Hal inilah yang menyebabkan meski selisih antara v1 dan v2 cukup kecil, tetapi apabila sensitivitas (k1 atau k2) yang dimiliki suatu negara cukup besar, hal ini akan menyebabkan kepuasan negara tersebut menjadi berkurang jauh karena mereka merasa bahwa lawannya lebih diuntungkan (Franzese et al., 1998).
Oleh sebab itu, sensitivitas yang dirasakan suatu negara apabila negara lawan mendapatkan keuntungan lebih (k) menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan suatu hubungan internasional. Sensitivitas ini dapat ditentukan bahkan hanya karena faktor remeh-temeh yang kita sebut sebagai 'budi dan dendam'.Â
Di dalam Attack on Titan, faktor ini digambarkan oleh fakta historis atas penindasan yang pernah dilakukan Eldian terhadap Marley, sehingga meski Marley telah menjadi negara adikuasa, mereka tidak akan rela melihat Eldian mendapat keuntungan sekecil apapun.
Demikian pula dengan dunia kita saat ini. Sensitivitas akan sangat memengaruhi segala bentuk hubungan internasional, seperti pada perang dagang Amerika-Tiongkok yang dipengaruhi oleh fakta historis di mana Tiongkok sebagai negara berkembang merasa dirinya dahulu ditindas negara Barat.Â
Di sisi lain, Amerika justru merasa bahwa Tiongkok bisa menjadi besar seperti hari ini berkat dukungan Amerika.Â
Faktor sensitivitas ini juga memengaruhi banyak negosiasi lainnya di kancah internasional seperti konflik Israel-Palestina, negosiasi Brexit, krisis ekonomi Argentina-IMF, sengketa Pulau Senkaku/Diaoyu Dao antara Tiongkok-Jepang-Taiwan, dan perjanjian damai Eritrea-Ethiopia.
Pada hakikatnya, manusia bukanlah makhluk yang menentukan keputusan hanya karena keuntungan material semata, melainkan juga kepuasan batiniah mereka.Â
Ironisnya, hal ini juga yang membuat kebanyakan hubungan internasional pada umumnya tidak pernah berhasil apabila hanya didasarkan kepada faktor masa kini.Â
Kalkulasi 'budi dan dendam' di masa lalu akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan di masa kini. Pada hakikatnya, sifat manusia dengan negara tidak berbeda jauh.Â
Negara bahkan akan lebih rela untuk menanggung kerugian minimum apabila hal tersebut berarti lawannya juga dirugikan daripada sama-sama diuntungkan tetapi lawannya mendapatkan keuntungan lebih besar dari dirinya (Kahneman, 1979).
Kendati demikian, memperhitungkan faktor remeh-temeh seperti 'budi dan dendam' adalah hal yang membuat manusia menjadi utuh.Â