[caption id="attachment_175861" align="aligncenter" width="429" caption="Mako Tabuni (Ketua I KNPB) dalam jumpa pers di Abepura, Jumat, 4/5/2012. Foto : bintangpapua.com"][/caption]
Salah satu faksi pendukung Papua merdeka yang menamakan dirinya Komite Nasional Papua Barat (KNPB) akhir-akhir ini semakin gencar melakukan kampanye negatif kepada masyarakat Papua, baik melalui aksi turun ke jalan, maupun melalui press release.
Isu yang mereka kampanyekan adalah keberadaan Pemerintahan Indonesia di Tanah Papua adalah ilegal karena tidak sesuai dengan prinsip hukum internasional. Untuk itu mereka menuntut agar segera dilakukan referendum ulang untuk menentukan status politik Papua.
Penolakan keberadaan Pemerintah Indonesia itu selalui disuarakan hampir setiap pekan dengan berbagai cara. Bahkan belakangan ini sudah menjurus ke aksi brutal dan kriminal, sebagaimana terjadi pada Rabu pekan lalu (2/5/2012) malam lalu, dimana kelompok massa KNPB menghadang seorangseorang warga Sentani, Kabupaten Jayapura, bernama Dedy Kurniawan, yang kebetulan melintas dengan sepeda motornya. Korban dihadang lalu ditusuk. Meski sempat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit, namun korban tidak tertolong dan tewas. Pada saat yang sama, kelompok massa KNPB juga menganiaya dua anggota TNI, yaitu Kopda Suradin dari Kodam XVII Cenderawasih, dan anggota Denzipur 10, Sertu Arif, serta seorang mahasiswa USTJ, Andi Matasi. http://www.mediaindonesia.com/read/2012/05/03/317234/290/101/Massa-KNPB-Tewaskan-Seorang-Warga-Sentani
Brutal, anarkis, kriminal
Mengenai aksi kriminal sebagaimana diberitakan di atas, solusinya jelas melalui penegakan hukum. Demi menjaga situasi kamtibmas warga Papua, aparat penegak hukum diminta tetap bersikap profesional. Jangan sampai gertak sambal Mako Tabuni (Ketua I KNPB) dalam jumpa pers di Prima Garden Abepura, Jumat (4/5/2012) bahwa pihaknya akan melakukan perlawanan, membuat pihak kepolisian setempat enggan memenuhi kewajiban tugasnya. Apalagi, sudah ada korban tewas dalam insiden tersebut, tentu masyarakat membutuhkan kepastian hukum. http://www.bintangpapua.com/headline/22481-kami-tak-menuntut-keadilan-dalam-hukum-nkri
Polisi juga hendaknya mengusut hingga tuntas adanya korban tewas dari pihak KNPB yang kemudian menjadi pemicu insiden tewasnya Dedy Kurniawan tersebut. Sebagaimana diketahui, Selasa (1/5/2012) massa KNPB melakukan aksi unjuk rasa di Jayapura menolak integrasi Papua ke dalam NKRI. Ketika massa KNPB bubar, salah seorang simpatisan KNPB tertembak di atas truck yang ditumpanginya bersama massa KNPB. Hingga kini, pelaku penembakan belum diketahui. Polisi tampak kesulitan mengusut kejadian itu, karena proyektil peluru yang dikeluarkan dari tubuh korban oleh dokter di Rumah Sakit Waena bukannya diserahkan kepada aparat Polisi guna penyelidikan lebih lanjut, tetapi justru berada di tangan KNPB.
Pembangkangan Politik
Kembali soal kampanye KNPB yang menuding Pemerintah Indonesia telah menduduki wilayah Papua dengan cara aneksasi, saya kira perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh dari pihak aparat keamanan. Jika terus dibiarkan, kempanye bohong seperti ini, tidak saja mengganggu stabilitas politik di wilayah Papua, tetapi juga bisa menimbulkan berdampak pada tumbuhnya sikap pembangkangan di kalangan masyarakat Papua. http://www.bintangpapua.com/headline/22481-kami-tak-menuntut-keadilan-dalam-hukum-nkri
Bisa saja orang Papua menjadi percaya, karena satu kebohongan jika diulang terus-menerus sampai seribu kali, lama kelamaan bisa diangap benar.
Sebaliknya, Pemerintah agar tidak bosan-bosannya memberikan pencerahan kepada masyarakat Papua bahwa tuntutan Referendum ulang yang disuarakan oleh para aktivis Papua itu, adalah tidak berdasar. Karena Referendum untuk menentukan status politik wilayah Papua sudah dilakukan di masa lalu di bawah pengawasan PBB, yaitu melalui PEPERA tahun 1969. Hasil PEPERA itu telah diuji kesahihannya dalam forum Sidang Majelis Umum PBB, yang kemudian mengesahkannya dengan Resolusi PBB No. 2504, tanggal 19 November 1969.
Sekali lagi, tuntutan Referendum ulang untuk menentukan status politik wilayah Papua adalah tidak berdasar, karena status politik Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI, SUDAH FINAL.