Tiga puluh tahun silam, ketika seorang developer real-estate masyhur dari Kota New York merilis bukunya mengenai motivasi pengembangan bisnis, tidak ada seorang pun yang terkejut ketika dalam tulisannya, dia memuji Gubernur New York kala itu, Mario Cuomo, sebagai sosok yang "baik" dan menyebut bahwa dia akan terpilih kembali sebagai Gubernur "in a landslide"---mengingat sang gubernur merupakan sekutu dan teman baik dari sang developer. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat membayangkan bahwa tiga dekade kemudian, sang developer akan menjadi Presiden Amerika Serikat yang sedang menghadapi sebuah pandemi global sembari bergelut dengan Gubernur New York saat ini, Andrew Cuomo (yang ironisnya merupakan anak dari Mario Cuomo)Â melalui serangkaian utas di media sosial Twitter.
Sosok developer tersebut bernama Donald John Trump, yang empat tahun lalu dengan segala perilaku eksentriknya berhasil mengejutkan dunia dengan terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat ke-45. Banyak hal telah berlalu dalam 4 tahun masa kepemimpinannya yang dipenuhi dengan berbagai headline berita yang kontroversial serta beragam tindakan 'berwarna' yang membuat seluruh dunia kelabakan. Mulai dari kebijakan anti-imigrasinya yang mengurung anak-anak di dalam jeruji besi, pertemuan bilateralnya dengan Kim Jong-Un, hingga pernyataannya bahwa menyuntikkan disinfektan akan menyembuhkan COVID-19. Namun, dibalik segala hal yang ditampilkan dan dikatakan Donald Trump kepada publik, kekuasaannya membawa berbagai perubahan kepada Amerika dan dunia secara keseluruhan. Lantas, dengan segala kekacauan dalam kepresidenannya, adakah cara bagi kita untuk menilai perubahan yang dibawa Trump secara objektif?
Apa yang Dilakukan, Bukan Apa yang Dikatakan
Bukanlah hal yang mudah untuk menilai Donald Trump secara objektif. Trump sendiri juga bukan seorang yang konsisten dalam mengungkapkan pandangannya. Pertama, perlu dipahami bahwa Donald Trump memposisikan dirinya sebagai kandidat yang melawan kelaziman, atau yang dikenal sebagai kandidat anti-establishment. Beliau merepresentasikan dan memanfaatkan sentimen anti-elit dan anti-globalisme yang dikombinasikan dengan retorika nasionalis beserta janji-janji untuk mengembalikan kejayaan Amerika Serikat (Inglehart, 2016).
Kedua, pesan yang dibawa Donald Trump juga sangat berbeda dengan kandidat lainnya. Dia mengkritik keras perdagangan bebas, imigrasi, dan campur tangan Amerika dalam urusan internasional. Gaya komunikasi politiknya dipenuhi dengan narsisme dan dia juga tidak segan untuk mencibir dan mencemooh lawan-lawannya melalui berbagai julukan informal yang bersifat menghina, baik kepada lawan di dalam partai sendiri ("Low Energy Jeb", "Lyin' Ted") maupun kepada lawan di luar partai ("Crooked Hillary", "Sleepy Joe") (Ahmadian, 2017).
Ketiga, kunci dalam menilai Donald Trump adalah untuk memahami bahwa mayoritas dari apa yang dilakukannya tidak selalu tercermin dalam pernyataannya. Trump telah mengubah kondisi ekonomi, sosial, dan kebijakan luar negeri Amerika hanya dalam empat tahun kekuasaannya. Kepemimpinannya telah mentransformasi ekonomi Amerika melalui perubahan kode pajak Amerika dengan meloloskan Tax Cuts & Jobs Act 2017, memulai perang dagang dengan Republik Rakyat Tiongkok sejak 2018, dan menderegulasi ekonomi Amerika dalam skala besar. Dalam bidang sosial, meskipun dia mendorong reformasi dalam bidang hukum yang menguntungkan kaum minoritas (First Step Act 2018), Â persepsi masyarakat mengenai hubungan antar ras selama masa kepemimpinan Donald Trump juga memburuk akibat retorika anti-imigran dan nativisme yang dipromosikan olehnya (Pew Research Center, 2020).
Dalam hal kebijakan luar negeri, prinsip isolasionisme sekaligus retorika agresif yang diterapkan oleh Donald Trump lebih menyerupai pandangan mendiang Senator Henry Cabot Lodge yang menentang kebanyakan bentuk intervensi Amerika terhadap urusan internasional dibandingkan dengan kebijakan luar negeri Amerika pada umumnya. Namun, seberapa jauh kombinasi dari kebijakan ini berdampak pada perubahan kebijakan domestik dan internasional dari Amerika sangat bergantung kepada kacamata analisis yang kita pilih. Penulis sendiri memilih untuk menganalisis pemerintahan Trump dengan memberi penekanan lebih besar pada kacamata ekonomi dibanding sektor lainnya.
"It's The Economy, Stupid!"
Terlepas dari pleonasme dan hiperbola yang sering dilontarkan oleh Donald Trump tentang dirinya yang telah membangun 'ekonomi terbaik dalam sejarah Amerika Serikat', kondisi ekonomi Amerika sebelum pandemi COVID-19 di masa pemerintahan Trump memang relatif lebih stabil dan baik dibanding masa kepresidenan Obama, di mana Amerika masih berada dalam proses pemulihan dari The Great Recession tahun 2009. Dinamika ekonomi Amerika pada masa Trump juga bisa dibagi menjadi tiga periode, yaitu awal masa pemerintahan, pertengahan masa pemerintahan (sebelum pandemi COVID-19), dan akhir masa pemerintahan (setelah pandemi COVID-19).