Mohon tunggu...
Kanopi FEUI
Kanopi FEUI Mohon Tunggu... -

Untuk artikel terbaru dari Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (Kanopi) FEBUI, silahkan kunjungi dan ikuti akun baru kami: http://kompasiana.com/kanopi_febui

Selanjutnya

Tutup

Money

Infrastruktur: Jawaban Terhadap Perlambatan Ekonomi?

7 November 2015   13:27 Diperbarui: 7 November 2015   13:27 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu sering kita dengar berita mengenai perlambatan ekonomi. Jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, menurunnya harga berbagai komoditas andalan ekspor Indonesia, angka pertumbuhan ekonomi yang meleset dari target hanyalah sedikit gambaran mengenai perlambatan ekonomi Indonesia.

 

Namun di sisi lain, terdapat cukup banyak berita mengenai pembangunan infrastruktur yang kini sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh Jokowi. Pembangunan jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara kini juga menghiasi halaman-halaman media cetak. Pembangunan ini dipercaya akan menjadi “obat” bagi ekonomi Indonesia yang melambat karena dianggap akan mempunyai banyak manfaat, terutama dalam hal distribusi barang yang sudah menjadi momok bagi para pengusaha. Akan tetapi, apakah proyek-proyek tersebut yang menghabiskan sekian ratus triliun rupiah mempunyai hasil yang sepadan?

 

Tidak ada jawaban yang mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun, biarkan hal ini dijawab secara teoritis terlebih dahulu. Di dalam ekonomi, dilakukan sebuah perhitungan yang menunjukan elastisitas produk domestik bruto (PDB) terhadap infrastruktur untuk negara berkembang adalah 0,15 menurut Bank Dunia. Hal ini berarti setiap penggandaan anggaran untuk infrastruktur akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebesar 15 persen

 

Pentingnya pembangunan infrastruktur sebagai cara untuk mempercepat atau bahkan menyelamatkan perekonomian suatu negara juga telah dibuktikan oleh banyak negara. Contoh yang paling terkenal adalah paket New Deal yang dikeluarkan pada tahun 1933 oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt ketika Amerika masih belum pulih dari 1929 Wall Street Crash. Paket yang bertumpu pada pembangunan infrastruktur ini berhasil memperkerjakan lebih dari 6 juta penduduk AS yang sebelumnya menganggur dan akhirnya membawa AS keluar dari resesi. Contoh yang lain dapat dilihat dari Cina. Angka pertumbuhan ekonomi Cina yang fantastis juga merupakan hasil dari investasi jangka panjang Pemerintah Cina di bidang infrastruktur sejak awal 1990-an dibawah Deng Xiaoping.

 

Walaupun sepertinya teori bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai kontribusi yang positif terhadap ekonomi suatu negara telah didukung secara empiris terdapat beberapa contoh yang mempunyai efek sebaliknya. Salah satu contohnya adalah Krisis Yunani. Masuknya Yunani ke Eurozone membuat Yunani mempunyai kemudahan dalam meminjam uang ke negara-negara yang lebih maju dan sebagiannya digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Namun, ketika proyek-proyek tersebut telah selesai dibangun, Yunani tidak mempunyai uang untuk membayar utang tersebut kembali dan terjadilah krisis. Selain disebabkan karena bobroknya sistem perpajakan Yunani yang membuat negara itu tidak bisa mengumpulkan uang secara maksimal, pembangunan beberapa infrastruktur tersebut dinilai membuang-buang uang karena sebagian besar proyek tersebut tidak mempunyai nilai guna yang maksimum dan beberapa proyek dibangun atas adanya keinginan Pemerintah Yunani untuk menciptakan karena ambisi, bukan karena adanya demand. Dalam konteks yang berbeda, Indonesia juga pernah mengalami hal serupa ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997-1998. Walaupun proyek-proyek pada zaman tersebut dinilai mempunyai maximum utility, kuatnya praktek KKN dalam tubuh pemerintah menjadi penyebabnya.

 

Maka, bila dikaji secara lebih mandalam, terdapat satu perbedaan signifikan antara negara-negara yang berhasil mengandalkan infrastruktur sebagai mesin penggerak ekonomi dan negara-negara yang justru tenggelam dalam krisis karena membangun infrastruktur. Perbedaan tersebut adalah pengelolaan dana yang dianggarkan secara maksimum. Apabila dana yang ada hanya dihambur-hamburkan untuk proyek infrastruktur yang terkesan ambisius tetapi tidak ada yang menggunakannya, lebih baik dananya digunakan untuk hal-hal lain yang lebih urgent, seperti pendidikan. Selain itu, diperlukan sebuah aturan/sistem yang mengedepankan transparansi laporan penyerapan anggaran kepada publik, demi menghindari adanya praktek KKN.

 

Lebih jauh lagi, alangkah baiknya bila anggaran yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur bukanlah dalam bentuk mata uang asing. Seperti yang kita sering kita dengar, pembangunan sbeuah proyek infrastruktur biasanya dinilai dalam satuan mata uang asing, entah karena negara kita harus mengimpor bahan bakunya atau karena anggarannya berasal dari pinjaman asing yang diberikan dalam valuta asing, bukan dalam Rupiah. Hal ini membuat segala transaksi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur harus dilakukan dalam mata uang asing, dan permintaan akan mata uang asing yang meningkat ini dikhawatirkan dapat membuat Rupiah jatuh lebih dalam lagi.

 

Maka, alangkah baiknya Pemerintahan Jokowi-JK dapat lebih berhati-hati dalam pencanangan proyek-proyek infrastruktur yang ambisius. Perlu diingat bila pemerintah mengambil langkah yang salah dalam hal ini, besar kemungkinan Indonesia akan jatuh ke dalam jurang yang sama lagi. Apalagi di tengah-tengah pelemahan ekonomi yang kini terjadi, salah satu langkah saja dapat membawa Indonesia ke dalam masa resesi.

 

Oleh: Marcel S. Kriekhoff (Trainee Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2015)

 

 

 

Referensi:

http://setkab.go.id/exit-strategi-membalik-perlambatan-ekonomi/

http://www.turkishweekly.net/op-ed/2799/forecasting-the-future-the-brics-and-the-china-model.html

http://siteresources.worldbank.org/DEC/Resources/84797-1154354760266/2807421-1288872844438/7530108-1313070714827/GDP_Growth.pdf

BBC Documentary: The Great Euro Crisis

Foto: financialtribune.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun