Mohon tunggu...
Kania ningsih
Kania ningsih Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Ibu rumah tangga yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyajikan Kuliner untuk Keluarga, Lebih Nyaman dengan Produk Halal

17 Oktober 2017   14:05 Diperbarui: 17 Oktober 2017   14:12 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, ibu saya menitipkan oleh-oleh untuk saya sekeluarga melalui kakak saya yang pulang kampung. Kebiasaan orangtua saya memang begitu, kalau anaknya bertandang pasti pulangnya bawa sejumlah oleh-oleh berupa makanan, minuman, dan bahan makanan dari hasil berkebun mereka di kampung.

Namun, oleh-oleh saat itu sedikit berbeda. Selain makanan, ibu saya juga memberikan sebuah wajan untuk saya. "Ini bagus wajannya, ringan!" Begitu katanya. Alhamdulillah, tentu saja saya senang bisa mempunyai alat masak baru. Namun ada yang mencuri perhatian saya dari wajan yang diberikan ibu saya. Bukan hanya beratnya yang ringan, tetapi wajan itu juga mempunyai logo halal yang tertera dengan jelas. Wah, sejak kapan wajan mempunyai logo halal? Dan bagaimana dengan wajan-wajan yang saya pakai sebelumnya, jangan-jangan tidak halal. Pikir saya saya itu dengan rasa khawatir.

Saya pun langsung mencari informasi tentang titik kritis wajan melalui internet. Waduh, ternyata saya yang selama ini kurang update informasi dan baru tahu kalau titil kritis wajan yang kita gunakan itu terletak pada bahan pelapis wajan.

Pelapisan wajan besi atau seasoningdilakukan untuk mencegah peralatan yang terbuat dari besi menjadi lengket dan berkarat. Proses pelapisan tersebut merupakan proses perubahan minyak atau lemak menjadi bentuk polimer akibat suhu tinggi dan membentuk lapisan yang tipis. Pelapisan ini dilakukan berulang kali sampai akhirnya permukaan wajan hitam, licin dan mengkilat sehingga wajan akan tidak lengket.

Bahan utama pelapisan atau seasoning adalah minyak atau lemak padat. Minyak atau lemak yang digunakan bisa dari nabati atau hewani. Lemak padat dari hewani bisa berasal dari lemak babi. Sedangkan minyak nabati biasanya dari minyak kelapa, kelapa sawit, kacang, jagung, kanola, zaitun dan flaxseed oil. Untuk itulah logo halal diperlukan agar ibu-ibu yang suka masak untuk keluarga seperti saya bisa tenang dan nyaman menyajikan kuliner untuk keluarga.

Bagi saya dan umat Islam lainnya, sangat penting untuk mengonsumsi makanan halal karena hal itu merupakan bagian dari ibadah. Mengonsumsi makanan halal merupakan wujud keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Banyak dalil dari Alquran dan Alhadist yang memerintahkan umat Islam untuk makan makanan halal, salah satunya adalah ayat Alquran yang ini.

(87)

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya." (QS Almaidah: 87-88)

Oleh karena itu, usaha untuk menyajikan kuliner yang halal buat keluarga itu perlu dilakukan. Bukan hanya ketika memasak di rumah, dengan memilih bahan dan alat masak yang halal. Ketika keluar rumah pun demikian, sebisa mungkin saya membeli kuliner yang sudah halal. Seneng deh, saat lihat logo halal di tempat pemotongan ayam di pasar modern Bintaro dekat tempat tinggal saya, atau logo halal pada daging dan ayam di supermarket. Rasanya nyaman, saya sebagai konsumen merasa dilindungi.

source: pixabay.com
source: pixabay.com
Lalu, adakah keuntungan sertifikat halal untuk pengusaha atau produsen? Jelas ada, mereka mendapat kepercayaan konsumen dong pastinya. Misalnya saja, di dekat tempat tinggal saya ada dua restoran pizza terdekat, yaitu Pizza D dan Pizza E. Pizza D sudah halal karena logo halal tertera jelas di websitenya. Namun, Pizza E belum saya temukan juga kejelasan halalnya. Sudah pasti saya lebih memilih Pizza D yang sudah jelas melalui proses sertiikasi halal, walaupun pizza E sudah jujur memberitakan kehalalan produknya.

Di Indonesia, mayoritas penduduknya beragama Islam. Jadi sebenarnya ini peluang besar buat pengusaha untuk mendapatkan hati konsumen. Ditambah lagi, Negara kita itu kaya dengan kulinernya dan sudah terkenal sampai ke berbagai belahan dunia.

Penjaminan produk halal tidak hanya untuk melindungi konsumsi dari produk yang tidak halal. Sekarang sertifikasi halal sudah menjadi bagian dari proses bisnis. Adanya sertifikat halal dapat meningkatkan kualitas produk, bahkan bisa go international karena umat Islam juga tersebar di belahan dunia lain. Oleh karena itu, tidak salah jika banyak pengusaha dari luar Indonesia yang masuk ke pasar Negara kita dan mau bersusah payah mendapatkan sertifikat halal untuk produk-produknya yang akan dipasarkan di Indonesia. Mereka lebih jeli menangkap isu halal ini sebagai peluang bisnis. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Arancha Gonzales, Executive Director International Trade Centre, berikut ini.

"Moslems are the fastest growing consumer segment in the world. Any company that is not considering how to serve them is missing a significant opportunity to affect both its top and bottom line growth"

Nah tuh, ayo, pengusaha dan UKM Indonesia jangan kalah ya dengan pengusaha asing!

Sebagai informasi, label dan sertifikatsi halal sudah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 6 Januari 1989. Sertifikasi halal MUI diakui secara luas di berbagai belahan dunia dan dikenal paling ketat. Namun sejak hari Rabu tanggal 11 Oktober 2017, pemerintah resmi mengambil alih pengelolaan sertifikasi halal yang selama ini ditangani oleh MUI. Hal ini ditandai dengan peresmian beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Pembentukan BPJPH sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). BPJPH akan menjadi lembaga yang mengelola proses administrasi terhadap registrasi sertifikat halal. Menteri agama Lukman Hakim Saifuddin menjanjikan proses sertifikasi halal akan dibuat semudah mungkin, tidak ada pungutan biaya sama sekali, berbasis online, dan hanya memakan waktu tidak lebih dari 60 hari. Mudah-mudahan pelaksanaannya nanti sesuai janji ya Pak Menteri!

Menurut Menteri Agama, MUI tetap dilibatkan dalam penerbitan sertifikasi halal ini. MUI sebagai auditor terhadap produk yang didaftarkan. Sebelum BPJPH menerbitkan sertifikat halal, harus ada fatwa halal dari MUI. MUI juga melakukan sertifikasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi, kekhawatiran banyak pihak bahwa BPJPH mencabut kewenangan MUI tidak beralasan. Saya berharap BPJPH dan MUI bisa menjalankan perannya dengan baik sehingga konsumen seperti saya terlindungi dari produk tidak halal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun