Mohon tunggu...
Kanka Adji
Kanka Adji Mohon Tunggu... -

hidup ini menakjubkan!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sakit Bingung Datang ke Mana? Dokter, Dukun, Kyai atau Jokowi?

23 September 2012   11:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:52 1775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti sebuah pengajian yang sangat menarik di daerah Bantul, Yogyakarta. Di sana sempat dibahas mengenai pengobatan-pengobatan penyakit. Sang pembicara membahas mengenai definisi sakit yang multidimensi, sebagai contoh saat orang mengaku sakit kepala/pusing dan orang yang sakit tersebut datang ke dokter, selayaknya dokter pasti akan mendiagnosis penyakit tersebut secara fisik hal ini akan berbeda apabila dia datang ke seorang Psikolog yang dimungkinkan sakit kepala tersebut dapat saja berasal dari psikis orang tersebut sebagai contoh karena putus cinta, usaha yang mengalami kebangkrutan atau kondisi tempat bekerja yang kurang kondusi/nyaman dan kerjaan yang menumpuk. Berbeda lagi apabila orang tersebut datang ke dukun, diagnosis dukun bisa saja mengatakan sakit tersebut dikarenakan karena ada orang yang usil atau tidak suka sehingga mengirim semacam santet kepada orang tersebut. Dalam contoh diatas cara penyembuhan orang sakit kepalapun akan berbeda-beda, dan hasilnya bisa diyakini kesembuhannya.

Selang beberapa hari kemudian saat saya sedang asik didepan komputer untuk berinternet ria saya membuka situs video yang menayangkan bapak Jokowi yang sedang standup comedy, dan dalam ceritanya yang di akui kejadian nyata adalah sempat beberapa kali beliau ketika menjabat walikota Solo didatangi warganya yang uniknya bukan untuk berkeluh kesah mengenai kebijakan publik beliau atau fasilitas umum di Solo namun warganya datang membawa anaknya yang sakit dan minta untuk disembuhkan, pak Jokowi sebenarnya bingung juga karena beliau bukan dokter namun akhirnya beliau mencoba untuk memenuhi permintaan warganya untuk menyembuhkan anaknya dengan cara membacakan suratan dalam kitab suci dan mengusap wajah sang anak, ajaibnya keesokan hari anak tersebut sembuh. Bukan hanya itu, sempat datang juga kekediaman pak Jokowi orang yang membawa kerabatnya yang kesurupan dan minta untuk disembuhkan, tak ayal hal tersebut membuat pak walikota bingung karena beliau bukan seorang dukun. Dalam cerita tersebut akhirnya pak walikota pergi menuju lemari pendingin dan mengambil es batu untuk beliau genggam, selang beberapa saat beliau mendatangi orang yang kesurupan tersebut dan membasuh wajahnya dengan tangan yang diyakini pasti dingin sambil membaca suratan kitab, alhasil tanpa diduga orang tersebut sadar. Saktikah pak Jokowi?

Ada cerita lagi persis dua minggu yang lalu, tetangga saya di kampung yang sakit radang pergi menuju dokter untuk berobat, karena dokter langganan beliau yang diyakini olehnya dan warga lain itu sangat hebat dan manjur sedang libur praktek akhirnya terpaksa beliau pergi ke dokter lainnya. Setelah beberapa hari kemudian sakitnya tak kunjung sembuh, sehingga hal ini membat saya penasaran untuk mengecek obat yang diberikan dokter karena dalam pikiran saya mungkin saja obat yang diberikan itu kurang berkhasiat. Tepat di hari ke-5 meminum obat dari sang dokter tapi tidak kunjung sembuh, tetangga saya tersebut kemudian berobat kembali ke dokter yang kali ini adalah dokter langganan beliau dan warga lainnya. Dua hari kemudian sembuhlah tetangga saya tersebut, karena penasaran saya kembali mengecek jenis obat yang sangat berkhasiat dalam pikiran saya. Hal yang cukup menarik perhatian saya setelah mengecek jenis obat tersebut adalah obat yang diberikan dokter kali ini sebenarnya sama saja jenis dan merk nya dengan obat yang diberikan dokter sebelum ini. Saktikah dokter tersebut?

Dalam cerita diatas saya mendapatkan pelajaran, bahwasanya setiap sakit itu bisa disembuhkan dan saya tidak bisa menyalahkan orang-orang yang sakit itu pergi berobat ke dukun atau ke pengobatan alternatif lainnya walaupun secara rasional tidak mudah untuk difahami perilaku orang-orang tersebut. Kesimpulan saya adalah penyembuhan bukan dilihat dari cara seseorang menyembuhkan penyakit tapi dilihat dari seberapa yakin orang yang sakit tersebut dapat sembuh oleh orang yang dimintai tolong menyembuhkan. Atau lebih tepatnya keyakinan orang yang sakit kepada Tuhan yang akan menyembuhkannya apabila dia berobat ke orang tertentu yang dia yakini.

Dari beberapa cerita senada seperti diatas saya melihat bahwasanya orang yang terlihat sakti dapat menyembuhkan memiliki ciri-ciri orang tersebut dianggap mempunyai pengaruh yang besar dalam lingkungan masyarakat, hal ini bisa disebabkan karena perilaku orang tersebut dinilai baik, setiap perilakunya dapat menyejukan orang sekitar sehingga tingkat kepercayaan masyarakat itu meningkat. Kepercayaan itulah yang menjadikan tingkat keberhasilan dalam menyembuhan juga tinggi. Namun bukan hal yang mudah juga untuk menjadi orang yang berpengaruh? karena kebaikan yang dikerjakan harus senada dengan ucapan dan perilaku serta tulus, tapi juga bukan tidak mungkin kita bisa menjadi seperti orang tersebut. Mungkin hal ini juga yang akhirnya menjadikan Pak Soekarno dan para orang hebat lainnya di negeri ini dianggap orang sakti??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun