Mohon tunggu...
kania ditarora
kania ditarora Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Menulis adalah sebuah implementasi mencintai diri sendiri, sesama, dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Karena Papa Aku Terhina

5 Juli 2024   19:42 Diperbarui: 5 Juli 2024   19:59 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:nitiranto ranto.pinterest

Karena Papa Aku Terhina (Part 4)

Dalam do'a panjang, kubersimpuh memohon petunjukNya. Berharap  semua masalah keluargaku dapat teratasi. Dengan ucap Bismillah aku mantap mau menikah dengan kak Ardi. Segera kukabari bibi Hanum. Lantas beliau menyuruhku mengabarkan langsung ke papa mama.

Beberapa minggu ini kondisi mama sudah semakin baik. Beliau sudah bisa berjalan walau masih tertatih. Bagiku itu sudah sangat menggembirakan. Kusampaikan pada mama bahwa kak Ardi mau nikah denganku dan segera akan lamaran. "Kalau kamu hatimu mantap, mama dukung sepenuhnya." Ujar mama setengah berbisik.

Kudekati papa. Beliau asyik masyuk mengamplas rangka sepeda motor. Kutunggu hingga pekerjaan beliau selesai. Kukatakan mami sudah merestui rencana lamaran. "Papa setuju saja, asalkan Abang dan mbak-mbakmu setuju. Ini penting untuk kebaikanmu." Tandas papa.

"Aku dan Abangmu tidak setuju kamu menikah dengan Ardi." Suara Mbak Lastri dari belakang mengagetkanku. Rupanya mama yang mengabari dan menyuruh mereka berdua segera ke rumah. "abang Budi dan Mbak-mbakmu juga tidak setuju, papa mama juga udah kujelasin, bagaimana mungkin kamu mau terima orang kek gitu, ibunya hanya pedagang bakulan, sedangkan Ardi itu guru madrasah, apa yang kamu harap dari gaji guru honor,apa kamu mau  melarat hah ?" Mbak Las nyerocos. Rupanya mbak-mbakku juga telah dicekokin agar tak setuju pernikahan kami.
"Coba lihat Mbak-mbakmu, hidup mereka nyaman, karena mereka pandai milih calon suami orang kaya." Abang Budi ikut menimpali. Mereka menceramahiku dengan sindiran yang memuakkan. "Kami tidak setuju pernikahanmu dengan Ardi itu, jika kamu maksa, kami berlepas diri jika kamu nanti jadi gembel jalanan". Ancam Mbak Lastri.
"sepicik itukah hati kalian hah..?" aku histeris.
"Tenang Rah, gak usah teriak-teriak!" Mbak Las menatapku sinis
"Pikir matang-matang Rah, menafkahi ibunya saja Ardi luntang-lantung, apalagi ia akan menafkahi kamu dan Vika, ehh kamu dan anakmu bisa jadi gelandangan nanti." Mbak Las memprovokasi.

"agh... Rupa-rupanya harta telah membutakan mata hati kalian semua. Nasihat agama terang benderang tak bisa kalian lihat." Suaraku serak menahan tangis. "kalian semua menganggap orang papa itu hina dina. Betapa rendahnya kualitas keimanan kalian. Isi  kepala kalian hanya harta  sehingga cara pikir kalian kolot". Aku berteriak. Tangis yang dari tadi kutahan akhirnya tumpah ruah. Menghanyutkan harapan-harapanku.

Aku malu sekali. Mau ditaruh dimana mukaku. Keluargaku telah mempermalukan keluarga bibi Hanum khususnya Kak Ardi. Bagai berita selebriti, kabar ditolaknya lamaran kak Ardi menyebar luas di kampungku. Terang saja aku semakin tertekan. Enggan keluar rumah walau sekadar beli gas. Dua hari ini aku mengurung diri di kamar. Tak lupa di sepertiga malam terakhir kuadukan mereka pada Rabbku.

Tetiba ponselku berbunyi. Nomor tidak dikenal mengirim pesan whattsap.  Kaget. Rupanya dari Mas Arya, ia minta maaf karena ngechat dinihari. Ia menginfokan bahwa papanya menceraikan mamanya dua hari lalu. Itu berarti bersamaan dengan ditolaknya lamaran kak Ardi. Entah antara gembira sedih aku mendengar mantan mama mertuaku diceraikan.

Ketika aku masih berdzikir jelang subuh. Lamat-lamat terdengar klakson sepedamotor beberapa kali bertit-tit depan gerbang rumah. Karena masih gelap kuacuhkan saja. Tak lama kudengar teriakan "pa..pa..pa" dari luar. Rupanya abang Budi. Tumben pagi-pagi ke rumah papa. Kubukakan gerbang. Terlihat muka baru bangun abang Budi beserta tiga anaknya.

"Kutitip ketiga ponaanmu ini, jangan kasi tau papa dulu, aku ditelepon seorang yang ngaku anggota Polsek. Ia memintaku agar segera ke mapolsek, Mbakmu, Las kena musibah." Abang budi menjelaskan panjang lebar. Meski ditimpa cahaya remang,  jelas kulihat wajah abang Budi yang tidak karuan ekspresinya .

BERSAMBUNG...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun