Mohon tunggu...
kano putra
kano putra Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Semiotika Karya Seni Patung "Sunyi.."

18 November 2015   20:20 Diperbarui: 18 November 2015   21:20 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kode gnomik (kultural), pada sepeda onthel yang jika dilihat dari bentuknya adalah sepeda wanita karena memiliki pipa rangka atas melengkung. Berbeda dengan model jengki yang unisex memiliki pipa atas yang lurus sejajar dengan pipa rangka bawah. Merupakan bentuk perlawanan terhadap adat patrilineal.

Karya ini juga menunjukan sebuah proses yang lama seperti terjadinya evolusi. Direpresentasikan pula lewat keberadaan sepeda onthel yang menunjukan kesan santai cenderung ke lambat oleh karena penggambaran sepeda tua, tetapi secara bersamaan menggambarkan kesan dinamis tanda perubahan zaman melalui bentuk melengkung dari pipa rangka atas sepeda onthel (Sanyoto, 2010:95-96).

Posisi karya ini, di sisi timur jalan menunjukan masalah yang ada di timur jalan Malioboro. Trotoar yang seharusnya dipakai oleh pejalan kaki justru dipenuhi dengan kendaraan roda dua yang diparkirkan di atasnya. Menjadikan jalan Malioboro penuh dan ramai dengan parkir motor bukan penuh oleh pengunjung yang berjalan kaki. Keadaan ini tentu akan berbeda jika parkir motor tersebut dipindahkan, ramai oleh pejalan kaki, sunyi dari kendaraan bermotor.

Karya seni ini juga menghadap kearah selatan menunjukan arah Kraton Yogyakarta, posisi sejajar dengan garis imajiner. Garis yang menggambarkan keseimbangan. Keseimbangan antara api dan air. Api dilambangkan oleh gunung Merapi dan air dilambangkan oleh pantai Parang Kusumo. Keseimbangan antara horizontal dan vertikal.

Pantai selatan melambangkan keseimbangan horizontal hubungan manusia dengan manusia. Gunung Merapi melambangkan keseimbangan vertikal hubungan manusia dengan Tuhan. Begitu juga dengan bentuk karya patung ini, kedua roda sepeda yang ukurannya sama adalah simbol dari hubungan horizontal, manusia dengan manusia. Lingkaran besar pada ujung bel terompet dengan kedua ban yang ukurannya lebih kecil merupakan hubungan vertikal, manusia dengan Tuhan.

Sunyi dalam karya ini juga dapat diasosiasikan sebagai suatu eksistensi, berdasarkan pengamatan dilapangan terdapat satu hal lagi yang menarik perhatian, yaitu posisi karya yang menghalangi jalan khusus penyandang tunanetra. Dalam pengamatan pertama tanggal 7 November, tampak jelas karya menghalangi jalan khusus penyandang tunanetra. Kemudian pada pengamatan kedua tanggal 13 November, karya digeser sedikit ke timur sehingga tidak menghalangi jalan khusus tunanetra. Hal ini menggambarkan bangunan-bangunan heritage yang ada di Jogja yang eksistensi atau keberadaannya terhalangi oleh adanya billboard, baliho, spanduk, papan nama, dsb.

Masyarakat di sini sebagai orang buta, buta karena tidak semua orang tau tentang seluk-beluk bangunan heritage, dan penghalang disini adalah billboard, baliho, papan nama, yang ukurannya cukup besar menutupi bangunan heritage. Penggeseran karya secara perlahan ini seperti yang dilakukan oleh komunitas reresik sampah visual yang membuka jalan bagi orang buta untuk tau seluk-beluk kota Jogja.


Kesimpulan

Kata ‘Sunyi..’ sebagai judul memiliki makna tersembunyi dalam karya ini. Kata ‘Sunyi..’ justru direpresentasikan lewat objek-objek yang menggambarkan suara keras dan kegaduhan. Kegaduhan yang ditunjukan lewat suasana sekitar karya seni tersebut yang dimulai dari sunyi dan diakhiri dengan sunyi.

Suatu proses dari kecil hingga menjadi besar digambarkan melalui bentuk bel terompet yang dibuat secara hiperbola. Menunjukan suatu proses ledakan yang dimulai dari keadaan sunyi hingga suara keras yang dapat memecahkan gendang telinga. Ledakan jumlah penduduk yang terlihat dari kepadatan jumlah pengguna jalan raya akhir-akhir ini, yang juga merupakan bentuk kegelisahan seorang seniman bernama Ichwan Noor. Kegelisahan yang ingin diteriakan melalui kata ‘Sunyi..’.

Melalui karya ini ichwan Noor sebenarnya ingin menceritakan kejadian-kejadian yang ada di dekat masyarakat Yogyakarta. Menunjukan suasana kota Jogja yang tadinya ramai, semerawut dapat berubah menjadi ‘Sunyi..’ sepi dalam arti positif. Sunyi sebagai damai tentram hidup di Kota Jogja. Penggabungan antara dua unsur lama dan baru, tua dan muda, cepat dan lambat, penuh dan kosong, serta ramai dan sepi, dikemas menjadi kata ‘Sunyi..’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun