Hal yang juga sering luput dalam pembahasan masalah ini adalah perlambatan ekonomi melalui berkurangnya jumlah bisnis baru dan keringnya sektor perumahan. Sederhananya, beban utang yang besar di pundak debitur mengurangi insentif untuk berbisnis dan membeli rumah karena pengeluaran akan terfokus pada pelunasan utang.Â
Perlambatan ekonomi akan mengurangi serapan tenaga kerja yang berimbas pada kemungkinan menurunnya produktivitas makroekonomi. Fenomena yang terjadi di AS saat ini adalah meningkatnya utang kredit pendidikan dan tren penurunan pada jenis pinjaman lain. Ini merupakan implikasi dari menurunnya pengeluaran pada sektor-sektor lain akibat konsentrasi rumah tangga untuk melunasi utang.
Untuk menjadi perhatian
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam implementasi kebijakan agar dapat  mengurangi risiko-risiko mendatang adalah:
- Apakah institusi finansial swasta perlu dilibatkan dan sejauh mana peran pemerintah dalam implementasi kebijakan ini? Mengingat kecenderungan pada pinjaman dari institusi finansial di AS yang lebih membebani debitur ketimbang pinjaman dari pemerintah federal, peran pemerintah harus dibuat lebih jelas, apakah sebagai regulator semata atau turut berperan aktif menyalurkan pinjaman.
- Edukasi mengenai pinjaman dari A sampai Z mengenai risiko yang membayangi, bagaimana sebaiknya memilih jenis pinjaman, merencanakan jumlah uang yang dipinjam, kepada siapa harus meminjam (apakah pemerintah atau institusi privat), dan penyusunan strategi pembayaran dengan beragam kondisi. Dengan edukasi, para debitur nantinya adalah debitur yang benar-benar sadar dengan segala risiko yang melekat serta mampu dan siap untuk melunasi kewajibannya.
- Penyedia pinjaman perlu juga menghitung apakah perlu menilai karakteristik serta prospek masa depan calon debitur. Beberapa kredit pendidikan mempertimbangkan karakteristik, beberapa lainnya tidak. Selain itu, apakah calon debitur perlu memberikan jaminan sebelum mendapatkan pinjamannya? Hal ini perlu dikaji secara terpisah.
- Menghubungkan ketersediaan kredit dan peringkat institusi pendidikan. Semakin tinggi peringkat suatu institusi pendidikan, ketersediaan kredit semakin banyak dan vice versa. Dengan demikian, selain mendapatkan mahasiswa yang potensial secara akademis, pemerintah dapat menekan jumlah debitur karena ketersediaan kredit minim pada institusi dengan peringkat yang lebih rendah akan membuat kredit menjadi lebih tinggi sehingga 'memaksa' calon debitur untuk menghitung posibilitas dengan lebih cermat.
- Apabila pemerintah menjadikan kredit pendidikan sebagai insentif sebagaimana yang sudah dipaparkan sebelumnya, Pemerintah mempunyai pekerjaan tambahan, yakni menghitung ulang skema pembayaran seseorang jika ia berganti pekerjaan. Efeknya akan terasa jika jumlah debitur yang berganti pekerjaan sangat besar.
- Diferensiasi jumlah cicilan berdasarkan pekerjaan yang didapat. Akuntan sebaiknya dikenakan jumlah cicilan yang lebih besar ketimbang guru taman kanak-kanak. Pembedaan ini tidak bermaksud merendahkan pekerjaan tertentu, melainkan menghindari beban yang besar karena potongan yang sama besar untuk semua jenis pekerjaan.
- Meningkatkan ekspektasi masyarakat terkait ketersediaan lapangan kerja. Seperti yang sempat disebutkan di atas, ada kemungkinan valuasi seseorang terhadap pentingnya memiliki gelar pendidikan menurun karena kesulitan mencari pekerjaan. Maka dari itu, pemerintah perlu menjaga iklim ekonomi yang inklusif sambil menaikkan employment rateke tingkat yang stabil.
Dengan menimbang poin-poin di atas, pemerintah dapat mengantisipasi potensi kelesuan makroekonomi karena berkurangnya konsumsi masyarakat akibat fokus untuk melunasi utang serta kekhawatiran 'bencana-bencana' yang akan dialami dengan mengurangi beban tanggungan yang harus debitur bayar setiap bulannya tanpa harus membatasi cakupan target sekaligus mendorong orang untuk bersekolah.
Kredit pendidikan memiliki potensi dan risiko yang besar. Amerika Serikat telah memberi pelajaran berharga bagi kita dalam pelaksanaan kredit pendidikan. Merujuk pada pelajaran-pelajaran itu, aspek pengelolaan akan menjadi sangat krusial untuk menjaga keberlangsungan program ini. Pembuatan kebijakan sebaiknya difokuskan pada risiko yang dibawa oleh debitur pada perekonomian secara general sehingga minimalisasi risiko bisa dilakukan secara terarah.
Oleh Yoshua Caesar Justinus | Ilmu Ekonomi 2017 | Staf Kajian Kanopi 2018
Referensi
[1] Kotlikoff, L. J. and L. H. Summers (1987). Chapter 16 tax incidence. In A. J. Auerbach and M. Feldstein (Eds.), Handbook of Public Economics, Volume 2 of Handbook of Public Economics, pp. 1043 -- 1092. Elsevier.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H