Samuelson P (1937) dalam artikelnya yang berjudul: "A Note on Measurement of Utility",termuat dalam The Review of Economic Studies volume 4, mencetuskan model matematikapertama dari konsep DRD ini sebagai berikut:
Model tersebut adalah Exponential Discount Function. Atribut V menggambarkan penilaian saatini yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu reward. Atribut A menunjukan kuantifikasi darinilai sebenarnya reward tersebut. Atribut b adalah atribut yang menunjukan tingkat impulsivitasdari suatu tindakan, digambarkan sebagai discounting rate. Terakhir, atribut D adalah atributyang menunjukan jarak waktu didapatnya reward tersebut dari masa sekarang, dalam satuanwaktu. Secara keseluruhan, fungsi tersebut menyatakan bahwa nilai subjektif saat ini dari suatureward masa depan adalah hasil dari berkurangnya amount (nilai sebenarnya) secaraeksponensial yang diakibatkan oleh discounting rate dan jarak waktu.
Agar fungsi tersebut dapat merepresentasikan fenomena yang ada, diperlukan beberapakondisi berikut:
Setelah T2, keadaan yang ada berbalik menjadi V LL < V SS. Pada titik ini, seakan-akan rokokada di 'depan mata'. Ketergantungan akan nikotin mendorong orang tersebut untuk segeramemenuhi kebutuhan impulsifnya tersebut. Setelah T2, terjadi perubahan preferensi(preference reversal) dari LL menjadi SS.Â
Perubahan preferensi inilah yang sering kali dianggapirasional dan melanggar asumsi stasioneritas (stationarity) yang ada dalam ilmu ekonomi klasik yang menyatakan bahwa apabila satu pilihan telah dipilih, pilihan tersebut akan dipilih sampaijangka waktu manapun.
Salah Siapakah?
Sekitar 30,9 juta orang Indonesia merokok dan masih berada di bawah garis kemiskinan. Iniartinya, sebanyak 30,9 juta orang Indonesia masih menghabiskan sekitar 10% daripenghasilannya untuk rokok dan hanya sekitar 3-4% untuk membeli telur, daging, dan bahkanhanya sekitar 1% untuk pendidikan.
Merekalah bukti nyata dari indeks Delayed Reward Discounting ini. Mata serta pikiran merekaseakan-akan 'rabun' ketika digunakan untuk melihat reward besar yang mereka bisa dapatkandengan berinvestasi lebih besar untuk makanan pokok dan pendidikan. Mudah bagi lapisanmasyarakat menengah dan atas untuk menyalahkan mereka apabila mereka terus miskin danmenghambat perkembangan Indonesia mengingat perilaku mereka ini. Namun, apakah merekabisa sepenuhnya disalahkan?