Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Sudah Jatuh Tertimpa Tangga", Balada Nestapa Pekerja Informal

5 Mei 2023   18:45 Diperbarui: 11 Mei 2023   16:50 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pekerja Informal. (sumber: KOMPAS.ID/DIDIE SW)

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kembali mengacu pada cakupan pekerja informal. Pekerja informal didefinisikan oleh International Labour Organization (ILO) sebagai pekerja di sektor informal yang hak dan kewajibannya tidak diatur di dalam undang-undang. Hal ini kemudian menjadikan status pekerja informal sebagai pekerja yang rentan. 

Nihilnya regulasi yang memayungi pekerja informal menjadi bumerang bagi mereka --yang mengemban status 'pekerja' dan diiming-imingi fleksibilitas dalam bekerja. Implikasinya, pekerja pada sektor informal cenderung tidak terlindungi dan minimnya jaring pengamanan sosial. 

Di sisi lain, tidak adanya pemasukkan pajak dari sektor informal akan membatasi pemerintah untuk menyediakan public and goods services (Levy, 2008). 

Tidak hanya itu, tidak adanya pemasukkan pajak turut menjadi penyebab dibalik rendahnya rasio pajak negara. Dengan demikian, meningkatnya jumlah pekerja informal seharusnya dapat menjadi sebuah peringatan bahwa kondisi ketenagakerjaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Quo Vadis Industri Manufaktur?: Kemunduran Industrialisasi Indonesia

Fenomena stagnasi tenaga kerja Indonesia sekaligus tercermin pada data di atas. Bahkan, hal ini turut menujukkan bahwa adanya tren informalisasi tiap kuartalnya. Kepelikan fenomena yang terjadi, menghadirkan pertanyaan baru: lantas, apa penyebab dari tren informalisasi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita memutar waktu ke tahun 1990-an. Orde Baru menjadi saksi sejarah Indonesia menjadi primadona dunia dari Asia Tenggara. Hal tersebut ditunjukkan salah satunya melalui keperkasaannya di sektor manufaktur. 

Pada tahun 1980-1995, Indonesia menjadikan manufaktur sebagai pendorong pertumbuhan ekspor. Hal ini ditunjukkan melalui pertumbuhannya yang signifikan, yakni dari 2% hingga 50% (Aswicahyono et al. 2013, p. 185). 

Transformasi struktural yang didorong oleh adanya labour-intensive manufacturing serta adanya pertumbuhan yang masif berhasil membuat Indonesia masuk ke klasemen "high performing Asian economies" (World Bank, 1993). 

Sayangnya, Indonesia harus menerima realita pahit pada tahun 1997. Asian Financial Crisis meruntuhkan keperkasaan Indonesia di mata dunia. 

Pertumbuhan PDB Indonesia pada 1998, turun drastis hingga -13.1%.  Tidak selesai sampai di situ, 'kekalahan' industrialisasi Indonesia ditunjukkan melalui lambatnya pemulihan ekonomi pasca krisis dan kegagalan untuk mengembalikan laju pertumbuhan ekonomi saat momentum commodity price boom pada tahun 2002. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun