Mohon tunggu...
Kanina K
Kanina K Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Tanpa Akhir

8 November 2017   00:29 Diperbarui: 8 November 2017   00:30 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keesokan harinya, entah bagaimana caranya, terdengar kabar dari sesama warga desaku bahwa kedua orang tuaku telah meninggal. Mereka bercerita bahwa kedua orang tuaku terus menerus mencariku yang tidak ada kabar dan memberontak kepada para tentara Jepang saat itu. Sial. Awalnya saja Jepang memberi harapan kepada Indonesia. Tapi pada kenyataannya mereka sama saja dengan Belanda bahkan lebih keji dan hina. Aku merasa geram akan berita duka tersebut dan menguatkan tekadku untuk benar-benar beranjak pergi dari neraka terkutuk ini.

Dengan berserah kepada Tuhan, aku berhasil keluar dari desa tempat majikanku berada. Aku tidak berpamitan dengan wanita lainnya karena takut mereka akan membocorkan rencanaku kepada majikan mereka masing-masing. Pada kenyataannya, mereka sudah menikmati pekerjaan mereka sebagai wanita penghibur. Aku? Tak usah tanyakan pertanyaan itu. Memikirkannya kembali saja aku muak.

Langkahku terhenti ketika melihat laut terpampang di depanku. Di tengah kegembiraanku karena berhasil keluar dari tempat terkutuk itu dan ditambah pula dengan pemandangan yang ada, aku melihat sebuah kapal pedagang menepi. Ah, itu kapal yang biasa menyuplai makanan untuk orang-orang Jepang di sini. Aku pun tertarik untuk menyelinap ke dalam kapal tersebut dan akan turun di mana pun kapal ini akan berlabuh. Jadi, itulah yang aku lakukan.

Masih ingat akan pilihanku sebelumnya dan fakta bahwa aku tidak ingin dan sangat membenci diriku yang menjadi seorang wanita penghibur bagi majikannya? Kutarik perkataanku waktu itu. Ya, keadaan di sana lebih baik jika dibandingkan dengan tempat yang saat ini aku tempati. Aku bahkan tidak tahu aku berada di mana. Ini benar-benar buruk. Di sini, di tempat di mana udaranya aku hirup, aku disiksa, dicaci-maki, dipukuli, ditendang, dilempar, tidak diberi makan, dan juga digunakan tubuhnya. Mungkin aku akan terlihat seperti mayat hidup, yang tidak memiliki ekspresi sama sekali, seperti kehilangan jiwanya. Oh Tuhan, sampai kapankah aku harus merasa seperti ini? Kapan lagi aku dapat melihat cerahnya langit dan terangnya bintang?   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun