selama ini berbasis pada pertanian, bukan industri. 

Sedangkan Korsel memiliki raksasa industri di berbagai bidang, khususnya teknologi dan perkapalan. Dilihat dari segi nilai perekonomiannya, rakyat Korsel punya pendapatan per kapita 37 kali lebih besar dibanding Korut. Ketimpangan ekonomi yang begitu tinggi pastinya akan memberatkan Korsel jika kedua negara reunifikasi dan Korsel harus menanggung beban untuk menyetarakan perekonomian. Oleh karena itu, dari segi ekonomi perbedaan-perbedaan di atas harus dieliminasi melalui berbagai pendekatan dan kerjasama agar Korut tak semakin tertinggal dari tetangganya.

Aspek Sosial

Di Jerman Barat dan Jerman Timur yang membuat penduduknya dapat bersatu adalah kedekatan emosional antara keluarga di kedua negara yang terpisah selama 41 tahun. Meskipun terpisah, kedua negara masih bisa berhubungan melalui surat, tayangan TV, siaran radio, dan kunjungan langsung. Melalui tayangan TV dan siaran radio pula rakyat Jerman Timur mengetahui situasi dan kondisi di Barat sehingga mereka pun tergerak untuk bersatu dengan Barat yang lebih maju. 

Meskipun kita telah memasuki abad 21, namun situasi di atas sangat sulit terjadi Korea Utara. Rakyat memiliki akses internet terbatas, kepemilikan TV, radio, bahkan HP juga terbatas. Warga Korea Utara juga tidak diperbolehkan berkirim surat, email atau melakukan panggilan telepon dengan orang-orang di Korea Selatan. Bahkan menonton TV atau mendengarkan siaran radio dari Korsel juga dilarang. 

Kunjungan langsung dari Korut ke Korsel ataupun sebaliknya juga hampir mustahil. Tidak seperti Jerman Barat dan Timur yang hanya dipisahkan Tembok Berlin dan pos perbatasan, Korut dan Korsel dipisahkan oleh Paralel 38. Di kedua sisi perbatasan ada penjaga yang mengawasi 24 jam dan dipisahkan oleh hutan dan tanah penuh ranjau darat. Melewati perbatasan Korut-Korsel adalah tantangan hidup dan mati. Kunjungan yang diizinkan pun bersifat terbatas dan tak semua orang bisa melakukannya.

Salah satu jalan untuk mempersatukan Korea adalah melalui olahraga. Korea Utara dan Korea Selatan bersatu pada acara pembukaan Olimpiade Pyeongchang dan Asian Games 2018. Sebelumnya atlet dari Korut dan Korsel juga pernah mengirimkan delegasi Korea Bersatu pada beberapa ajang. Ikatan emosional yang terbangun di antara atlet Korut dan Korsel diharapkan dapat menular pada rakyat kedua negara. 

Semangat dan kerja keras mereka pada event olahraga diharapkan dapat mempersatukan kedua saudara yang lama terpisah. Selain itu, pemerintah Korut dan Korsel juga harus terus memfasilitasi pertemuan reuni keluarga yang terpisah, seperti yang terjadi pada Agustus lalu untuk memperingati 65 tahun gencatan senjata Perang Korea. Tanpa adanya kedekatan emosional dan keinginan kuat dari rakyat kedua negara akan sulit mempersatukan Korea.

Kesimpulan

Dalam laporan tahunan tentang penyatuan Jerman yang dikeluarkan Pemerintah Jerman September lalu, disebutkan bahwa kondisi di Barat dan Timur hampir setara, meskipun masih ada tantangan-tantangan yang dihadapi. Tantangan yang dihadapi wilayah eks-Jerman Timur antara lain, upah yang lebih rendah; pendapatan per kapita lebih rendah; penduduk usia produktif meninggalkan wilayah; ketimpangan kondisi sosial; dan tumbuhnya radikalisme dan ekstremisme. 

Bahkan setelah 28 tahun Jerman masih berproses untuk mengurangi ketimpangan dan mengatasi masalah-masalah di wilayah eks-Jerman Timur. Sekalipun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Jerman cukup sukses dalam melakukan integrasi politik. Ideologi kedua negara yang berbenturan dapat terintegrasi dalam wadah negara Jerman Bersatu yang berbentuk federal. Jerman juga menjadi kekuatan utama di Eropa dan dunia sebagai pemimpin Uni Eropa.

Jika dilihat dari berbagai aspek, kondisi Korsel dan Korut lebih buruk dibanding Jerman Barat dan Jerman Timur sebelum bersatu. Jerman Bersatu adalah contoh dan harapan bagi masyarakat Korsel dan Korut yang menginginkan persatuan. Pertemuan Kim-Moon adalah langkah awal untuk menuju kesana. 

Sesuai dengan Deklarasi Panmunjom, sebelum reunifikasi ada beberapa hal yang menjadi prasyarat, yaitu denuklirisasi, menjaga kestabilan keamanan dan perdamaian di Semenanjung Korea, dan meneruskan kerjasama antara kedua negara. Dialog dan kerjasama yang stabil dan berkesinambungan antara Korsel dan Korut dan strategi engagement policy yang tepat ditambah keinginan kuat rakyatnya akan mendorong terciptanya reunifikasi di masa depan. Semoga!  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun