Mohon tunggu...
Kanopi FEBUI
Kanopi FEBUI Mohon Tunggu... Jurnalis - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Kanopi FEBUI adalah organisasi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian, dan mengambil topik pada permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia secara makro. Selain itu, Kanopi FEBUI juga memiliki fungsi sebagai himpunan mahasiswa untuk mahasiswa program studi S1 Ilmu Ekonomi dimana seluruh mahasiswa ilmu ekonomi merupakan anggota Kanopi FEBUI.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menakar Kebijakan Perlindungan Privasi di Era Digital

18 Mei 2018   19:10 Diperbarui: 18 Mei 2018   19:17 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Studi berjudul The Economics of Privacy  menyimpulkan bahwa data pribadi memiliki nilai privat dan komersial. Praktik eksploitasi nilai komersial---yang dilakukan oleh perusahaan teknologi saat ini---mengakibatkan berkurangnya utilitas individu dan bahkan kesejahteraan secara umum.

Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk  diskriminasi harga di pasar ritel, diskriminasi kuantitas di pasar asuransi dan pasar kredit, spam, pencurian identitas, hingga rasa khawatir karena ketidaktahuan untuk apa data digunakan.

Selain biaya ekonomi, praktik pertukaran data pribadi yang masif juga menimbulkan biaya sosial. Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas penggunaan data membuka peluang terjadinya penyalahgunaan.

Salah satu bentuk penyalahgunaan yang memicu banyak kekhawatiran adalah jika data pribadi digunakan untuk kepentingan politik atau propaganda berita bohong, seperti yang baru saja terungkap lewat skandal Facebook. 

Dalam skandal tersebut, Cambridge Analytica, konsultan politik yang terkenal dengan kemampuan psychographic profiling-nya,  diduga menggunakan data pengguna Facebook yang diperoleh tanpa persetujuan untuk kepentingan kampanye politik Donald Trump dengan menggunakan strategi micro-targeting.

Strategi ini memungkinkan pengiklan dapat memengaruhi sikap pemilih saat melihat iklan kampanye salah satu kandidat karena telah dipersonalisasi mengikuti data psikologis dan demografis mereka. Mirisnya, kasus ini dinilai ibarat puncak dari gunung es, yang artinya skandal kebocoran data pribadi sesungguhnya jauh lebih masif.

Fenomena ini tidak serta merta menunjukkan bahwa konsumen maupun perusahaan tidak menghargai privasi. Sebuah studi yang dilakukan terhadap pengguna internet di Spanyol menunjukkan rata-rata orang hanya bersedia menjual informasi lokasinya jika dibayar di atas 10 dollas AS. Studi lain juga menemukan bahwa konsumen bersedia membayar lebih untuk barang yang dibeli apabila platform e-commerce yang bersangkutan akan melindungi privasi mereka.

Saat ini juga terdapat pasar yang memperjualbelikan riwayat pencarian seseorang di internet, di mana  beberapa perusahaan periklanan bersedia membayar harga 0,0005 dollar AS per riwayat pengguna.

Namun, Millberg (1995) menemukan bahwa manusia secara alamiah memang dihadapkan pada mental trade-off antara privacy concerns dengan privacy benefits. Fenomena ini disebut sebagai privacy calculus, yakni fenomena yang menunjukkan seseorang bisa memilih untuk melindungi privasinya di satu situasi dan membukanya di situasi lain karena menilai terlalu mahal dan tidak efektif jika menutupinya. Oleh karena itu, kita bisa memahami bahwa privasi bersifat kontekstual, sangat bergantung pada kondisi dan trade-off yang dihadapi.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa perlindungan privasi masih perlu diregulasi? Bukankah individu bisa menilai dan memilih apa data personal dan seberapa banyak yang bisa ia berikan berdasarkan trade-off yang dihadapi? Sayangnya, individu, dalam hal ini konsumen, tidak tahu banyak tentang trade-off yang mereka hadapi. McDonald dan Cranor (2010) menemukan bahwa pengguna internet tidak sadar sejauh mana data pribadi bisa digunakan untuk memengaruhi sikap mereka.

Selain itu, pengguna internet juga secara alamiah mengalami immediate-gratification bias dan status-quo bias, sehingga evaluasi mereka terkait kesediaan memberikan data pribadi kerap kali kurang mempertimbangkan dampak yang akan mereka rasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun