Mereka menemukan bahwa neighborhood effect memegang peran yang hampir sama dengan efek pendidikan orang tua (parenting effect). Temuannya menyatakan bahwa individu yang dibesarkan di lingkungan tempat tinggal 20 persen terkaya memiliki pendapatan masa depan 900.000 dollar AS lebih tinggi dibanding orang yang tumbuh di lingkungan tempat tinggal 20 persen termiskin. Jarak ini hampir sama dengan jarak yang ditimbulkan oleh perbedaan tingkat pendidikan antara sarjana dan lulusan SMA.
Penelitian lain yang cukup menarik dan berbeda dilakukan oleh Martin Prosperity Institute. Alih-alih membandingkan pendapatan di masa depan, mereka melihat bagaimana lokasi tempat tinggal berpengaruh terhadap pendapatan seseorang saat ini. Dengan menggunakan data mikro di Swedia, mereka menemukan bahwa neighborhood effect memberikan dampak yang berbeda terhadap pekerja kreatif dan kerah putih dengan pekerja kerah biru, di mana pengaruh lokasi tempat tinggal lebih sensitif pada pekerja kerah biru.
Hal ini disebabkan karena mereka cenderung lebih mungkin untuk berjejaring dengan teman dan tetangga untuk menemukan pekerjaan yang cocok. Sementara itu, pekerja kreatif dan kerah putih lebih independen terhadap lingkungan tempat tinggal karena keputusan karir dan pendapatannya lebih tergantung pada lingkungan tempatnya bekerja.
Apakah Pindah Rumah Solusi Terbaik?
Berangkat dari fakta-fakta empiris di atas, terlihat benang merah yang jelas bahwa mobilitas sosial vertikal naik bisa dicapai dengan pindah ke lingkungan yang lebih mampu menjanjikan kesempatan untuk mendaki status sosioekonomi.
Bagi kelas menengah, keputusan untuk pindah ini tentu masih cukup terbuka. Namun, bagaimana bagi kelompok miskin? Apakah pemerintah perlu memfasilitasi perpindahan tersebut? Pilihan kebijakan apa saja yang dimiliki pemerintah untuk mengurangi ketimpangan antar lingkungan tempat tinggal ini?
Raj Chetty, ekonom muda Harvard, lewat sejumlah penelitiannya memberikan wawasan tentang bagaimana keputusan untuk pindah rumah mempengaruhi kesempatan seseorang dalam mendaki tangga status sosioekonomi. Ia membagi wilayah-wilayah di Amerika Serikat berdasarkan tingkat seberapa besar kemungkinan seseorang dari 20% termiskin menjadi 20% terkaya.
Kemudian, ia mencoba melihat seberapa besar manfaat yang didapat seseorang apabila ia pindah dari daerah yang kesempatan mobilitas sosialnya kecil (less opportunity area) ke daerah yang bisa menjanjikan mobilitas sosial (more opportunity area) pada tingkat usia tertentu. Penemuannya menyebutkan bahwa semakin cepat seorang anak pindah, maka manfaat yang ia terima akan semakin besar, yang ditunjukkan oleh pendapatan ketika dewasa yang lebih tinggi.
Hal ini bisa ditempuh dengan membangun rumah bersubsidi di kawasan dengan tingkat kemiskinan rendah atau memberi insentif berupa fasilitas tax credit bagi keluarga yang memiliki anak usia dini untuk pindah ke rumah bersubsidi yang telah disediakan.
Pendekatan kedua adalah dengan meningkatkan kualitas perumahan yang berada di less opportunity area. Berinvestasi pada existing neighborhood ini penting untuk menjaga keseimbangan dari kebijakan sebelumnya. Namun, tantangan dari kebijakan ini adalah mengetahui determinan apa yang membuat suatu lingkungan tempat tinggal mampu menawarkan kesempatan untuk mobilitas sosial vertikal naik dibanding yang lain.