Mohon tunggu...
Kanti W. Janis
Kanti W. Janis Mohon Tunggu... -

Seorang penulis cerita yang sering menyanyi, melukis, dan bermain alat musik, bisa juga menjadi konsultan hukum karena dulu sekolah hukum dan tercatat sebagai advokat PERADI. Hobi memasak dan jalan-jalan. Buku karya Kanti W. Janis:\r\n1. Saraswati - AKOER (2006)\r\n2. Frans dan Sang Balerina - GPU (2010)\r\n3. Amplop Merah Muda Untuk Pak Pos - Optimist Plus (2010)\r\n\r\ntwitter @kantiwjanis\r\nwebsite : kantiwjanis.com, civismofoundation.org, optimist-plus.com, rja-lawfirm.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cantik Buatan

24 April 2012   13:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:10 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kanti W. Janis, novelis, Jakarta

Merasa cantik itu sah dan wajar selama tidak terjerumus dalam narsisme.

Merasa cantik itu artinya bersyukur dan merupakan salah satu awal di mana kita bisa belajar menerima diri kita apa adanya.
Kenapa bersyukur? Karena kita ini juga ciptaan Tuhan,maka dengan merasa cantik, kita telah mensyukuri ciptaan Tuhan yang melekat nyata kepada diri kita.

Ternyata ngga susah kok untuk bersyukur dan ingat selalu kepada Tuhan. Ketika kita sedang di depan cermin mematut diri, dan merasa mata kita indah, merasa bibir kita indah, sudah ada rasa kekaguman atas ciptaan Tuhan. Jasmani yang kita miliki ini pada akhirnya nanti akan kembali kepada yang Kuasa, jadi jangan terjebak pada segala doktrin tentang kecantikan sempurna ciptaan manusia.

Cantik fisik itu juga masalah selera dan ciptaan para trend seller. Kalau pergi ke museum Louvre atau browsing di internet tentang rupa Aphrodite-sang dewi kecantikan-yang akan kita temukan adalah wanita bertubuh montok cenderung gemuk, berpayudara tidak sampai setengahnya Pamela Anderson. Begitu juga dengan lukisan tentang Cleopatra, yang konon kecantikannya bisa menghentikan aliran sungai Nil. Sejauh ini gambaran Cleopatra yang berhasil ditemukan adalah berkulit hitam, agak gemuk, dan hidungnya sangat mancung (panjang).

Kalau di Indonesia rata-rata wanita yang dikategorikan cantik itu adalah yang berambut panjang lurus sunsilk, putih, kurus, dan ditambah wajah kebule-bulean. Sementara di kebanyakan negeri barat, justru yang berkulit cokelat, tubuh agak berisi, dan eksotis itu dibilang cantik. Mungkin kesimpulannya makin sulit dicari, makin banyak peminatnya. Yah, tapi sekali lagi cantik itu ciptaan trend seller juga.

Saya  menggunakan istilah trend seller, karena tanpa kita sadari memang ada sebuah trend atau mode yang mau dijual. Tujuannya supaya semua orang berlomba-lomba beli produk si trend seller itu. Trend maker bisa jadi adalah trend seller.

Contoh sederhananya; kulit kebanyakan orang Indonesia itu sawo matang, dan berambut berombak. Lalu trend seller ini menciptakan image wanita cantik yang berbeda. Cewe cantik itu harus putih dan berambut lurus. Jadilah setiap majalah kecantikan dihiasi wanita cantik versi trend seller. Semua iklan di TV, acara di TV pokoknya penuh "cewe cantik" ini. Akhirnya itu semua jadi alat cuci otak bagi masyarakat, semua orang ingin menjadi "cewe cantik" itu. Dan itulah yang diharapkan oleh para trend seller.  Mereka jadi bisa berjualan produk mereka. Dari produk pelurusan rambut sampe pemutih kulit. Lihatlah berapa banyak iklan produk pemutih kulit menggempur TV nasional kita?

Sementara di dunia barat, mayoritasnya adalah orang berkulit putih. Dibuat lah trend kulit kecokelatan itu keren. Akibatnya tanning salon menjamur di sana.

Di Jepang dan di Korea, trend kecantikannya beda lagi. Cewe cantik itu adalah yang matanya punya lipatan dan belok alias ngga sipit. Padahal ciri-ciri umum orang Jepang dan Korea ya mata sipitnya itu. Operasi untuk menambah lipatan mata atau bikin mata belok itu adalah hal yang udah lumrah banget di sana. Anak umur tujuh belas tahun minta hadiah ulangtahun operasi kelopak mata sudah sangat biasa di Korea.

Kalo dipikir-pikir capek juga ya kalo mau ngikutin trend kecantikan itu. Capek kalo mau ngikutin si penjual trend, apalagi sampai harus memaksakan diri. Paling enak ya jadi diri sendiri dan menciptakan gaya kamu  sendiri. Jangan sampe kita jadi korban mode buat dagangan itu.

Makanya sekali lagi, kita patut bersyukur dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kita. Siapa tahu  justru kekurangan itu adalah kelebihan yang tidak kita sadari.

Catatan:

Tulisan ini pernah dimuat di indomovement.com

Ho Chi Minh City/ Saigon, 3 July 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun