“Building today, a better Africa tomorrow” begitulah slogan yang digaungkan oleh African Development Bank pada tahun 1974 dan sekarang, hal itu benar-benar terjadi. Afrika sedang giat-giatnya membangun. Mulai dari infrastruktur seperti jalan, bandara, hingga kereta cepat sedang dibangun di benua hitam. Seperti di negara Kenya, pembangunan kereta cepat di negara tersebut memakan biaya hingga US$4 miliar atau setara dengan Rp54 triliun. Pembangunan kereta tersebut pada nantinya akan menyambungkan Kenya dengan tiga negara di Afrika Timur yaitu Uganda, Sudan Selatan, Rwanda dan Burundi. Lain halnya dengan Mozambik yang membangun Mphanda Nkuwa Dam dan Hydroelectric station project, yaitu bendungan sekaligus PLTA dengan anggaran sebesar US$3.1 milliar.
Sebenarnya megaproyek yang sedang dibangun terlalu membebani anggaran pemerintah. Mengingat, anggaran pengeluaran di dua negara tersebut tidak lebih dari US$10 miliar. Akibatnya pembangunan megaproyek tersebut membutuhkan bantuan dari pihak eksternal. Melihat kondisi tersebut, China pun hadir membantu mereka. China hadir dan memberikan pinjaman kepada Kenya sebesar 90% dari biaya pembangunan kereta cepat tersebut. Sedangkan di Mozambik, proyek pembangkit listrik mendapatkan pinjaman sebanyak US$2,3 miliar yang termasuk alat-alat pelengkap untuk kebutuhan proyek tersebut. Melihat proyek yang besar yang berbanding terbalik kemampuan dalam teknologi maupun finansial. Mengapa pemerintahan Kenya dan Mozambik bersikeras membangun infrastruktur raksasa tersebut dan apakah urgensi pembangunanya?
Kenya sebenarnya sedang membangun besar-besaran. Total US$2,7 miliar dana dikeluarkan untuk infrastruktur yang berfokus kepada modernisasi dan ekspansi di jaringan transportasi. Sebenarnya pembangunan megaproyek kereta ini selaras dengan tujuan dari masterplan pembangunan Kenya dan dapat memberi efek positif terhadap ekonomi negara itu sendiri. Karena, pembangunan ini tidak hanya memudahkan perpindahan barang dari kota industri seperti Nairobi menuju Mombasa yang berada dipinggir laut tempat pelabuhan Kenya berada. Lebih jauh lagi, megaproyek ini dapat dijadikan sebagai bentuk integrasi dari Afrika timur karena menghubungkan empat negara seperti Sudan Selatan, Rwanda, Uganda dan Burundi yang pada akhirnya akan menjadikan pelabuhan di Kenya sebagai lokasi akhir perdagangan. Selain dari masalah perdagangan, pembangunan infrastruktur tersebut dapat menaikan ekonomi via pariwisata.
Di balik keuntungan ekonomi yang diperkirakan akan membuat Kenya menjadi pusat ekonomi Afrika Timur. Ternyata menyimpan sebuah fakta yang menarik. Fakta tersebut adalah dimana setiap tahunnya, Kenya mengalami defisit perumahan sebesar 150.000 rumah. Selain itu, Kenya juga mempunyai masalah lain, di mana terdapat keterbatasan aksesibilitas air dan sanitasi yang cukup besar. Tercatat 40% warga Kenya mengalami kelangkaan dalam mengakses kebutuhan dasar tersebut dan masalah dasar lainnya seperti akses listrik yang harus segera dibenahi. Dampak minimnya aksesibilitas tersebut, mengakibatkan lebih dari 40% atau sebesar 19,2 juta masyarakat di Kenya hidup di bawah garis kemiskinan. Sudah seharusnya pemerintah sebagai representasi rakyat lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan. Minimal, pemenuhan kebutuhan dasar seperti aksesibiltas air dan pemenuhan kebutuhan rumah harus menjadi agenda penting dari pemerintah.
Lain halnya dengan Mozambik. Negara dengan 28 juta penduduk ini telah menganggarkan lebih dari $962 juta atau 19.7% dari anggaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunannya pun dibagi ke dalam dua sektor, yaitu : transportasi dan energi . Di mana, Mozambik berambisi untuk membangun sebuah pembangkit dalam rangka unyuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pembangunan pembangkit listrik ini kemudian diimplementasikan ke dalam megaproyek Mphanda Nkuwa Dam and Hydroelectric station project. Megaproyek ini digadang-gadang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan defisit listrik di Mozambik dengan menghasilkan energi listrik kurang lebih sebesar 1.500MW.
Lebih lanjut lagi, pembangunan Mphanda Nkuwa direncanakan bisa memenuhi kebutuhan listrik untuk pembangunan industri dan bisa diekspor kepada negara Afrika yang saat ini juga sedang mengalami defisit, seperti Afrika Selatan. Namun, dilema yang terjadi ialah kembali ke permasalahan defisit rumah yang mencapai angka dua juta rumah. Lalu diperparah dengan aksesibilitas air bersih yang hanya mencapai 6,5% dari 28,7 juta penduduk Selain dari masalah internal, eksternal mozambik pun terdapat masalah. Foreign aid yang menyumbang APBN Mozambik sebesar US$300 juta terpotong.
Berkaca dari situasi yang menimpa kedua negara di timur Afrika ini, maka muncul sebuah pertanyaan, mengapa kedua negara tersebut menerima pinjaman untuk membangun megaproyek, padahal mereka sendiri belum dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Lalu di lain pihak, masifnya China dalam memberi pinjaman menimbulkan pertanyaan tersendiri. Mengapa China mau memberi pinjaman kepada Mozambik dan Kenya padahal kedua negara tersebut masih mengalami kesulitan ekonomi dan mengapa Kenya serta Mozambik mau menerima pinjaman untuk membangun proyek yang bisa dikatakan mercusuar atau hanya ingin terlihat mempunyai infrastruktur yang canggih, ketika masyarakatnya sendiri tidak memiliki kesanggupan untuk memakai atau menikmatinya?
Jawaban yang tepat ialah karena China, sebagai negara pemberi pinjaman, tidak pernah menyampuri urusan dalam negeri debiturnya. Tidak seperti negara barat yang menginginkan beberapa hal sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan maupun pinjaman. China melihat hal-hal tersebut sebaliknya. Negeri Tirai Bambu tersebut memandang kreditur seharusnya tidak mencampuri kondisi negara peminjam dan hanya berfokus di ekonomi. contoh konkritnya ialah Kenya, di mana negara tersebut memiliki diktator bernama Daniel arap Moi yang menjabat selama 25 tahun. Namun China tidak menghiraukan persoalan tersebut dan tetap memberikan pinjaman. Lalu, bagaimana dengan sudut pandang China yang mau memberi pinjam beresiko tinggi tersebut ?
Alasan mengapa China mau memberi pinjaman tersebut ialah karena berlebihnya ketersediaan bahan konstruksi. Berlebihnya ketersediaan bahan tersebut, terjadi karena pembangunan infrastruktur China sudah mencapai titik akhir. Dampaknya, China harus mendapatkan pembeli baru yang mampu menyerap hasil industrinya ,dan Afrika adalah tempat pelabuhan hasil produksi tersebut. Alasan mengapa Afrika dipilih menjadi sasaran China adalah karena, ekonomi di negara tersebut sedang bertumbuh secara masif dan pembangunan sedang marak dilaksanakan. Pembangunan yang marak tersebut tentunya melahirkan celah yang akhirnya dimasuki oleh China untuk memasarkan produknya melalui pinjaman tersebut. Namun, pinjaman tersebut telah menimbulkan masalah baru bagi negara debitur, yaitu ketergantungan.
Ketergantungan yang dimaksud adalah kondisi di mana negara yang mengajukan pinjaman akan terus bergantung pada negara yang memberi pinjaman sehingga menciptakan situasi ekonomi yang memburuk. Contoh negara yang sekarang terlilit utang dan mengalami ketergantungan terhadap China ialah Sri Lanka. Dimana, bukan kemajuan ekonomi yang didapatkan namun malah kemunduran ekonomi yang dirasa. Mengapa hal tersebut bisa terjadi bisa terjadi? Alasannya ialah karena pinjaman yang dilakukan oleh China di dunia sebenarnya memiliki syarat tersendiri, seperti: material harus dibawa dari China, dan pekerjanya pun didatangkan dari China. Hal ini mengakibatkan pembangunan infrastruktur yang mendapat pinjaman tidak menghasilkan penigkatan, baik di kegiatan maupun nilai ekonomi bagi masyarakat.
Imbas dari hal tersebut ialah, Sri Lanka tidak mendapatkan keuntungan dari pembangunan bandara tersebut. Lebih parah lagi, saat ini Sri Lanka telah menjual bandara serta pelabuhan yang dibangun dari utang tersebut kepada China karena memiliki kemampuan dalam membayar utang. Hal tersebut diperparah dengan salah perhitungan dalam pembangunan bandara yang lokasinya terlalu jauh. Sehingga, Pembangunan gagal mendatangkan wisatawan dan devisa seperti tujuan awal
Perkara serupa juga dialami oleh Angola yang mengalami fenomena zombies city. Pinjaman yang didapat dari China berupa pembangunan kota dengan timbal balik sumber daya alam seperti minyak, mengalami kegagalan. Tercatat untuk membeli apartermen di Angola masyarakat harus membayar hingga US$100-120 ribu. Hal tersebut berbanding terbalik dengan penduduk di Anggola yang hanya memiliki pendapatan perkapita sebesar US$3000 per tahun. Imbasnya adalah terjadinya ketidaksanggupan ekonomi yang mengakibatkan kota tersebut menjadi kota zombie.
Pertanyaanya sekarang apakah Kenya serta Mozambik menjadi sasaran selanjutnya? Dengan ekonomi yang saat ini cenderung tidak stabil dan didukung oleh ketergantungan yang dapat dilihat dari peningkatan impor dari China hingga 3 kali lipat. apakah Kenya dan Mozambik akan menjadi Angola yang gagal membangun atau bahkan menjadi Sri Lanka yang harus menjual negaranya sendiri akibat pinjaman mudah dan proyek yang besar? Atau mungkinkah kedua negara tersebut menjadi negara yang sukses membangun infrastrukturnya dan menjadi negara yang lebih baik?
Berhasil atau tidaknya pembangunan mega infrastruktur tersebut tergantung kepada pemerintah dalam mengunakan anggaran pinjaman tersebut. Jika dana tersebut dapat dialokasikan dengan baik dan dipergunakan secara bijak akan mencipatakan economic boost yang bisa mendorong kenaikan penghasilan ekonomi bagi negara tersebut. Namun, perlu ada langkah lebih lanjut seperti pembangunan industri di kedua negara sebagai pengalokasian dari megaproyek. Sebab, kemampuan mengangkut yang lebih besar dan cepat serta kemampuan listrik yang baik akan mendorong ekonomi secara baik dan pembangunan yang merata.
Oleh Akbar Muhammad -- Trainee Kajian Kanopi FEB UI 2017
Reference
http://edition.cnn.com/2017/05/31/africa/kenya-nairobi-railway/index.html
http://edition.cnn.com/2016/05/15/africa/kenya-railway-east-africa/index.html
https://www.brookings.edu/opinions/chinas-aid-to-africa-monster-or-messiah/
IMF (2015) 'Republic of Mozambique: Fifth Review under the Policy Support Instrument and Request for Standby Credit Facility -- Debt Sustainability Analysis,' IMF: Washington DC
http://library.fes.de/pdf-files/iez/10201.pdf
https://tradingeconomics.com/mozambique/government-budget
https://www.thebusinessyear.com/mozambique-2015/the-real-deal/review
https://energypedia.info/wiki/Mozambique_Energy_Situation
http://www.worldbank.org/en/country/mozambique/overview
https://www.unicef.org/kenya/overview_4616.html
https://www2.deloitte.com/content/dam/Deloitte/za/Documents/africa/za_Kenya_Report_Formatted.pdf
https://assets.kpmg.com/content/dam/kpmg/ke/pdf/tax/kenya-budget-brief-2017.pdf
https://www.nap.edu/read/4929/chapter/6
https://data.worldbank.org/indicator/NE.CON.GOVT.ZS?end=2016&start=2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H