Pertama, pemerintah Indonesia sebagai forefront harus mampu membina good governance selama pandemi dan masa pemulihan pascapandemi.Â
Menurut hemat Bank Dunia, terdapat empat kriteria yang harus dijalankan pemerintah, diantaranya keadilan, kepastian, kenyamanan, dan efisiensi. Empat kriteria ini diimplementasikan demi menjaga stabilitas dalam negeri sekaligus stabilitas ekonomi yang mendukung pertumbuhan inklusif.
Realisasi empat kriteria tersebut dapat dimulai dari pengelolaan utang yang baik dan transparan. Aspek ini harus dipenuhi untuk memastikan bahwa pinjaman dan utang apapun yang diterima hari ini dapat dibayar di kemudian hari. Bank Indonesia sebagai bank sentral juga dapat berkontribusi, terutama dalam pengambilan kebijakan moneter yang mampu meningkatkan kepercayaan investor.
Membahas sisi moneter, sejatinya pemerintah diharapkan untuk mengimplementasikan kebijakan moneter yang ketat dan berfokus kepada pengaturan inflasi dan nilai tukar. Hal ini berdasarkan pengalaman gelombang utang tahun 1999.Â
Pada masa itu, terbukti bahwa kebijakan moneter yang lebih ketat telah berhasil menurunkan inflasi dari hampir 100 persen pada 1999 menjadi lebih dari 20 persen pada 2000 dan 2001.Â
Lagipula, kebijakan moneter yang mendahulukan nilai tukar yang fleksibel dan inflasi yang terkendali dapat menyediakan memberikan jangkar nominal yang efektif bagi perekonomian (Kose, et.al. 2020).
Alternatif selanjutnya adalah perluasan sumber daya fiskal untuk pengeluaran prioritas. Perluasan tersebut dapat dilakukan dengan penguatan administrasi pajak atau reformasi pajak (Gaspar, Ralyea, dan Ture 2019; IMF 2019c; Bank Dunia 2017d). Pajak menjadi salah satu kunci utama pembiayaan saat ini karena 80% total pendapatan negara berasal dari pajak.Â
Namun faktanya, rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 10,2%. Angka tersebut adalah yang terendah di antara negara-negara berkembang dan jauh di bawah batas 15% yang dibutuhkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi menurut IMF dan Bank Dunia. Selain itu, pendapatan pajak aktual pun diperkirakan kurang dari 50% dari pendapatan pajak potensial.
Untuk mengakali problematika perpajakan ini, Bank Dunia menyarankan beberapa poin reformasi pajak dalam laporannya yang bertajuk Indonesia Public Expenditure Review: Spending for Better Results yang terbit pada Juni 2020.Â
Poin-poin tersebut di antaranya adalah meningkatkan tarif PPh untuk kelas pendapatan tertinggi dan menerapkan "pajak hijau" untuk mendukung infrastruktur, sektor perikanan, dan sektor pariwisata.
Selanjutnya, pemerintah direkomendasikan pula untuk memperluas basis pajak korporasi sambil memberikan insentif kepada UMKM dengan tarif pajak lebih rendah.Â