Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tubir dan Tabir: Menyingkap Pertumbuhan Ekonomi Negatif

9 Oktober 2020   18:49 Diperbarui: 12 Oktober 2020   09:46 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (sumber: THINKSTOCKS)

Bahkan, mereka menyatakan bahwa sistem ekonomi global masih jauh dari ideal keberlanjutan. Emisi karbon global sendiri mencapai rekor puncaknya pada tahun 2019 (Harvey dan Gronewold dalam scientificamerican.com, 2019). Namun, adanya pandemi dan pertumbuhan ekonomi negatif meredakan jumlah emisi karbon tersebut. Penurunan tersebut terjadi sampai 17%, rekor terbesar sepanjang sejarah (Le Quere et al, 2020:652).

Tentu saja, penurunan emisi ini akan berakhir seiring pulihnya perekonomian. Akan tetapi, kejadian ini memberikan secercah harapan. Ada tren positif yang terjadi selama krisis ini. 

Paling tidak, umat manusia bisa berkaca kembali mengenai hubungannya dengan alam. Apakah perlu sebuah krisis kesehatan-ekonomi untuk memaksa kita meredakan laju perubahan iklim?

Maka dari itu, kita perlu sebuah pemulihan ekonomi yang lebih ramah lingkungan. Bahasa kerennya greener recovery. Barbier (dalam weforum.org, 2020) menggariskan langkah yang ditempuh untuk mewujudkan ideal tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah menghentikan subsidi bahan bakar fosil, pajak karbon, dan belanja sektor publik di bidang riset dan pengembangan energi terbarukan. Dampaknya, dekarbonisasi dunia bisa ditempuh.

Jadi, pertumbuhan ekonomi negatif tidak 100% buruk. Memang, tubir ekonomi menjadi tabir penurunan besar subjective well-being individu. Akan tetapi, tabir ini juga menjadi rem yang memperlambat laju emisi karbon peradaban kita. Akhirya, subjective well-being kita bisa terjaga dalam jangka panjang dengan kondisi ekologi yang membaik.

Menyingkap Pertumbuhan Ekonomi Negatif. (ilustrasi dari Kanopi FEBUI)
Menyingkap Pertumbuhan Ekonomi Negatif. (ilustrasi dari Kanopi FEBUI)
Sayangnya, animal spirits di dalam diri kita malah meresonansi sinyal negatif tersebut. Individu menjadi pesimis berlebihan terhadap nasib ekonomi Indonesia. Seakan-akan COVID-19 adalah akhir dari segalanya. Padahal, krisis ini adalah momentum emas untuk keluar dari stagnasi dan mereformasi Indonesia menuju arah kemajuan.

Momentum emas ini tidak boleh dilewatkan karena pesimisme yang berlebihan. Ingatlah pesan optimisme yang pernah dibawakan Iwan Fals dan Ian Antono dalam lagu Bunga Kehidupan. Jika kita sadur ke dalam alinea, begini bunyinya:

"Tak ada persoalan yang tak selesai. Tak ada badai yang tak berhenti. Mari mulai bekerja hadapi tantangannya. Sebab kenyataan ini tak bisa dihindari."

Oleh: Rionanda | Ilmu Ekonomi 2019 | Staff Kajian Kanopi FEB UI 2020

REFERENSI:

Barbier, Edward. (2020, 14 Juli). Here's how to deliver a green recovery for the G20 economies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun