Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Benarkah Angka Kemiskinan (Tidak) Bisa Berbohong?

24 Agustus 2018   19:45 Diperbarui: 17 Oktober 2021   07:14 2225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cara itu bisa menekan kemiskinan di satu sisi tetapi menambah kemiskinan di sisi lain. Tanpa menyentuh akar persoalan dan tutup mata pada masalah struktural, kita  akan terus diberi tontonan penurunan angka kemiskinan semu yang makin lama makin melambat.

Lebih Jujur Bicara Kemiskinan

Dengan menyadari kegagapan kita memahami angka kemiskinan, kita belajar untuk tidak sekadar memelototi deretan angka ketika membaca data statistik. Apa jadinya jika kita bisa menjadi lebih jujur bicara tentang angka kemiskinan?

Jawabannya sederhana: kita akan punya pijakan yang kokoh dalam merumuskan kebijakan dan upaya mengurangi jumlah penduduk miskin akan lebih nyata. Upaya tersebut memerlukan kesamaan pemahaman tentang makna dari angka kemiskinan yang dihasilkan. Jika masih ada jurang antara kebijakan dan pemaknaan yang benar terkait kemiskinan makro dan dimensi-dimensinya, sangat memungkinkan bahwa hasil dari pembangunan yang cukup agresif saat ini akan berbeda dengan yang diharapkan (Hasbullah, 2017).

Ada satu definisi kemiskinan yang cukup retoris, sering disingkat 4L:  the last, the least, the lowest, and the loss. Mereka yang miskin adalah mereka yang senantiasa paling akhir dalam memperoleh beragam kesempatan, paling sedikit menerima tetesan berkah pembangunan, paling rendah derajat kehidupan sosialnya, dan senantiasa kehilangan arah dalam menentukan pilihan-pilihan kesempatan. 

Dengan jujur mengakui bahwa kelompok 4L ini sulit tersentuh dengan berbagai program seperti pembangunan infrastruktur padat karya, pemberian modal usaha, penyediaan fasilitas kredit, dan pemberian subsidi input pertanian, kita sudah maju selangkah. Artinya, kita bisa menggeser fokus untuk merumuskan program penanggulangan kemiskinan yang lebih tepat sasaran.

Tentu dengan menelusuri siapa sebenarnya si miskin dan bagaimana karakteristiknya, diskusi akan menjadi lebih kritis, positif dan produktif. 

Misalnya dengan mengetahui konsentrasi penduduk miskin ada di aktivitas pekerja serabutan di pertanian, buruh tani, dan petani gurem, kita bisa mempertanyakan: apakah beragam program penanggulangan kemiskinan di perdesaan yang ada saat ini telah berpijak pada realitas tersebut? 

Apakah proyek infrastruktur skala besar, menengah, bahkan infrastruktur yang dibangun dengan dana desa telah memberi peluang bekerja bagi kelompok penduduk tersebut atau justru peluang itu lebih banyak dinikmati mereka yang berada di lapisan di atas garis kemiskinan?

Begitu juga dengan buruh kasar bangunan, buruh industri rumah tangga, buruh angkut, buruh yang bekerja di rumah makan skala kecil, apakah telah terakomodasi dengan beragam paket kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ada? Jika pembuat kebijakan bersandar pada kejujuran data, lalu kebijakan penanggulangan kemiskinan dirancang berdasarkan karakteristik yang digambarkan oleh statistik tersebut, hasilnya tentu akan lebih nyata dan efektif.

Membaca data statistik bukan sekadar melihat besaran angka lalu memperdebatkannya. Konsep, definisi, metode pengukuran, dan karakteristik yang melingkupinya akan banyak berbicara tentang pemaknaan dari setiap angka yang dihasilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun