Bagaimana Seharusnya Kita Membayar?
“Seringkali kita tidak terlalu memikirkan hal yang bersifat matematis dibalik setiap keputusan yang kita buat. Namun, setiap keputusan yang kita ambil sebenarnya merupakan hasil analisis matematika dan sains kompleks yang secara tidak sadar telah dilakukan oleh otak kita dalam waktu yang singkat.”
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia cukup lekat dengan kata berikut, tebeng-menebeng. Praktik tebeng-menebeng menjadi sebuah kesempatan mencari keuntungan dalam melakukan perjalanan sehari-hari. Dimulai dari menebeng di mobil teman saat pulang kuliah, hingga berbagi taksi untuk pergi ke tempat tujuan yang searah. Ketika berbicara tebengan berbayar, terdapat dua cara pembagian biaya yang sering digunakan: dibagi sama rata dan dibagi sesuai harga yang tercatat oleh argometer saat setiap orang yang menebeng turun. Pertanyaannya: “Sudahkah kita adil satu sama lain?”
Keadilan Dalam Terminologi Ekonomi
Kasus tebeng-menebeng merupakan salah satu contoh permainan kooperatif dalam istilah ekonomi. Permainan kooperatif diartikan sebagai kondisi di mana para pemain dapat membentuk sebuah koalisi dan setuju untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan sejenis.
Dalam kasus permainan kooperatif, terdapat 3 prinsip yang perlu diperhatikan dalam mencapai keadilan. Pertama, kontribusi dari setiap pemain dihitung berdasarkan marginal contributionnya. Jika terdapat orang tambahan yang ingin masuk dalam kelompok penebeng, maka ia akan dibebankan nilai patungan sebesar tambahan biaya argo yang dihasilkan. Kedua, jika terdapat dua pemain menyumbangkan kontribusi yang sama, maka keduanya harus mendapatkan reward yang sama. Dalam kasus tebeng-menebeng, apabila dua orang memesan taksi untuk jarak yang sama, maka mereka akan dibebankan biaya argo yang sama. Ketiga,jika terdapat pemain yang tidak bersedia memberi kontribusi, maka ia tidak akan menerima reward sedikitpun. Dalam kasus ini, jika diantara orang yang ikut tebeng-menebeng ada yang tidak bersedia untuk membayarkan kontribusinya, maka ia akan dikeluarkan dari kelompok penebeng tersebut.
Berdasarkan tiga prinsip di atas, pembagian biaya taksi secara merata bukanlah solusi yang ideal. Skema tersebut melanggar prinsip kedua, karena membebani biaya yang sama untuk reward yang berbeda. Demikian pula untuk skema pembagian berdasarkan nilai yang tertera pada argometer saat satu per satu penebeng turun. Skema terakhir melanggar prinsip pertama, karena nilai marginal contributionseorangpenebeng tidaklah sama dengan biaya apabila ia berkelana sendiri. Lalu, seperti apa skema pembayaran yang ideal?
Menghitung Biaya Koalisi Tebeng-Menebeng
Dalam menjawab pertanyaan utama di atas, terdapat sebuah konsep dalam Game Theory yang dapat memberikan jawaban mengenai pembagian yang adil antar pemain. Konsep tersebut dinamakan Shapley Value. Shapley Value merupakan mekanisme sistem pembagian keuntungan atau kerugian berdasarkan nilai marginal contribution dari setiap pemain, untuk sebuah permainan yang bersifat kooperatif. Secara matematis, nilai Shapley Value dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh marginal contributiondari setiap pemain, kemudian dibagi dengan jumlah kemungkinan output yang dihasilkan. Untuk mempermudah pemahaman, marilah kita melihat ilustrasi tebeng-menebeng antara 3 mahasiswa FEB UI yang rasional, yaitu Ziva, Tony dan Abby.
Tabel 1. Skema Pembagian Kontribusi Penebeng
Skema Pembayaran
(siapa yang membayar duluan)
Kontribusi Pemain (dalam ribu rupiah)
Ziva
Tony
Abby
1
2
3
Ziva
Tony
Abby
14.000
14.000
30.000
Ziva
Abby
Tony
14.000
44.000
Tony
Abby
Ziva
28.000
30.000
Tony
Ziva
Abby
28.000
30.000
Abby
Ziva
Tony
58.000
Abby
Tony
Ziva
58.000
Kontribusi Total
28.000
70.000
250.000
Kontribusi Shapley Value
4.667
11.667
41.667
Merupakan orang yang rasional, Ziva, Tony dan Abby langsung menentukan marginal contribution masing-masing ketika berbicara mengenai pembagian kontribusi. Dari tabel di atas, terlihat bahwa jumlah kontribusi yang dibayar orang pertama akan mempengaruhi kontribusi penebeng yang membayar selanjutnya. Jika Ziva adalah orang yang pertama membayar, maka ia akan berkontribusi sejumlah biaya perjalanan dirinya, yaitu Rp 14.000. Selanjutnya, Tony hanya akan membayar kontribusi sejumlah biaya perjalanan apabila ia menyewa taksi sendiri dikurangi kontribusi Ziva. Terakhir, Abby hanya perlu membayar sisa dari biaya yang belum tertutupi. Tetapi, apabila Tony memutuskan untuk menjadi orang yang pertama membayar, maka Ziva tidak akan membayar kontribusinya. Hal tersebut dikarenakan biaya perjalanan Ziva sudah ditanggung Tony; membuat sistem koalisi seakan-akan hanya bekerja pada Tony dan Abby. Terlebih apabila Abby memutuskan untuk menjadi orang pertama yang membayar, seluruh biaya perjalanan Ziva dan Tony telah ditanggung oleh Abby, sehingga tidak ada permainan kooperatif yang tercipta.
Total kontribusi dari Ziva, Tony dan Abby kemudian dibagi jumlah kemungkinan urutan turun antara mereka bertiga, yaitu 6. Dari penghitungan di atas, jika mereka bertiga berbagi taksi, Ziva hanya perlu berkontribusi sebesar Rp 4.667 rupiah; Tony cukup berkontribusi sebesar Rp 11.667 dan Abby berkontribusi sebesar Rp 41.667. Terbukti dari hasil perhitungan di atas bahwa dua skema pembagian biaya yang disebutkan di awal tidaklah adil. Terdapat pihak yang berkontribusi lebih dari yang seharusnya, bahkan mengeluarkan biaya yang sama untuk reward yang berbeda.
Mungkin banyak orang akan berpikir bahwa perhitungan di atas terlalu rumit untuk dilakukan jika hanya berkaitan dengan kasus tebeng-menebeng. Namun sebenarnya, perhitungan tebeng-menebeng sederhana di atas lah yang menjadi dasar para petinggi negara saat berkoalisi dengan negara lain dalam suatu konferensi, seperti ketika United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menentukan biaya kontribusi setiap negara anggota untuk proyek perubahan iklim yang dijalankan bersama.
Referensi:
Bonanno, G., 2015. Cooperative Games: The Shapley Value. [Online]
Available at: http://faculty.econ.ucdavis.edu/faculty/bonanno/teaching/122/Shapley.pdf [Accessed 9 April 2016].
Ferguson, T., 2014. Game Theory - UCLA Department of Mathematics, Los Angeles: UCLA.
United Nations Framework Convention on Climate Change, 2017. Report of the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol on its twelfth session, held in Marrakech from 7 to 18 November 2016, Marrakech: UNFCC.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H