Mohon tunggu...
Kanis WK
Kanis WK Mohon Tunggu... -

Pelayan Umat di Mindiptana, dan guru keliling di Merauke.\r\nPeduli pada masalah sosial dan kesejahteraan orang kecil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bandara Perintis untuk Pelayanan Para Misionaris di Papua Dipertanyakan

25 November 2014   19:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:53 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_337546" align="aligncenter" width="504" caption="Foto: Kompas.com"][/caption]

Dalam sebuah kuliah umum di Universitas Bung Karno Jakarta, Jumat pekan lalu (21/11/2014), Pangdam Jaya Mayjen TNI Agus Sutomo yang hadir untuk memberi kuliah umum tersebut mengulas tentang ancaman ancaman strategis yang dialami bangsa Indonesia terkait keinginan negara asing untuk menguasai kekayaan sumber daya alam di Indonesia.

Ia sedikit menyinggung soal PT. Freeport Indonesia di Papua yang 90 persehan (saham) dikuasai asing. Tak hanya itu, Agus juga menceritakan temuannya bahwa banyak bandara perintis di Papua yang dikuasai pihak asing.

“Kita sering menyamar ke sana menjadi Babinsa malah diusir, seperti orang asing di negeri sendiri. Biasanya bandara perintis itu buat para misionaris, ini tak boleh dibiarkan,” tegas mantan Danjen Kopassus ini. http://www.suaranews.com/2014/11/bahkan-tni-saja-berani-diusir-bandara.html#ixzz3K3GSqN3f

Kendati tidak secara tegas menunjuk bandara perintis untuk para misionaris, namun barangkali tudingan Pangdam Jaya itu ada kaitannya dengan keberadaan Maskapai AMA (Associated Mission Aviation) di Tanah Papua. Maskapai ini adalah milik bersama lima keuskupan se-Tanah Papua, yaitu Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Agats-Asmat, Keuskupan Manokwari-Sorong, dan Keuskupan Timika yang beroperasi sejak tahun 1950-an untuk memperlancar gerak pastoral hingga menjangkau daerah pedalaman dan terisolasi.

[caption id="attachment_337547" align="aligncenter" width="565" caption="Foto: hidupkatolik.com"]

1416892417880965507
1416892417880965507
[/caption]

Sebagaimana pernah dijelaskan Uskup Timika, Mgr. John Philip yang juga Ketua Badan Pengurus AMA, setiap minggu AMA membuat perencanaan terbang sesuai permintaan keuskupan-keuskupan serta paroki-paroki yang ada.Di luar itu, AMA melayani transportasi umum bagi masyarakat, pemerintah daerah, maupun pelayanan khusus carter. Nanum fokus pelayanan AMA tetaplah sama, yakni bagi umat dan masyarakat di Papua, khususnya di pedalaman dan daerah terisolasi http://www.hidupkatolik.com/2012/03/29/ama-mengambil-risiko-melayani-yang-terisolasi#sthash.6zxgBa7B.dpuf

Riwayat keberadaan maskapai AMA di Tanah Papua, sebagaimana dipublish www.hidupkatolik.com tersebut adalah lahir dari kepedulian gereja Katolik pada era 1950-an untuk mengatasi beratnya medan pelayanan dan pengembangan Gereja di Papua, khususnya di daerah pedalaman, pegunungan yang terisolasi. Para misionaris Katolik (waktu itu kebanyakan dari Eropa) mesti berjalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain. Selama satu minggu hingga satu bulan, mereka menyusuri hutan di kawasan pegunungan, pindah dari satu perkampungan ke perkampungan lain.

14168927181147445362
14168927181147445362
Foto: onnywiranda.com

Ada satu peristiwa, seorang misionaris yang tengah mengadakan turne (perjalanan pelayanan) misionaris itu tersesat dan hilang di belantara pegunungan Papua. Setelah lama tak ada kabar, misionaris tersebut diberitakan hilang. Misa Requiem pun diadakan untuknya. Akan tetapi, satu bulan kemudian, ia ditemukan kembali dan masih dalam keadaan hidup. Berita ini lalu menyebar hingga ke negeri asal sang misionaris tersebut. Kabar itu mampu mengetuk solidaritas misi Gereja untuk Papua di Eropa. Wujudnya, pesawat pertama Cessna 170 dengan registrasi JZ-PTG tiba di Sentani pada 23 Maret 1959.

Jadilah, pesawat berkapasitas empat penumpang dan 250 kilogram muatan itu membuka pelayanan AMA. Wilayah pelayanan pada mulanya adalah wilayah Keuskupan Jayapura, yang pada waktu itu meliputi daerah yang sekarang dikenal sebagai wilayah Keuskupan Timika dan Keuskupan Manokwari-Sorong.

Setelah perjalanan lebih dari 50 tahun lebih, kini AMA memiliki pesawat-pesawat yang lebih besar dengan kapasitas penumpang sembilan hingga 12 orang. Uskup Saklil mengatakan bahwa saat ini AMA mempunyai delapan unit pesawat, meliputi jenis Cessna, Pilatus Porter, Grand Caravan, dan PAC. Dengan modal transportasi udara yang ada, pelayanan gereja di Tanah Papua menjadi lebih mudah sekaligus juga telah mampu membuka cakrawala umat dan masyarakat Papua dengan memperkenalkan dunia luar kepada mereka maupun sebaliknya.

Jika tudingan Pangdam Jaya tentang penguasaan bandara untuk kepentingan missionaris tersebut benar berhubungan dengan keberadaan maskapai AMA, maka akan lebih elok kalau manajemen penggunaan bandara dimaksud dibenahi kembali. Sehingga suasana damai tetap terjaga, dan lebih-lebih tidak memicu lahirnya fitnah. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun