Oh Ternyata Selama Ini Joko Merayu Lelaki Lain?!… Â
Secara personal CEO Tesla, Elon Musk, pun telah dirayu untuk berinvestasi.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dunia, bahkan berambisi menjadi pusat produksi kendaraan listrik. Ambisi ini tercermin dalam tiga tahun terakhir, di mana pemerintah telah menandatangani kesepakatan senilai sekitar 15 miliar dolar AS untuk produksi baterai dan kendaraan listrik (Jakarta Post, 2023).
Memangnya Dia Mau Sama Kamu? Indonesia perlu belajar dari kesalahan masa lalu di sektor pertambangan timah yang telah meninggalkan bekas luka mendalam di Pulau Bangka, termasuk korban jiwa, pekerja anak, dan kerusakan lingkungan permanen. International Council Clean Transportation menyoroti masalah serius dalam sektor pertambangan nikel Indonesia. Masih banyak tambang yang beroperasi tanpa izin, menyebabkan deforestasi di kawasan lindung, pencemaran lingkungan, dan kerugian ekonomi bagi pekerja lokal.
Meskipun Joko telah melarang ekspor nikel pada tahun 2020, namun Undang-Undang Cipta Kerja justru berpotensi melemahkan pengawasan lingkungan, membuka celah bagi proyek-proyek besar untuk menghindari persyaratan lingkungan yang ketat. Kendati demikian, pertanyaan mengenai perlindungan lingkungan dan hukum Indonesia membuat investor ragu, karena ingin menjaga reputasi perusahaan mereka. Memalukan ya, Joko. Mungkin memang saatnya pemerintah jujur dengan alasan dibalik kebijakan ini agar tidak terlihat seperti hanya kepentingan bisnis dan politik.
Kamu Pembohong, Joko!
Jadi Kamu Belum Berubah…?
Kenyataannya, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara masih menjadi penyumbang utama dalam produksi listrik, dengan porsi sebesar 50,4% atau 31.827 megawatt. Sementara itu, pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU), dan listrik tenaga diesel (PLTD) secara bersama-sama menyumbang 87,4% atau 55.216 megawatt (CNBC, 2024).
Bagaimana nih, Joko—-pembangkit listrik tenaga batu bara masih menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Indonesia. Dimana komitmen kamu untuk meningkatkan porsi energi baru terbarukan? (EBT).
Saat ini, pemerintah sedang uji coba teknik co-firing—mencampurkan biomassa sebesar 10% ke dalam bahan bakar batu bara—sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan pada batubara dan emisi. Kenyataannya metode ini justru membawa dampak negatif, karena membakar 1 juta ton biomassa di PLTU justru meningkatkan emisi sebesar 1.7 ton.
Mengapa berlawanan dengan tujuan awal, Joko? Program co-firing di 52 lokasi PLTU, yang membutuhkan lahan untuk perkebunan energi seluas 2,33 juta hektar, tidak hanya berisiko bagi deforestasi, tetapi juga meningkatkan emisi hingga 26,48 juta ton CO2e per tahun (FWI, 2024).
Alih-alih menjadi solusi, co-firing justru memperburuk masalah lingkungan dan sosial. Ini bukanlah transisi energi yang sesungguhnya, melainkan pergeseran masalah dari satu tempat ke tempat lain. Dengan tetap bakar-membakar, berkurangnya dari mana?
Terus Masa Depan Kita Gimana?
Jujur, Aku Belum Bisa Melihatnya…
Seiring dengan meningkatnya permintaan mobil listrik, produksi baterai untuk mobil listrik juga mengalami lonjakan, salah satunya pabrik baterai PT Hyundai LG Industry (HLI) yang baru diresmikan oleh Joko pada bulan Juli. Pembangkit listrik yang tetap menggunakan bahan bakar fosil seperti baterai mobil listrik, justru membuat limbah berbahaya yang mengancam kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar (Tempo, 2024).