Foto: Pinterest
Tujuh hari dalam seminggu dan Hari Minggu merupakan hari yang didedikasikan umat kristiani sebagai 'Hari Tuhan'. Hari itu seharusnya menjadi hari yang membahagiakan.
______________________________________________________
Publik lagi-lagi dikejutkan oleh isu intoleransi. Tepat 11 Februari 2018 lalu, Gereja Santa Lidwina, Bedog, Sleman diserang oleh Suliono (23) saat para jemaat tengah melaksanakan misa pagi. Kejadian ini mengakibatkan lima korban luka. Kelima korban tersebut terdiri dari tiga jemaat gereja, satu pastor dan seorang polisi bernama Aiptu Munir.
Sejumlah saksi mata melihat Suliono masuk melalui pintu barat gereja, dan menyerang seorang jemaat gereja bernama Martinus Parmadi Subiantoro. Pelaku masuk ke gedung utama gereja sambil mengayun-ayunkan pedang. Di tengah kekacauan yang terjadi , pihak gereja lantas menelepon polisi.
Sekitar 10 menit kemudian, sejumlah polisi datang ke Tempat Kejadian Perkara. Sebelum dilumpuhkan, Aiptu Munir sempat berupaya mendesak Suliono menyerahkan diri. Tapi, Suliono balik menyerangdan akhirnya, polisi pun menembak kaki kanannya.
Usai identitasnya terkuak, segala hal tentang Suliono seakan menjadi menarik. Pemberitaan mengenai latar belakang Suliono, riwayat Pendidikan, hingga kondisi terbarunya banyak bermunculan di internet.
Siapakah Suliono?
Suliono tercatat pernah mondok di Pondok Pesantren Ibnu Sina setelah lulus dari SMPN 1 Pesanggaran tahun 2010. Namun, Suliono hanya bertahan di sana selama enam bulan karena diminta orang tuanya untuk pindah ke Sulawesi mengikuti kakak-kakaknya. Ia lantas melanjutkan SMA di Morowali dan kuliah di Palu. Kemudian di tahun 2015-2017, Suliono tercatat pernah belajar di Ponpes Sirojul Mukhlasin Payaman II, Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang sebagai santri lulusan SMA.
Berdasarkan data yang ada, penuturan kedua pondok pesantren tersebut hampir sama. Sedari dulu, Suliono memang dikenal sedikit radikal, dan berusaha untuk menyebarkan paham tersebut kepada teman-temannya. Karena merasa tidak nyambung, Suliono menjadi dikucilkan oleh teman-temannya.
Suliono tidak tergabung dalam kelompok atau golongan manapun. Sebab itu, dirinya disebut sebagai lonewolf atau seseorang yang melancarkan aksi terror seorang diri. Ia mengaku mempelajari paham yang salah tersebut dari internet. Sebelum melancarkan aksinya, Suliono juga mengakses internet untuk mengetahui letak gereja terdekat.