Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengurai Kemacetan dengan "Membayar Lebih"

10 Mei 2019   19:16 Diperbarui: 13 Mei 2019   09:34 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padahal, moda transportasi seperti itulah yang dapat mengoptimalisasi penggunaan ruang di jalan raya berkat kemampuannya mengangkut banyak orang sekaligus. Transjakarta, KRL, dan sejenisnya juga menjadi andalan pemerintah daerah (pemda) Jakarta karena selain menghasilkan pendapatan, mereka juga berpotensi mengurangi kemacetan yang dapat meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup rakyatnya.

Mencari Solusi

Karena mengekspansi area kotanya merupakan solusi dengan feasibility yang amat kecil, pemda Jakarta harus menjadi kreatif dalam mencari solusi lain untuk mengurai kemacetan ruwet di kotanya. New York City (NYC) di Amerika Serikat telah menganggarkan penerapan kebijakan congestion pricing atau biaya kemacetan pada tahun 2020 mendatang.

Kebijakan ini akan mengharuskan para pengendara kendaraan bermotor untuk membayar biaya yang tinggi untuk berkendara melalui area-area "tersibuk" di kota yang mengimplementasikannya. 

Penagihan biaya akan dilakukan dengan memasang sistem tol elektronik disertai penetapan harga yang disesuaikan dengan tingkat kemacetan rata-rata pada waktu tertentu. Artinya, pengemudi akan membayar lebih mahal pada jam sibuk dan lebih murah di akhir pekan ketika jalan raya relatif lebih lengang.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi motif ekonomi, yang didorong oleh kepentingan diri sendiri, yang membuat orang memilih untuk mengemudi di jalan-jalan yang rawan macet. Ketika seorang pengemudi membuat pilihan tersebut, ia hanya mempertimbangkan biaya yang akan ia bayar sendiri untuk bahan bakar dan waktu perjalanan.

Pengemudi secara individu tidak mempertimbangkan tambahan biaya yang ia sebabkan ke pengemudi lain yang menggunakan jalan yang rawan macet tersebut, hal ini menunjukkan eksistensi konsep eksternalitas yang dijelaskan dalam ilmu ekonomi. Eksternalitas negatif tersebut menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan jalan, namun dapat dikurangi dengan menagih biaya secara langsung kepada para pengemudi melalui kebijakan congestion pricing.

U. S. Department of Transportation
U. S. Department of Transportation
Sesuai dengan hukum permintaan (the law of demand), ketika harga suatu barang atau jasa meningkat, maka kuantitas (volume) barang atau jasa yang diminta akan berkurang, dengan asumsi faktor lain yang memengaruhi permintaan tersebut tidak berubah.

Seperti halnya dalam kebijakan congestion pricing, dengan mempertimbangkan eksternalitas, biaya (cost) bergeser naik, dilihat dari pergerakan user cost ke marginal social cost. Sebagai konsekuensi, biaya yang harus dibayarkan oleh pengemudi di jalan rawan macet meningkat (dari P0 ke P*) dan kuantitas perjalanan di area tersebut pun berkurang (dari V0 ke V*).

Berkurangnya perjalanan melalui rute-rute tersibuk di kota ini akan mengurangi tingkat kemacetan serta meningkatkan kecepatan kendaraan yang melintas dan kualitas udara di zona congestion pricing. Terbukti di London keterlambatan lalu lintas turun sebesar 30%, sementara rata-rata kecepatan kendaraan meningkat sebesar 12%, dan emisi polutan dari bahan bakar berkurang sebesar 12% pula.

Penerimaan dari kebijakan ini, yang kemungkinan akan diterapkan di jalan-jalan protokol seperti Jalan Jenderal Soedirman dan Jalan M. H. Thamrin, dapat dialokasikan oleh pemda untuk membangun infrastruktur dan lingkungan layak tinggal di area-area Jakarta yang masih kumuh. Pemda juga dapat memperbaiki kualitas moda transportasi umum milik daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun