Mohon tunggu...
KANTO SUWITO
KANTO SUWITO Mohon Tunggu... Guru - GURU DKI JAKARTA

Disiplin itu Belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi antar Materi Modul 2.3 Coaching Supervisi Akademik

10 Oktober 2022   22:51 Diperbarui: 10 Oktober 2022   22:56 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peran sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional.

Coaching merupakan sebuah proses yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan dilakukan secara sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee.

Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.

Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).

Prinsip Coaching yang menekankan pada sebuah kemitraan yang menganggap bahwa mitra merupakan kesetaraan artinya tidak ada yang lebih tinggi dan rendah, dan memakasimalkan potensi dalam diri pada setiap siswa dengan memberdayakan teman sejawat dan diakhiri dengan tindak lanjut serta proses kreatif untuk menggali potensi siswa sehingga tercipta sebuah ide-ide baru. Salah satu bentuk untuk melejitkan potensi murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelejaran yang selalu memperhatikan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar.

Pada dasarnya kekuatan kodrat atau potensi dalam diri setiap individu siswa tidaklah sama, Karakteristik yang unik pada diri setiap siswa akan membawa sebuah kesitimewaan yang sangat berharga, setiap siswa memilki karakerteristik yang berbeda dan tidak dapat diperlakukan sama antara satu dengan lainnya, mereka seharusnya merdeka dalam belajarnya untuk dilibatkan dalam mengeksplorasi pendidikan untuk mencapai tujuan hidupnya dimasa depan.Sehingga pada proses pembelajaran dikelas peran guru selaian sebagai coach,seorang guru juga memilki peran penting dalam pembelejaran yang berpihak pada siswa harus mampu mendorong dan memikirkan tindakan yang bermakna untuk memperlakukan siswa sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini seorang guru bukan memperlakukan siswa yang berbeda berdasarkan siswa yang cerdas dan tidak cerdas, namun mampu mengakomodir perbedaan yang dimilki setiap siswa dan memperlaukannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswanya.

Guru sebagai coach merefleksikan kebebasan murid untuk menemukan berbagai kekuataan yang dimiliki mereka dengan penuh kasih sayang dan persaudaraan. Guru sebagai coach menghindari keinginan untuk memaksakan kehendak dan mengharapkan pamrih, mensucikan diri tanpa ikatan menjadikan murid insan paripurna. Guru sebagai coach menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati.

"Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin."

(Ki Hajar Dewantara)I

Selain itu, seorag guru pada proses pembelajaran selain menjadi coach pada setiap diri siswa hingga meraka mampu menggali potensianya sehingga dapat  menyelesaiakan masalahnya sendiri sesuai dengan karakteristik unik yang terdapat pada setiap individu siswa dan kebutuhanya, pada proses pembelajaran guru harus mempu mengolah sosial emosional pada setiap siswa sehingga segala potensi siswa  dapat berkembang secara maksimal dan setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri.

Tujuan pada Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) yang dilakukan oleh guru untuk dalam proses pembelajaran yang menuntun siswa dalam menggali potensinya, yakni dengan  menciptakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri),merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial),membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi) dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Peran seorang guru salah satunya mengambil posisi yang sangat penting dalam proses pembelajaran yaitu, sebagai pemimpin pembelajaran. Pemimpin Pembelajaran dan Kepala Sekolah (disebut sebagai coach) dan Rekan Sejawat (disebut sebagai coachee).

Keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi diri sebagai seorang pemimpin pembelajar adalah sangat berkaitan atau berhubungan erat. Dalam keterampilan coaching yang diawali dengan paradigma berpikir coaching, prinsip-prinsip dalam melakukan coaching, dan pelaksanaan coaching yang mengunakan alur TIRTA semua bertujuan untuk memberdayakan. Hal ini sesuai dengan konsep coaching yakni sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatanatas performa kerja, hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi dirinya maka keterampilan coaching sangat perlu untuk dimiliki oleh setiap guru, dan mengacu pada empat paradigma berpikir coaching,yaitu :

  • Fokus pada Coachee adalah proses pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka.
  • Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan.
  • Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat.
  • Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan artinya sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan.

Sedangkan prinsip-prinsip pada coaching dalam mengembangkan kompetensi sebagai seorang pemimpin pembelajaran perlu diterapkan sehingga coaching yang dilakukan akan semakin memberdayakan. Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu "kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi".

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Model Grow selanjutnya diadopsi dalam bentuk alur percakapan coaching TIRTA yakni menetapkan Tujuan dari percakapan, Identifikasi dengan menggali hal yang sedang dibicarakan, Rencana Aksi yakni merencakan yang harus dilakukan dari percakapan yang dilakukan, dan Tanggung jawab atau komitmen dari hasil perckapan yang dilakukan. Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan yang bijaksana dalam menyelesaikan permaslahan sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun