Â
Kesenjangan persepsi iklan ini bukan hanya disebabkan subtansi pesan iklan, namun dapat pula terjadi karena pola pikir masyarakat, tingkat pendidikan, tekanan ekonomi, birokrasi dan pengawasan / sanksi, maupun kepentingan bisnis. Akibatnya, pesan-pesan iklan ini dalam konteks sosial budaya dapat membawa implikasi yang positif (konstruktif) tapi bisa juga negatif (destruktif).
Â
Dampak positifnya antara lain, tingkat pengetahuan masyarakat diperkaya dengan hadirnya beragam iklan dan pesan-pesannya, tentu termasuk produk-produk baru yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Ini penting artinya untuk memajukan peradaban manusia (dari tidak tahu menjadi tahu tentang produk tertentu).
Â
Namun, pesan-pesan iklan ini dapat juga berdampak negatif. Secara sengaja atau tidak pesan-pesan iklan akan menjadikan masyarakat bersifat konsumeristis terutama mereka yang secara ekonomi diagap cukup mampu. Beberapa ibu rumah tangga bisa menjadi shopaholic (gila belanja) lantaran ingin mencoba setiap produk yang diiklankan di TV atau di media massa lainnya.
Â
Secara terminologi, budaya konsumeristis ini diartikan sebagai 1) suatu kekuasaan kultural dalam masyarakat kapitalis moderen yang berorientasi kepada pemasaran dan pemakaian barang-barang dan jasa-jas pelayanan. 2) Suatu kultur yang membedakan status dan membagi pangsa pasar dari masyarakat modern, ketika cita rasa individu tidak hanya merefleksikan lokasi-lokasi sosial (umur, gender, pekerjaan, etnik, dan sebagainya) tetapi juga merefleksikan nilai-nilai sosial dan gaya hidup individu, para konsumen (Collin's Dictionary of Sociology, 1991).
Â
Bagi anak-anak budaya konsumeristis ini sangat merisaukan karena dampaknya bersifat multidimensional. Selain kecenderungan anak-anak untuk menonton televisi secar berlebihan, hal ini juga berdampak pada prestasi belajar mereka di sekolah. Bukan tidak mungkin, anak akan menurun prestasinya lantaran lebih banyak waktunya tersita untuk menonton televisi Dan, yang lebih memprihatinkan adalah terbentuknya pola (budaya baru) konsumerisme dini dalam diri anak-anak sebagai dampak dari tayangan iklan. Jika hal ini tidak segera dicarikan jalan keluarnya maka akan terbentuk generasi baru (new generation) yang konsumeristis.
Â
Adanya iklan di media massa memang tidak dapat dihindari. Namun, iklan-iklan yang ditayangkan hendaknya tidak saja bersifat komersial (commercial mission), tapi juga bersifat mendidik (education mission). Hal ini tidak mungkin terjadi tanpa peran aktif dari insan media sendiri. Porsi iklan media hendaknya tidak saja bersifat komersial tapi juga mendidik. Merekalah palang pintu paling menentukan lahirnya generasi baru yang konsumeristis atau tidak.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H