Perhatian, berikut adalah tulisan setengah reportase
setengah opini dan sepenuhnya curahan hati.
Well, saya bukan termasuk penganut agama yang ta'at. Bahkan, ketika shalat tarawih pertama kemarin, sedih dalam hati saya berkata,
"Tuhan, kenapa hati ini tidak milikmu? It doesn't belong to you..."
Sugeng rawuh ramadhan!
Saya, adik saya dan pacar adik saya baru saja pulang dari shalat tarawih di dekat kontrakan. Kami baru pindah ke sini (suatu pojok DIY) sekitar satu bulan yang lalu. Sebenarnya sejak magrib saya tidak berniat untuk kembali shalat tarawih di sana. Namun, demi semangat yang masih hangat, berangkatlah kami ke masjid. Astaghfirullah, esmosi bukan kepalang. Setan setan kecil berkeliaran di mana mana.
Ya, selain nangkring di berbagai supermarket, jalan jalan, setan setan juga berkeliaran di masjid. Harusnya saya ikuti saja niatan untuk tidak shalat tarawih malam kedua tadi. Namun, kalau begitu tidak akan ada curahan hati ini. Jadi begini...
Saya iri dengan umat agama lain dalam beribadah. Saya pernah menghadiri perayaan Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta. Saya juga pernah menemani teman ke Gereja Ganjuran Bantul Yogyakarta. Saya bahkan beberapa kali ikut Misa di Gereja St Mikael di Nunang Flores. Dan seterusnya dan seterusnya. Saya benar benar kagum pada mereka, begiiiiiiitu khusyuknya beribadah. Berserah diri kepada Tuhan layaknya sedang curhat untuk mendapatkan ketenangan hati.
Dan, itu tidak saya dapatkan ketika Ramadhan. Seperti tahun lalu, pengalaman saya selalu buruk. Shalat di masjid majid Jawa (yang selama ini saya datangi) tidak pernah membuat saya tenang. Well, memang sih khusyuk itu datangnya dari dalam diri sendiri. Kalau tidak bisa, ya derita saya.
TAPI!