Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Terbitnya Matahari Timur: Mimpi Menepis Dolar?

2 Agustus 2024   19:47 Diperbarui: 2 Agustus 2024   19:47 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokpri via @Kanopi_FEBUI

Paradoks melemahnya mata uang Asia sebagai dampak dari penguatan dolar AS tidak terhindarkan dari riak hebat guncangan geopolitik. Menurut Joseph Stiglitz, upaya menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi yang gencar digerakkan kerap kali mendorong tersendatnya pasokan, hingga pada akhirnya membuat pasokan barang berkurang. Laga geopolitik seperti invasi Rusia ke Ukraina, dibarengi dengan rangkaian ketegangan perdagangan AS dan China, serta pertikaian ekonomi lain juga menyebabkan terhambatnya pasokan pangan, migas, dan barang-barang dunia. 

Selain hal-hal tersebut, kekhawatiran eskalasi perang Israel-Hamas ikut serta menekan pergerakan mata uang Asia, tak terkecuali rupiah. Perang antara Hamas dan Israel yang tiada kunjung usai meningkatkan ketidakpastian akan kestabilan kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya. Konflik perang Israel-Hamas cenderung bereskalasi, area konflik semakin meluas sehingga masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar (Sulistyowati, 2023).

Kekhawatiran ini berbuntut pada permainan "aman" agen ekonomi pasar keuangan untuk berlabuh ke "the safe haven", sang dolar AS. Ditemani dengan melemahnya mata uang, pelarian modal dari Asia tersebut ramai terjadi sepanjang tahun 2023 (Richardson, 2023). Perilaku untuk beralih ke perairan tenang dalam samudera pasar uang ini teruntai jelas pada teori ekspektasi rasional, bagaimana informasi terbaik yang terkoyak di pasar dan pesan dari masa lalu---tentang pilunya tahun 1997 silam mempengaruhi pengambilan jejak segelintir arsitek pasar. Ekspektasi para pelaku pasar ini tidak akan sepenuhnya benar, tapi diyakini akan membawa ke takdir yang lebih nyaman.

Dedolarisasi, Kompas Pelayaran Terbaik?

Hingga detik ini, mata uang dunia masih bertumpu terhadap keperkasaan dolar AS. Seruan "dedolarisasi" pun bergelora di tengah ketidakpastian global, memberikan secercah harapan bagi perekonomian Asia untuk keluar dari ketergantungan terhadap kekuatan negeri Paman Sam. Dedolarisasi merupakan reformasi yang terjadi akibat defisit neraca pembayaran yang terjadi di Amerika Serikat, berbuntut pada gejolak sensitif dolar AS manakala isu global mengapung di udara (Kemenkeu, 2023). Negeri Paman Sam juga tak luput dari fenomena keruntuhan institusi-institusi perbankan raksasanya yang melanda pada 2023 silam, menimbulkan getaran pada aktivitas transaksi dan investasi jangka panjang. 

Indonesia, beriringan dengan negara tiger dan tiger cub economies mematangkan kompas dedolarisasi mereka melalui pengadopsian local currency transaction (LCT) dan local currency settlement (LCS). Tak hanya itu, kelima anggota ASEAN selain Indonesia, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura juga bergandengan tangan dalam memperluas konektivitas pembayaran regional (RPC). Inisiatif tersebut dirintis dengan meluncurkan kode respon cepat universal (QR) sebagai sistem pembayaran nirkontak untuk barang dan jasa antar negara sehingga mendorong inklusi keuangan yang lebih besar bagi konsumen di wilayah tersebut (Rachma et al., 2023).

Harapan bahwa denominasi dolar membawa kurs Asia menuju perairan tenang tak terlewatkan dari dampak positif peristiwa ini. Salah satunya adalah memperkuat ketahanan dari shock eksternal karena guncangan yang terjadi di negara yang dijangkar (anchor country) tidak akan ditransmisikan secara sepenuhnya ke negara yang menjangkar (Bappenas, 2023).

Teruntuk perekonomian Tanah Air, pembebasan dari hegemoni dolar akan melemahkan nilai tukarnya terhadap Rupiah, mengurangi pengaruhnya bagi perekonomian domestik, sekaligus mengurangi beban sektor keuangan negara (Faiz, 2023). 

Setidaknya, sama seperti pesepakbola yang tidak lelah demi menembus gawang lawan, perjuangan ini tak akan singkat. Pengimplementasian LCT dan LCS terus terhambat karena posisi dolar yang masih dominan sebagai raja mata uang dunia. Butuh periode panjang dalam adaptasi ini, sekaligus konsistensi, kebijakan, dan kerja sama kokoh---terutama di Asia.

Pesan dari Masa Lalu?

Dalam wawancaranya dengan Bloomberg, Chatib Basri pernah berkata, "setiap kali mata uang terdepresiasi, kita mengalami trauma ini karena pengalaman tahun 1998". Bukan suatu rahasia bahwa pelemahan kurs Asia akibat "pukulan" dolar dan ketidakpastian global membawa kita pada ketakutan akan episode penuh lara dalam kisah finansial Asia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun