Apakah dunia sedang munafik? Menutup mata terhadap masa lalu seakan ia hanyalah dongeng belaka. Atau dunia sedang egois? Menganggap bumi dan isinya adalah perebutan antar bangsa. Benarkah batas teritorial menjadi batas pandang mata empati kita? Rasanya, belakangan ini banyak pihak yang memanfaatkan etnosentrisme sebagai jaring untuk meraup kekayaan di negeri sendiri dengan nyaman tanpa tekanan dari bangsa asing untuk berkembang.
Isu mengenai imigran bukanlah hal yang asing diperdebatkan akhir-akhir ini. Berbagai bentuk kerusuhan ras dan penolakan terhadap pendatang seperti konflik Rohingya, konflik Palestina, penolakan imigran Libya di Eropa, hingga kemenangan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat pada 2016 menjadi bukti tingginya sentimen masyarakat terhadap imigran. Padahal, kisah mengenai ekspedisi, penjelajahan, dan pendatang terlihat memenuhi rangkaian sejarah dunia.
Sejarah peradaban benua Amerika, besarnya perkembangan industri di Inggris, dan persebaran agama di dunia menjadi bukti bahwa mobilitas manusia menjadi faktor utama berkembangnya peradaban dunia. Tingginya isu mengenai imigran sangat tidak relevan apabila kita melihat kembali pada besarnya kontribusi imigran pada sejarah peradaban umat manusia. Lalu bagaimana ringkasan beberapa gambaran dinamika imigran di dunia? Serta bagaimana Indonesia menyikapinya?
Catatan Kisah Imigran
Negara adidaya Amerika Serikat dikenal sebagai "Nation of Immigrant", julukan yang datang bukan tanpa alasan. Dikenalnya benua Amerika juga merupakan andil dari penjelajah Spanyol, Italia, dan Inggris. The Gutierrez Map 1562 menjadi salah satu bukti penemuan benua Amerika. Peristiwa seperti The Boston Tea Party juga menjadi gambaran atas besarnya pengaruh pendatang terhadap perkembangan Amerika saat itu.
Pada akhir 1800-an, dengan alasan kontra terhadap pemerintah dan mencari harapan kehidupan baru, penduduk di berbagai belahan dunia memutuskan untuk meninggalkan negara mereka dan bermigrasi ke Amerika Serikat. Antara tahun 1870-1900, 12 juta imigran datang melalui pelabuhan-pelabuhan besar di Amerika.Â
Menanggapi datangnya imigran, berbagai sektor industri dan pertanian menawarkan lapangan pekerjaan di beberapa negara bagian terkhusus yang minim penduduk. Berdasarkan American Community Surveys pada tahun 2018, hampir 14 persen penduduk Amerika adalah imigran, dan jika anak keturunan mereka termasuk, satu dari empat orang Amerika Serikat termasuk golongan pendatang.
Library of Congress menyatakan bahwa dampak kedatangan imigran cukup terasa dua dekade setelahnya. Awal abad ke-20 menjadi era ekspansi bisnis dan reformasi progresif di Amerika Serikat.Â
Pengembangan regulasi bisnis dan lingkungan kerja, pemberantasan korupsi, pemberdayaan lingkungan kumuh menjadi perhatian utama pemerintah. Pertumbuhan ekonomi yang sangat besar berlanjut hingga tahun 1920-an hingga disebut sebagai "The Roaring Twenties" dan "The New Era".Â
Kini, dua abad telah berlalu sejak para imigran pertama kali menapakkan kaki mereka di benua Amerika. Namun, alih-alih bersikap semakin terbuka terhadap pendatang baru, sentimen negatif terhadap mereka justru sedang melanda Amerika Serikat.Â
Pada kampanye Donald Trump, ia melontarkan seruan untuk mendeportasi 12 juta imigran dan pembangunan tembok pembatas yang berkontribusi kuat pada kesuksesannya dalam pemilihan presiden. Penolakan ratusan ribu imigran dari Amerika Selatan terus terjadi, seiring dikabulkannya peraturan ketat baru mengenai imigran oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Kisah yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Britania Raya. Pada 1948, pemerintah setempat memiliki inisiatif untuk mengundang para imigran dari persemakmuran Karibia. Kedatangan para imigran ini dikenal sebagai "Windrush Generation". Â
Para imigran disambut dengan sangat baik oleh daratan Britania Raya, tanpa adanya persyaratan dokumen yang dibutuhkan. Pada dekade ini, kata "imigran" memiliki bobot yang sama dengan penduduk lokal, dan tidak ada sentimen negatif tentang keberadaan mereka.
Namun, kontribusi para pendatang tidak sesuai harapan penduduk lokal. Lima ribu orang ditemukan tidak memiliki tempat tinggal dan pengangguran.Â
Berbagai persoalan muncul, seperti konflik mengenai tempat tinggal di London dan Nottingham yang diawali oleh kerusuhan ras yang terjadi di London Utara. Hingga pada dekade 1950-an, sentimen negatif mengenai ras dan imigran mulai muncul, dan berbagai penolakan terus terjadi hingga saat ini. Suatu pertanyaan pun muncul, sebagai tamu yang diundang, apakah ini sepenuhnya salah mereka?
Globalisasi dan Kebangkitan Populisme Dunia
Penolakan kehadiran imigran dunia bukanlah tanpa sebab, salah satunya terdapat andil globalisasi di dalamnya. Hingga saat ini, tatanan ekonomi dan politik berjalan pada pola yang berkesinambungan.Â
Bentuk globalisasi ekonomi akan terus berlanjut seiring kemajuan teknologi dan informasi dan perjanjian perdagangan yang terus menurunkan tarif lintas dagang. Demokrasi yang memberi kebebasan berpendapat mulai merambat pada supremasi hukum, dan munculnya dominasi negara kaya karena adanya ketergantungan dan organisasi global yang menjadi acuan kebijakan dan regulator dunia.
Dominasi kebijakan ekonomi liberal seperti regional ekonomi, kartel perdagangan internasional, serta pemotongan pajak ekspor dan impor menuntun adanya reaksi yang masif oleh masyarakat dunia.Â
Brexit, kemenangan Donald Trump, dan munculnya partai populis-nasionalis di Eropa menjadi indikasi bahwa populisme telah bangkit kembali dengan bentuk yang berevolusi. Â Populisme yang sebelumnya cenderung memiliki karakter nasional kini berubah menjadi bentuk yang lebih internasional.Â
Masih berhubungan dengan liberalisme ekonomi dunia, Teorema Stolper-Samuelson menyatakan bahwa terdapat trade-off antara biaya faktor produksi dalam menentukan harga barang Pada perdagangan internasional, meluasnya cakupan pasar menyebabkan meningkatnya persaingan pasar faktor produksi, di mana yang dapat menawarkan harga terendah menjadi pemenang. Kapitalisme untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya menjadi orientasi utama.
Hal ini juga berlaku di pasar tenaga kerja, di mana pasar tenaga kerja yang memiliki standar upah paling rendah lah yang akan memenangi kompetisi. Pada negara berkembang, rendahnya upah membuat banyaknya industri luar negeri yang masuk. Akibatnya terdapat pemain besar baru dalam penawaran tenaga kerja yang memiliki andil cukup besar dalam menentukan upah atau biasa disebut sticky wages price.Â
Apabila diasumsikan tenaga kerja luar negeri dan dalam negeri merupakan perfect substitutes, kehadiran mereka yang bersedia diberi upah lebih rendah akan mengusik keseimbangan pasar tenaga kerja yang telah ada sesuai dengan hukum permintaan di dalam ilmu ekonomi.
Dinamika Imigran di Indonesia
Lantas, bagaimanakah dinamika imigran di dalam negeri sendiri? Indonesia merupakan negara yang sudah tidak asing dengan kedatangan imigran.Â
Faktanya, Indonesia telah didatangi oleh 200 ribu pengungsi Indocina pada 1975 dan 58 ribu pencari suaka dari Afganistan dan Iran pada 1990-an. Selain itu, Indonesia menampung para korban perdagangan orang asing, terutama para nelayan dari Myanmar, Kamboja, Laos, dan Thailand. Pada awal 2015, pemerintah menyelamatkan 1.200 nelayan yang terdampar dari Ambon di mana mereka sebelumnya diperlakukan seperti budak.
Tingginya toleransi dan potensi kekayaan alam menyebabkan Indonesia menjadi negara idola para imigran atau tenaga kerja asing, terutama  mereka yang memiliki keterampilan tinggi. Sebagai bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja lokal, Indonesia hanya mengizinkan tenaga kerja dengan pendidikan, pengalaman kerja, dan keterampilan tertentu, seperti tenaga pendidik bahasa dan budaya asing yang sulit ditemukan pada pasar tenaga kerja lokal.Â
Indonesia yang menjadi destinasi favorit para imigran ternyata juga menimbulkan tantangan baru bagi pemerintah, yaitu masuknya imigran ilegal. Pada pertengahan tahun 2013, Australia mendeportasi 58 ribu pencari suaka yang sebelumnya sempat transit tanpa terdeteksi di perairan Indonesia.Â
Hal itu menjadi bukti bahwa wilayah Indonesia yang didominasi oleh laut ikut mempersulit pelaksanaan patroli pengamanan yang komprehensif. Selain itu, desas-desus mengenai tingginya tenaga kerja asing yang datang di Indonesia menyebabkan kegelisahan mengenai perlindungan terhadap tenaga kerja lokal.
Namun, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjaga  kesejahteraan dan melindungi hak WNI yang menjadi imigran di luar negeri. Kita tidak ingin Tragedi Nunukan pada 2002 yang berakhir dengan deportasi 400 ribu pekerja Indonesia dari Nunukan, Malaysia terulang kembali. Adanya tindak pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal milik warga negara Tiongkok baru-baru ini juga semakin menambah urgensi pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Kisah Britania Raya dan Amerika Serikat menjadi sebuah gambaran besarnya pengaruh imigran terhadap kehidupan negara. Pada 2030, 70 persen penduduk Indonesia berada di usia produktif. Kembali, pemerintah perlu memutar otak mengenai bagaimana partisipasi masyarakat untuk membuka lapangan kerja dan memberi perlindungan pada pekerja lokal dari tenaga kerja luar negeri. Saat ini, menjadi pertanyaan oleh semua pihak, apakah akan menjadi surplus ekonomi? Atau terjadi ledakan tingkat pengangguran di Indonesia?
Oleh: Fariz Raffandi Marzuki | Ilmu Ekonomi 2019 | Staff Kajian Kanopi 2020
DAFTAR PUSTAKA
Judis, John. (2018). "The Two Sides of Immigration Policy". Diakses dari https://densho.org/learning/civilliberties/densho5.pdf. (4 Mei 2020, 11:07)
Hirschman, Charles (2014). "Immigration to the United States: Recent Trends and Future
Prospects". Malays J Econ Study.
Phillips, Trevor. (...). "The Carribean Immigrants Who Transformed Britain". The New Republic. Diakses dari newrepublic.com. (4 Mei 2020, 13:26)
"Rise of Industrial America, 1876 - 1900". (n.d). Library of Congress. Diakses dari loc.gov. (4 Mei 2020, 13:30)
"Progressive Era to New Era, 1900-1929". (n,d). Library of Congress. Diakses dari loc.gov (4 Mei 2020, 13:31)
"Causes of Conflict: Issues of Immigration". (2008). Denscho. Diakses dari https://densho.org/learning/civilliberties/densho5.pdf. (4 Mei 2020, 13:34)
(Antje & Wayne, 2018). "Indonesia: A Country Grappling with Migrant Protection at Home and Abroad". Migration Policy Institute. Diakses dari migrationpolicy.org. (6 Mei 2020, 12:41)
PENN WHARTON University of Pennsylvania. (2016). "The Effects of Immigration on the United States's Economy". Diakses dari budgetmodel.wharton.upenn.edu. (5 Mei 2020, 21:50
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H