Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Panggung Sandiwara Kapitalisme dan Demokrasi: Menilik Dua Naskah

10 April 2020   17:01 Diperbarui: 10 April 2020   17:02 1939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.ft.com/content/cec2664c-9a2e-11e7-b83c-9588e51488a0

Malah, ketiga negara ini mengembangkan konstruksi politik-ekonomi yang melawan naskah Barat. Ia bernama authoritarian/illiberal capitalism. Dalam sistem ini, negara memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat. Sementara kebebasan politik dan sipil? No way. Negara menekan ekspresi kedua kebebasan ini demi kepentingan stabilitas kolektif.

Sampai di abad ke 21, kita disajikan dua naskah yang berbeda; Kapitalisme demokratis dan kapitalisme otoritarian. Sandiwara pertama bercerita soal sistem ekonomi dinamis yang memupuk alam demokrasi. Sementara yang kedua berkisah tentang represi hak politik-sipil sebagai prasyarat mutlak sistem ekonomi yang dinamis.

Pertunjukan mana yang menerima banyak perhatian? Sampai awal abad ke 21, kapitalisme demokratis menjadi idaman penonton. Semua bersorak melihat bertunasnya kapitalisme demokratis di negara bekas Pakta Warsawa dan Uni Soviet. Jumlah rezim demokrasi bertambah pesat secara global, seperti yang diilustrasikan kurva ini:

Sumber: https://www.ft.com/content/cec2664c-9a2e-11e7-b83c-9588e51488a0
Sumber: https://www.ft.com/content/cec2664c-9a2e-11e7-b83c-9588e51488a0

Makin kesini, selera penonton bergeser. Animo terhadap tumbuhnya tunas demokrasi menurun. Mereka justru terpukau oleh kebangkitan Tiongkok. Ternyata, sebuah negara yang membangun kapitalisme otoritarian (ekonomi pasar bebas dengan sistem satu partai) dapat menyaingi Amerika Serikat. Bahkan, ia dianggap lebih efektif dalam menyelesaikan masalah ekonomi seperti resesi dan kemiskinan dengan garis kepemimpinannya yang sentralistis.

Terlebih lagi, menguatnya populisme membuat narasi kapitalisme otoritarian semakin menarik. Para otokrat populis seperti Putin, Erdogan, Orban, dan Trump (to an extent) melihat kapitalisme sebagai senjata untuk mengendalikan narasi politik lewat kontrol ekonomi terhadap media, industri vital, dan lain sebagainya. Sehingga, mereka dapat menggalang kekuatan politik yang lebih besar untuk menggasak demokrasi.

Lantas, kemana cerita ini harus berlanjut? Apakah kapitalisme dan demokrasi harus bercerai demi populisme? Atau rezim kapitalisme otoriter harus dipaksa mengadopsi demokrasi? 

Malah, ada suara dari kiri jalan yang menyajikan lanjutan radikal. "Akhiri saja kapitalisme, demokrasi sejati akan subur!" Hei Bung, pemikir seperti Friedrich Von Hayek dan Milovan Djilas sudah memperingatkan kita. Mengakhiri kapitalisme sama saja melangkah menuju totalitarianisme, di mana para birokrat borjuis menjadi penindas baru peradaban manusia.

Inilah pilihan naskah yang harus kita perdebatkan. Sayang, sekarang bukan episode yang tepat untuk berdebat. Mari kita tunggu sampai normalitas dan kewarasan kembali dalam politik dunia. Paling tidak seperti the prospering 90s. Baru kita bisa memadu ide dan memilih dengan kepala dingin. Percayalah, kebebasan (liberty) akan memikat kepala dingin itu.

Oleh: Rionanda | Staff Kajian Kanopi 2020 | Ilmu Ekonomi 2019

DAFTAR PUSTAKA

  1. Amico, Laura. (2020). DO DEMOCRACY AND CAPITALISM REALLY NEED EACH OTHER? Diakses dari https://hbr.org/2020/03/do-democracy-and-capitalism-really-need-each-other. (22 Maret 2020, 22:55).
  2. Ming, Xia. (2006). "China Threat" or a "Peaceful Rise of China"? Diakses dari https://archive.nytimes.com/www.nytimes.com/ref/college/coll-china-politics-007.html. (22 Maret 2020, 22:54).
  3. Packenhamm, Robert A dan William Ratliff. (2007). What Pinochet Did for Chile. Diakses dari https://www.hoover.org/research/what-pinochet-did-chile. (22 Maret 2020, 22:54).
  4. Wolf, Martin. (2017). Capitalism and Democracy, the Odd Couple. Diakses dari https://www.ft.com/content/cec2664c-9a2e-11e7-b83c-9588e51488a0. (22 Maret 2020, 22:50).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun