[caption id="attachment_301659" align="aligncenter" width="533" caption="Nicolaas Jouwe bersekutu dengan Belanda merancang Kemerdekaan Papua (Foto: gemapapua.blogspot.com)"][/caption]
Kamis pekan lalu, 27 Maret 2014 tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM), Nicolaas Jouwe hadir di DPR-MPR RI. Ia kembali menegaskan kesaksiannya tentang tipu muslihat Belanda di masa lalu yang menyeretnya meninggalkan tanah kelahirannya. Tahun 2010 Nicolaas kembali ke Indonesia setelah lebih dari 40 tahun hidup dalam pengasingannya di negeri Belanda. Kesaksiannya itu diungkapkan dalam buku yang ditulisnya sendiri, berjudul “Kembali ke Indonesia, Langkah, Pemikiran dan Keinginan”. Buku itu telah dibedah dan dilaunching di DPR-MPR pekan lalu, menghadirkan pula Ikrar Nusa Bhakti dari LIPI sebagai pembicara.
Saya yang menciptakan bendera Bintang Kejora yang dikibarkan pertama kali pada 1 Desember 1961. Itu adalah tipu muslihat Belanda, karena semenjak kemerdekaan Papua yang dikumandangkan 1 Desember 1961, masyarakat Papua tidak pernah menikmati kemerdekaan itu,” kata Nicolaas Jouwe saat bedah buku karayanya itu, di gedung Nusantara IV Komplek DPR-MPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (27/3/2014).
”Buku ini penuh dengan kisah pergerakan beliau (Nicolaas Jouwe), baik pada masa-masa pembentukan OPM, kehidupan beliau semasa di Belanda maupun hingga saat ini beliau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan kini berkarya untuk membangun Papua dan bangsa Indonesia,” kata Wakil Ketua MPR RI Melani Leimena Suharli dalam sambutan pembukaan acara bedah buku itu.
Menuntut Pemerintah Belanda
[caption id="attachment_301662" align="alignleft" width="188" caption="lintasdetik.com"]
Kesaksian Nicolaas Jouwe itu menimbulkan beragam reaksi, khususnya dari tokoh-tokoh asal Papua. Ramses Ohee, salah seorang pelaku sejarah PEPERA 1969 terkesan lirih mengomentari kesaksian Nicolaas. Ia menyambut kepulangan Nicolaas ke Tanah Air yang menurutnya telah dilakukan dengan hati tulis, penyesalan, dan tobat. Tetapi di sisi lain, ia juga menyatakan bahwatidak cukup kalau Nicolaas hanya menyatakan penyesalannya saja. Tetapi juga harus melakukan tuntutan kepada Pemerintah Belanda untuk memperbaiki segala kesalahan yang dilakukan di Tanah Papua. http://zonadamai.com/2014/04/02/pelanggaran-ham-di-papua-harus-diklasifikasi/
Menurutnya, Belanda telah mengajak Nicolaas ke jalan yang tidak benar. Dan akibat ulahnya (Nicolaas) banyak rakyat Papua menjadi korban.
Hal senada juga diutarakan Ketua Barisan Merah Putih (BMP) Papua wilayah DKI Jakarta, Willem Frans Ansanay, S.H., M.Si. Menurutnya, kesaksian Nicolaas Jouwe yang ditulis dalam buku tersebut telah memberikan sebuah fakta baru bahwa proses tragedi kemanusiaan di Tanah Papua, asal muasal persoalannya adalah penipuan Belanda.
“Pengakuan Nikolas Jouwe itu jangan dianggap sepele oleh berbagai rakyat Papua yang merasa keluarganya terjerat dalam arus penipuan Belanda melalui Nikolas Jouwe yang diikuti gerakannya, yang skenario terstruktur sistematis yang dibuat Belanda dan Nikolas Jouwe, sehingga banyak yang mati, yang akhirnya disebut sebagai pelanggaran HAM,” ungkap Willem.
Ia menegaskan agar para penggiat kebenaran dan keadilan di Tanah Papua, mestinya menyadari awal permasalahannya pada pengakuan Nikolas Jouwe ini yang jadi penyebab tragedi kemanusiaan di Papua itu bermula dari Belanda dan Nikolas Jouwe.
Willem juga dapat memahami, jika pada akhirnya Pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap para pelaku makar di Tanah Papua yang ingin memisahkan Papua dari NKRI, hal itu dilakukan dalam konteks menjaga KEDAULATAN atas teritorial negara Indonesia. Tindakan itu benar adanya, karena memang dijamin secara konstitusi negara Indonesia. [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H