Mohon tunggu...
Rian "Aya" Indriani
Rian "Aya" Indriani Mohon Tunggu... profesional -

Saya yang selalu percaya bahwa ide gila itu muncul sewaktu-waktu. Saya yang selalu percaya bahwa walau tidak bisa berenang, laut itu selalu menyenangkan dan menenangkan. Saya yang selalu percaya bahwa saya, bisa! Bisa gila!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Enjoy the Show: Sadisme yang Menggairahkan

21 Juli 2011   00:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:31 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sedikit saja, menulis tentang hal berat. Tapi saya coba buat ringan.

Tulisan ini tentang sabung ayam yang ditulis oleh Geertz.

Bagi yang tidak mau ribet, ada baiknya membaca review saya saja ^-^


Geertz, secara teratur berusaha untuk mendefinisikan apa itu sabung ayam dengan baik sekali. Ia memulai dengan ceritanya yang seperti sebuah catatan hairan tetapi juga memberikan interpretasinya berdasarkan apa yang ada (yang benar-benar terjadi). Di akhir tulisan, ia memberikan interpretasi secara "profesional" sebagai seorang antropolog. Sehingga tulisan ini "memudahkan" saya untuk mencari apa arti sabung ayam dan ayam bagi objek itu sendiri (baik sabung ayam maupun ayam), individu, komunitas, bahkan negara kemudian membuat interpretasi tentangnya.

Ayam

Ayam yang digunakan dalam persabungan adalah ayam jantan. Ayam ini mendapatkan perlakuan khusus sehingga seolah-olah menjadi anak kesayangan si pemiliknya. Ayam ini seolah-olah juga menjadi "orang hebat". Bagaimana tidak? Jika seekor jantan menang dan tajinya akan diberikan sebagai hadiah kepada orang yang telah membantu membuat taji tersebut dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Ayam menjadi representatif dari manusia yang bertarung dalam sebuah ring, dianggap sebagai zakar (melambangkan kejantanan) yang portable, bergerak sendiri, dan hidup! Ayam kemudian menjadi simbol kejantanan dan sekaligus anak bagi orang Bali.

Seolah-olah selebritis, ia dipertontonkan di muka umum dan menyandang status si "ayah". Kemudian,  ayam menjadi pembalikan langsung dari status manusia yaitu kebinatangan. Ia juga menjadi represenntasi kampungnya ketika ada jago lain dari kampung seberang yang menantang. Buah simalakama, menjadi selebritis tetapi juga menderita. Walau ayam diperlakukan secara istimewa, segala macam perawatan dan perlakuan diberikan, tetapi terbersit dalam benak saya, ia juga menderita. Bagaimana tidak? Lada merah dimasukkan ke dalam dubur sang jantan untuk merangsang "hasrat bertarung"nya. Atau, menjadi korban mutilasi (dipatah-patahkan lalu terkadang dimakan) ketika kalah dan mati? Sudah jatuh, tertimpa tangga pula!

Ayam bagi si pemilik merupakan representasi dirinya, anak kesayangannya, dan bahkan menjadi tergial-gila padanya. Tidak disadari, sebagian besar waktunya tersita untuk mengurus jantannya. Heran, apa istrinya tidak iri pada si jantan? Tidak banyak yang bisa saya interpretasikan mengenai ayam dari sisi individualnya karena semuanya saling berkaitan...

Kemudian, ayam bagi "komunitas polisi" merupakan objek untuk pembelajaran bagi masyarakat bahwa sabung ayam tuh tidak diperbolehkan. Disita, dijadikan tontonan hingga terkadang terjemur hingga mati. Bagi komunitas lainnya, ayam tidak dianggap sebagai sesuatu yang ada, malah ayam kemudian dipandang menyeluruh sebagai sabung ayam, bukan ayam itu sendiri. Lagi-lagi, menurut saya... Maka penting juga untuk menjabarkan apa dan siapa sabung ayam itu.

Sabung Ayam

Menurut apa yang saya baca, sabung adalah sebuah kata yang berarti pahlawan, jejaka, pemenang. Dimana jantan adalah kata untuk mewakili sang ayam karena yang dipertarungkan adalah ayam jantan. Jadi, sabung ayam adalah pahlawan jantan, jejaka jantan, pemenang jantan. Sabung ayam itu sendiri merupakan bahan penganalogian (perbandingan) dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat Bali. Misalnya saja, seorang yang kikir dan hanya bisa omdong alias omong doang tanpa merealisasikan omongannya, dianalogikan seperti seekor ayam jantan yang jika ekornya dipegang maka akan meloncat-loncat di tempat tanpa melawan siapapun. Selain itu, sabung ayam juga bisa berarti korban darah yang dipersembahkan karena memang pada saat pertandingan, akan ada banjir darah. Wajar, karena tiap ayam dipersenjatai dengan taji tajam yang (sangat) mematikan! Sabung ayam juga dianggap sebagai suatu olahraga, tetapi menurut saya lebih ke sebuah seni. Seni pertunjukan berdarah.

Sabung ayam bagi seorang individu (terutama laki-laki) merupakan ajang untuk mempertontonkan kehebatan dan kejantanan "anak kesayangannya" di muka umum. Sabung ayam juga menjadi ajang untuk menikmati suatu pertunjukan seni baik bagi penontonnya maupun si penyabung. Kebetulan saya menanyakan apa arti seni bagi teman saya yang seorang seniman. Menurutnya, seni itu adalah suatu kenikmatan. Ketika orang Bali dibilang seniman, maka mereka yang sedang terlibat ke dalam sabung ayam seolah-olah sedang menikmati seni. Mereka tenggelam dalam menikmati keindahan sabung ayam, yang mereka sebut sebagai "kedalaman dalam bermain". Sabung ayam juga menjadi ajang perpindahan hirarki status orang Bali ke dalam susunan suasana sabung ayam. Mungkin jika saya sederhanakan, sabung ayam menjadi ajang untuk menunjukkan bagaimana status seseorang itu. Jika (keturunan) pangeran berkata bahwa ia akan mengadu ayam jagonya, maka dipercaya sabung ayam yang akan terjadi sangatlah tidak bisa diduga-duga. Tetapi jika yang mengadu adalah wong cilik maka agak diragukan, menurut saya.

Kemudian, sabung ayam juga menjadi obsesi untuk memperoleh kekuatan dan memperjelas tentang seperti apakah seorang Bali itu sesungguhnya. Terkadang, sabung ayam juga menjadi ajang untuk melampiaskan dendam kerabat, bahkan ajang memberikan dukungan kepada kerabatnya. Siapa yang tidak memberikan dukungan kepada jago kerabatnya dan malah memberikan dukungan kepada pihak lawan, maka itu adalah suatu hal yang tidak diinginkan. Sabung ayam bagi komunitas orang Bali merupakan ajang untuk mengumpulkan uang demi kepentingan bersama, misalnya untuk membangun sekolah baru.

Tetapi bagi para elite, sabung ayam dianggap sesuatu yang primitif alias terbelakang, serta memalukan. Bagi mereka, sabung ayam tidak akan memperkembangkan sebuah negara yang ambisius. Jadi, bagi mereka sabung ayam hanyalah hal yang sia-sia. Nah, bagi pemerintah (A.K.A negarra) sabung ayam tidak lebih hanyalah sebuah perjudian. Oh tentu saja tidak, sabung ayam malah secara tidak langsung membantu "meringankan beban" mereka. Ketika pembangunan sekolah menjadi tanggung jawab (baca : beban) negara, maka ajang sabung ayam memberikan "bala bantuan" kepada mereka. Suatu aji mumpung, bukan?

Jika anggapan masyarakat bahwa polisi dapat disuap untuk menutup-nutupi kegiatan persabungan, maka anggapan itu agaknya keliru. Karena buktinya, tetap saja kerumunan orang yang sedang menikmati sabung ayam akan lari pontang-panting -tak terkecuali Geertz dan istrinya- ketika sosok-sosok berseragam menunjukkan batang hidungnya. Tetapi dari bacaan, saya mengira bahwa seorang polisi tidak akan brave enough "menyeruduk" masuk ke dalam kerumunan, ia akan berani jika dalam jumlah yang besar, seperti segeromblan sapi. Polisi per orang (menurut saya) sudah pasti akan kalah jika "cari masalah" dengan mereka yang sedang menikmati pertunjukan.

Mana berani!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun