Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

4 Tahun Kepresidenan Donald Trump: Evaluasi Trumpism dalam Pusaran Kekacauan

27 November 2020   19:55 Diperbarui: 27 November 2020   20:07 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pew Research Center

Pada awal masa pemerintahan Donald Trump, The Fed mengambil langkah untuk meningkatkan suku bunga secara beruntun dalam selang waktu setiap beberapa bulan sebagai bentuk antisipasi terhadap meningkatnya inflasi. Kebijakan ini mendorong masuknya aliran modal ke dalam Amerika Serikat dan memperkuat tren melemahnya aliran modal keluar (net capital outflow) dari negara maju ke negara berkembang (Boz, Cubeddu, Obstfeld, 2017). Belum lagi diloloskannya Tax Cut & Job Acts di akhir tahun 2017 yang memotong pajak korporasi dan memperbaiki iklim investasi di Amerika Serikat melalui deregulasi skala besar (Trump bahkan menandatangani Peraturan Presiden yang mewajibkan pencabutan dua regulasi lama untuk setiap satu regulasi yang dicabut). Sebagai dampaknya, perekonomian Amerika kembali bergairah sehingga mendorong terjadinya capital reversal dari negara berkembang kembali ke Amerika Serikat.

Donald Trump juga mengkombinasikan kebijakan ini dengan kebijakan anti-imigrasi yang menurunkan jumlah imigrasi ilegal maupun legal ke dalam Amerika Serikat selama masa pemerintahannya. Faktanya, jumlah imigran yang dicegat dan ditahan setiap tahunnya oleh Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai Amerika (ICE) mencapai puncaknya di masa pemerintahan Trump. Pemerintahan Trump juga menurunkan jumlah pengungsi pencari suaka ke Amerika Serikat secara drastis, dari 85.000 di tahun 2016 hingga hanya 30.000 di tahun 2019 (Pew Research Center, 2019).

Sumber: Vox.com, Center for Migration Studies
Sumber: Vox.com, Center for Migration Studies

Sumber: Pew Research Center
Sumber: Pew Research Center
Dalam jangka pendek, kombinasi kebijakan ini terbukti mendorong kenaikan rata-rata gaji penduduk Amerika di kuartil pendapatan terendah. Sebelum terjadi pandemi COVID-19, kenaikan gaji (per jam) rata-rata yang dirasakan penduduk Amerika mencapai 3,3% di tahun 2019 dibandingkan dengan kenaikan sebesar 2,5% pada tahun terakhir pemerintahan Obama. Namun, dalam jangka yang lebih panjang, kebijakan ekonomi Presiden Trump memiliki efek negatif karena tidak semua warga negara Amerika mau mengisi pekerjaan-pekerjaan yang biasa diisi imigran---seperti pemetik buah di perkebunan---yang akhirnya malah akan menurunkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan (Alan de Brauw, 2017).

Sementara itu, pertengahan masa pemerintahan Trump lebih diwarnai dengan perang dagangnya dengan Tiongkok yang menyebabkan tensi dalam perdagangan global. Keputusan ini merupakan janji kampanye utama Trump yang dilaksanakan bukan hanya karena pertimbangan ekonomi, namun juga karena pertimbangan politik. Hal ini disebabkan salah satu alasan kemenangan Donald Trump di tahun 2016 adalah karena kaum pekerja kulit putih di wilayah Midwestern Amerika yang kehilangan kesejahteraan akibat resesi besar tahun 2009 memilih Donald Trump dalam pemilu tersebut. Voter bloc ini memilih Donald Trump karena janjinya untuk merevitalisasi pekerjaan di sektor manufaktur yang belum kembali sejak saat itu (Dervin, Anderlik, 2009).

Selain itu, salah satu fitur utama dalam strategi perang dagang Trump dengan Tiongkok adalah penggunaan tariff dan sanction dalam jumlah besar untuk mengacaukan ekonomi Tiongkok. Dalam jangka pendek, kebijakan ini efektif dalam mempersulit perusahaan Tiongkok seperti ZTE dan Huawei dengan memutus akses mereka terhadap komponen bahan baku teknologi yang diproduksi perusahaan Amerika dan melemahkan supply chain Tiongkok yang memiliki ketergantungan terhadap supplier Amerika. Namun, dalam jangka panjang, menurut mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Jack Lew, kebijakan ini dikhawatirkan akan melemahkan hegemoni sistem keuangan berbasis dolar Amerika. Mengapa? Sebab hal ini akan mendorong banyak negara untuk melaksanakan de-dolarisasi demi mengurangi ketergantungan terhadap sistem finansial berbasis dolar. Belum lagi, kita harus mempertimbangkan fakta bahwa untuk setiap pekerjaan sektor manufaktur yang diselamatkan oleh kebijakan tarif Trump, konsumen Amerika harus menanggung harga produk yang lebih tinggi dari harga wajar.

Pada akhirnya, babak final dari masa pemerintahan Trump ditandai dengan merebaknya pandemi COVID-19 di Amerika. Ekspansi ekonomi Amerika yang telah berlangsung terus-menerus selama 128 bulan terpaksa terhenti sehingga mendorong percepatan tren deglobalisasi yang sebelumnya telah terjadi di dunia akibat perang dagang dan ketidakpastian ekonomi. Tren ini juga diperparah oleh tingkat imigrasi dan aktivitas perekonomian yang terhenti atau melemah untuk jangka waktu yang sulit diperkirakan. Ironisnya, pemerintahan Trump yang dibangun dengan janji membuat ekonomi Amerika menjadi 'hebat kembali' harus berakhir tragis di tengah resesi ekonomi terburuk sejak Depresi Besar tahun 1929. Nyatanya, resesi ini memperparah tingkat ketimpangan ekonomi di Amerika secara signifikan. Ketika kekayaan dari orang-orang paling kaya di Amerika terus bertumbuh selama masa pandemi, rakyat kelas menengah ke bawah hanya bisa bertahan hidup melalui Bantuan Langsung Tunai dari pemerintah.

Make America Great Again (?)

Tidak dapat dipungkiri, kendati berbagai prestasi yang diraih, kebijakan ekonomi Trump dalam empat tahun terakhir juga tidak lepas dari berbagai kekurangan. Pemotongan pajak yang dilakukannya berkontribusi dalam memperparah tingkat ketimpangan ekonomi di Amerika Serikat dan melambungkan defisit APBN Amerika di tengah momen krisis ekonomi seperti saat ini. Belum lagi, perilakunya sering kali merendahkan dan memengaruhi institusi independen yang seharusnya bebas dari pengaruh politik seperti ketika dia kerap memaksa The Fed untuk memotong tingkat suku bunga selama masa kepresidenannya. Terlepas dari semua kebijakan ekonomi Trump yang dikenal sebagai Trumpism, saat ini dengan berakhirnya era pemerintahan Donald Trump dan terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat Ke-46, kita hanya bisa harap-harap cemas dan menunggu kemanakah Amerika akan bergerak ke depannya. May God Bless America.

Diulas oleh: Tantra Tanjaya | Ilmu Ekonomi 2020 | Trainee Staff Divisi Kajian Kanopi FEB UI 2020

REFERENSI

  1. Gkmen, zgr. (2017). Jan-Werner Mller, What Is Populism? (2016). Markets, Globalization & Development Review. 2. Article 7. 10.23860/MGDR-2017-02-02-07.
  2. De Brauw, Alan (2017), Does Immigration Reduce Wages?
  3. Ahmadian, Sara & Azarshahi, Sara & Paulhus, Delroy. (2017). Explaining Donald Trump via communication style: Grandiosity, informality, and dynamism. Personality and Individual Differences. 107. 10.1016/j.paid.2016.11.018.
  4. The Council of Economic Advisers, December 2019, The Impact of the Trump Labor Market on Historically Disadvantaged Americans
  5. Inglehart, Ronald, and Pippa Norris. "Trump, Brexit, and the Rise of Populism: Economic Have-Nots and Cultural Backlash." HKS Faculty Research Working Paper Series RWP16-026, August 2016.
  6. Finley, Laura & Esposito, Luigi. (2019). The Immigrant as Bogeyman: Examining Donald Trump and the Right's Anti-immigrant, Anti-PC Rhetoric. Humanity & Society. 44. 016059761983262. 10.1177/0160597619832627.
  7. Kopp, Emanuel, Leigh, Daniel, Mursulla, Susanna, and Tambunlertchai, Suchanan, 2019,  U.S. Investment Since the Tax Cuts and Jobs Act of 2017: IMF Working Paper.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun