Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Realita Durjana di Balik Tembok Abu

29 September 2023   20:03 Diperbarui: 29 September 2023   20:14 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 2. Perumahan dan Area Komersil di luar BSD  (Sumber: Roitman, 2019 )

Beberapa hari lalu, saya menapakkan kaki saya di wilayah timur Jakarta untuk menjumpai teman saya. Tembok abu menjulang tinggi bak raksasa yang menjaga kota di dalamnya. Rumah-rumah serupa dengan atap coklat kemerahan dan tembok berwarna putih tertata rapi mengisi setiap petak lahannya. 

Saya juga turut disapa ramah oleh para penjaga setempat. Begitu indah, rapi, dan nyaman saat saya memasuki area perumahan teman saya. Namun, segala ungkapan pujian sirna seketika saat saya berjalan sejauh lima langkah keluar dari benteng tembok abu. Tanahnya gersang dan luas rumah hanyalah sepetak. Hal ini kemudian melahirkan seribu tanda tanya. Apakah perbedaan spasial memungkinkan untuk melahirkan ketimpangan yang menjulang tinggi? Lantas, mengapa hal ini terus diindahkan?

Sisi Lain Gated Community

Hunian nyaman adalah idaman setiap insan. Dewasa ini, setiap sudut papan iklan pada jalan layang kerap menggeborkan hunian nyaman dalam perumahan. Tidak sepi peminat, para pengembang (atau developer) perumahan setia mengarungi uang dengan jumlah yang fantastis. Namun, siapa sangka pencapaian dalam mencetak angka fantastis dan menyediakan hunian nyaman malah justru menunjukkan fakta lain yang mengejutkan.

Perumahan atau yang dalam konteks ini adalah gated community adalah kawasan permukiman yang menjunjung tinggi eksklusivitas. Hal ini tercermin pada benteng atau tembok yang menjadi batas antara kawasan permukiman dengan wilayah luar (Ilustrasi 1). Selain itu, gated community di Indonesia identik dengan kawasan pemukiman yang dikembangkan oleh para konglomerat Indonesia berketurunan Tionghoa yang memiliki hubungan erat dengan presiden terdahulu, yakni Soeharto (Herlambang, et al. 2018).

Ilustrasi 1. Perumahan atau Cluster di Lippo Cikarang (Sumber: Lippo Cikarang)
Ilustrasi 1. Perumahan atau Cluster di Lippo Cikarang (Sumber: Lippo Cikarang)

Gated community ini juga biasa ditemukan di kawasan peri-urban atau di sekitar kota, layaknya Bekasi dan Tangerang. Hal ini bertujuan untuk mengakomidir tempat tinggal pekerja yang bekerja di dalam kota. Dengan demikian, kawasan permukiman ini menargetkan pada masyarakat lapisan kelas menengah. Para pengembang pemukiman kemudian mengemas kawasan permukiman dengan identitas eksklusivitas ini sebagai kawasan elit. Dengan begitu, keberhasilan membeli satu unit hunian merupakan suatu pencapaian sekaligus sebagai cara bagi pembeli dalam menaikkan status sosial. 

Meskipun demikian, alih-alih sebagai sarana untuk menaikkan status sosial, gated community justru menjadi sebuah kesempatan agar ketimpangan dapat semakin menjulang tinggi (Roitman & Reico, 2020). Kehadiran gated community seakan-akan telah membuat pembatas tak berbayang antara dunia luar. Dengan ini, segregasi sosial dalam masyarakat akan semakin teridentifikasi dengan jelas.

Menilik Imbas Kebijakan Permisif

Pengembangan lahan telah menjadi primadona di masa lampau bahkan sebelum krisis ekonomi menjerat Indonesia pada tahun 1997. Pada tahun 1993, reformasi kebijakan ekonomi telah menghasilkan kebijakan ekonomi yang lebih permisif bagi sektor swasta. Hal ini bertujuan untuk mengakselerasi investasi domestik (Winarso & Firman, 2002). Dengan demikian, para pengembang lahan atau land developer kian menjamur karena berbondong-bondong untuk mengalihfungsikan lahan biasa dan tak jarang juga lahan agrikultur menjadi lahan dengan nilai guna dan jual yang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun